“People come and go“.
Kata-kata atau quotes di atas sepertinya sering kita dengar atau kita baca. Biasanya di media sosial banyak berseliweran quotes “people come and go” dengan segala romantisasinya. Ada yang mengatakan itu merupakan tanda kita sudah mulai dewasa. Padahal menurut saya, “people come and go” yang artinya adalah orang datang dan pergi, merupakan suatu hal yang sangat wajar dan sudah terjadi sejak masa kecil (ssttt… yang tidak wajar itu jadi people pleaser). Tidak perlu harus dewasa atau berumur dulu baru merasakan orang-orang di sekitar kita datang dan pergi sesuka hati mereka.
Kita mulai saja dengan kawan-kawan kita saat TK dulu. Memang banyak yang setelah TK, masuk ke SD atau Madrasah yang sama dengan kita. Namun, pasti ada satu atau 2 anak yang harus berpisah. Entah itu karena keinginan orang tua, atau memang tuntutan keluarganya yang harus pindah rumah, dan sebagainya. Begitu juga saat SD, SMP, dan seterusnya. Masa sekolah adalah suatu gambaran yang sangat jelas bahwa orang datang dan pergi itu hal yang sangat biasa dan telah kita rasakan. Ada yang bersahabat erat saat SD, namun harus berpisah mulai SMP. Ada juga yang bersama-sama sejak SD sampai SMA, namun dipisahkan oleh kampus dan cita-cita yang berbeda.
Baca juga: Pemaknaan Sederhana Motto “Hidup Seperti Larry”
Kita Perlu Menghentikan Romantisasi “People Come and Go“
Seperti yang saya jabarkan di atas, ini hal yang sangat biasa terjadi dan memang lumrah dalam kehidupan kita. Jadi romantisasi-romantisasi “people come and go” ini tidak perlu kita lebih-lebihkan. Tidak perlu menganggap orang yang sudah memahami people come and go artinya orang tersebut sudah dewasa, sudah menjadi orang paling keren, dan sebagainya. Bahkan mungkin yaa dihentikan saja, toh juga sudah biasa kita rasakan sejak kecil.
“People come and go, but memories stay forever”
Ada lagi tambahan kata-kata agar terlihat lebih romantis dan menyentuh, dengan menambahkan bahwa memori atau kenangan akan tetap ada. Oh, tentu tidak kawan. Banyak yang kemudian lupa setelah bertemu orang yang baru juga. Membangun memori baru, kehidupan baru, pribadi yang baru. Bahkan untuk sebagian orang hilangnya ingatan tentang orang tertentu adalah karunia yang perlu disyukuri. Misalnya para korban bullying. Ingatan atau memori di kepala mereka tentang kehidupan kelam menjadi korban perundungan di sekolah misalnya, adalah hal yang mati-matian ingin mereka lupakan. Kenangan itu menjadi trauma dan mempengaruhi kehidupan mereka.
Ada juga yang saat perpisahan seolah-olah menjadi hal yang sangat menyedihkan. Eh, 1 atau 2 bulan sudah lupa kenangannya. Bahkan sampai “oh, pernah kenal dulu saat KKN, saat praktek kerja lapangan, tapi siapa ya namanya, lupa”. Kata orang Jawa “Ora sumbut karo nangise, jebule mung sakmunu“. Mengingat saat berpisah nangis-nangis dan berjanji tidak akan melupakan, dan lain sebagainya, ehh ternyata namanya saja sudah lupa baru beberapa bulan. Tanpa bermaksud menghina yang tetap erat meskipun telah berpisah, maksud saya adalah sikapilah biasa saja. Jangan berlebihan, karena terkadang jika sudah berlebihan akhirnya akan mengecewakan. Contohnya tadi, namanya saja sudah lupa.
Maka dari itu, romantisasi hal-hal yang wajar ini sebenarnya tidak perlu-perlu amat. Biasa sajalah. Cukup kita sadari, ada pertemuan pastilah akan ada perpisahan. Begitu saja.
Baca juga: People Pleaser dan Tips Cara Mengatasinya
Lumrahnya Hidup beserta Pelajarannya
Meskipun memang people come and go adalah hal yang sangat lumrah terjadi, tentu saja ada pelajaran di balik itu semua. Datangnya seseorang atau banyak orang ke dalam kehidupan kita tentulah membawa pelajaran dalam hidup. Semua diciptakan dengan maksud. Semua terjadi dengan hikmah-hikmah tertentu yang bisa kita ambil. Misalnya dalam dunia kerja, kita bertemu atasan maupun rekan kerja. Mereka adalah orang-orang yang sebenarnya datang untuk memberikan kita pelajaran, dan harus kita sadari suatu saat mereka akan berpisah dengan kita.
Baca juga: Memori: Kembali ke Masa Lalu atau Melupakan yang Telah Berlalu?
Bermacam-macam orang dengan karakternya masing-masing datang ke kehidupan kita, lama ataupun sebentar, semuanya memberikan kita pelajaran. Tinggal mau kita ambil atau tidak. Begitu juga diri kita sendiri. Berhenti menganggap seluruh dunia ini pusatnya adalah diri kita. Diri kita ini juga akan masuk menjadi pelajaran bagi orang lain. Atau mungkin jangan-jangan diri kita ini bukan hanya jadi pelajaran, tapi juga menjadi trauma bagi orang lain. Apa mungkin tanpa sadar kita telah membuat orang-orang di sekitar kita ini tertekan dengan kehadiran kita dalam hidup mereka. Sehingga kata-kata memori akan tetap itu menjadi momok bagi mereka. Ingatan tentang kita berusaha mati-matian mereka lupakan.
Jadi, selain memandang orang lain datang dan pergi sesuka hati dalam hidup kita, kita harus menyadari juga bahwa kita sebagai individu juga datang dan pergi dalam kehidupan orang lain. Apakah kita akan menjadi pelajaran yang baik atau buruk, menjadi kenangan yang baik atau mengerikan, semuanya lumrah terjadi. Dunia tidak berfokus pada diri kita.
Ada kalanya “people come” atau orang datang menjadi pelajaran yang baik beserta kenangan yang indah. Namun ada kalanya “people go” atau orang pergi menjadi hal yang sangat disyukuri karena hanya membawa kesengsaraan. Tak terkecuali kita sendiri.