Biografi Ibnu Sina, Bapak Kedokteran Islam

Biografi Ibnu Sina

Biografi Ibnu Sina, Bapak Kedokteran Islam – Membicarakan tentang dunia kedokteran, kita semua tentunya minimal pernah mendengar nama Ibnu Sina. Negara Barat mengenalnya dengan nama Avicenna. Kemasyhuran namanya tidak perlu diragukan lagi dalam dunia kedokteran. Maka darri itu, mari kita mengenal kehidupan beliau melalui biodata dan biografi Ibnu Sina berikut.

Biodata Ibnu Sina

Nama AsliAbu Ali al-Husain bin Abdullah bin al-Hasan bin Ali bin Sina
Nama PanggilanIbnu Sina, Avicenna
Tanggal Lahir22 Agustus 980
Tempat LahirAfshana, Uzbekistan
Nama AyahAbdullah
Nama IbuSetareh
Nama AdikMahmoud
Tempat MeninggalHamedan, Iran
Tanggal Meninggal22 Juni 1037

Biografi Ibnu Sina

Masa Kecil

Nama aslinya adalah Abu Ali al-Husain bin Abdullah bin al-Hasan bin Ali bin Sina. Namun dia lebih terkenal dengan sebutan Ibnu Sina. Ibnu Sina lahir di Afshana, desa dekat Bukhara pada tahun 980 Masehi, tepatnya pada tanggal 22 Agustus. Saat itu desanya termasuk wilayah kerajaan Samaniah. Sekarang desa tempat lahir Ibnu Sina sudah termasuk wilayah negara Uzbekistan.

Ayah Ibnu Sina bernama Abdullah. Ayahnya merupakan Ismaili yang sangat dihormati, sarjana dari Balkh, sebuah kota penting dari Kekaisaran Samanid (saat ini dikenal dengan provinsi Balkh, Afghanistan). Ayahnya bekerja di pemerintahan Samanid di desa Kharmasain, kekuatan regional Sunni. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ayah Ibnu Sina merupakan seorang pejabat pemerintahan ternama pada masa itu. Ibunya bernama Setareh yang berasal dari Bukhara. Lima tahun setelah kelahirannya, Ibnu Sina memili adik yang bernama Mahmoud.

Baca juga: Biografi Nikola Tesla, Perancang Sistem Listrik AC

Sejak kecil Ibnu Sina memang terbiasa hidup di lingkup masyarakat dan keluarga yang paham dengan ilmu agama, maka dari itu tidak heran ia juga belajar dan mendalami ilmu agama. Ayah dan ibunya terutama, mereka lebih mendahulukan pendidikan agama bagi sang anak. Ibnu Sina belajar agama secara bersungguh-sungguh. Menurut otobiografinya, Ibnu Sina telah mengkhatamkan hafalan Al-Quran pada usia 10 tahun. Dia belajar aritmatika India dari pedagang sayur India yang bernama Mahmoud Massahi dan dia mulai belajar lebih banyak dari seorang sarjana yang memperoleh nafkah dengan menyembuhkan orang sakit dan mengajar anak muda. Dia juga belajar Fiqih (hukum Islam) di bawah Sunni Hanafi sarjana Ismail al-Zahid.

Ibnu Sina dan Filsafat

Namun, dengan kecerdasan otaknya, Ibnu Sina juga mendapati kesulitan saat belajar. Salah satunya saat dia sedang belajar buku Metaphysics karya Plato. Dia membacanya berulang-ulang hingga 40 kali, tetapi Ibnu Sina belum mengerti juga. Metaphysics memang terkenal sebagai buku yang sulit dipahami. Saat sedang kesulitan, Ibnu Sina meninggalkan bukunya, dia pergi ke masjid, wudhu, dan salat, dia terus berdoa agar mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. agar mudah dalam memahami buku yang sedang dia pelajari.

Baca juga: Syekh Siti Jenar dan Ide Sebuah Masyarakat

Sampai suatu hari Ibnu Sina menemukan pencerahan, dari uraian singkat yang diceritakan oleh Farabi, yang dibelinya di sebuah toko buku dengan harga kurang dari tiga dirham. Kegembiraan Ibnu Sina begitu besar atas penemuannya itu, dia bergegas untuk kembali, berterima kasih kepada Allah dan dia juga memberikan sedekah pada orang miskin.

Mulai Memasuki Dunia Kedokteran

Saat usia 16 tahun Ibnu Sina beralih mempelajari ilmu pengobatan, dia tidak hanya belajar teori kedokteran saja, tetapi juga menemukan metode baru tentang pengobatan. Ibnu Sina memperoleh status penuh sebagai dokter yang berkualitas pada usia 18 tahun. Kemasyhuran seorang Ibnu Sina menyebar dengan cepat dan dia merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran.

Kadang kala, Ibnu Sina kebingungan karena penyakit baru yang muncul dan dia belum paham sama sekali. Saat berada di keadaan tersebut, Ibnu Sina akan segera berdoa kepada Allah agar diberikan petunjuk dan bantuan untuk mengobati penyakit yang sulit tersebut. 

Tahun 997 Ibnu Sina diharapkan bisa mengobati seorang Raja Samaniah, bernama Nuh bin Mansyur yang menderita sakit parah. Dokter-dokter bergantian datang berusaha mengobatinya. Namun, sakit Raja Samaniah semakin parah. Pihak istana pun mendengar kehebatan Ibnu Sina. Meskipun sebagian orang meragukannya karena dia masih muda, nyatanya Ibnu Sina bisa menyembuhkan penyakit sang Raja. Karena berhasil menyembuhkan sang Raja, Ibnu Sina memperoleh hadiah berupa hak akses penuh ke perpustakaan kerajaan Samaniyah.

Baca juga: Biografi Mohammad Hatta, Teladan Kesederhanaan dan Kejujuran

Pencapaian dalam Dunia Kedokteran

Usia 22 tahun ayahnya meninggal dunia, saat itu dia merasakan keterpurukan yang mendalam, namun Ibnu Sina tetap bersabar dan melanjutkan belajar tentang ilmu kedokteran yang sedang dia dalami. Jasa-jasa seorang Ibnu Sina dalam hal pengobatan sangatlah banyak. Dia mendapat gelar Medicorum Principal alias Raja Diraja Dokter. Uniknya, yang memberikan gelar ini adalah dunia kedokteran Eropa. Mereka sangat terpukau dengan bukunya, al-Qünün fi at Tibb (Prinsip-prinsip Kedokteran). Bangsa Eropa menerjemahkan buku tersebut menjadi The Canon of Medicine. Buku tulisan Ibnu Sina yang berjudul asy Syifa juga sampai saat ini masih menjadi bahan telaah di bidang filsafat, matematika, mantiq, ilmu alam, dan ketuhanan atau ilahiyyat.

al-Qunun fi at Tibb
al-Qünün fi at Tibb

Buku-buku Ibnu Sina menjadi pelajaran wajib kedokteran dunia. Salah satu universitas di Italia, Universitas Bologna adalah universitas yang pertama kali menjadikan buku al-Qünün fi at-Tibb sebagai buku wajib. Buku tersebut berlaku bagi mahasiswa kedokteran di sana sejak abad ke-13. Kewajiban ini berlaku juga oleh Universitas Leuven di Belgia, Montpellier di Prancis, dan Krakow di Polandia.

Karya Ibnu Sina dikenal luas tidak lepas dari gerakan penerjemahan. Abad ke-12, buku al-Qanun fi at-Tibb sudah diterjemahkan ke bahasa Latin. Gerard de Cremona menulis judulnya menjadi Canon. Setelahnya, Andrea Alpago mengoreksi terjemahan pada abad ke-16. Canon yang tadinya berbahasa Latin diterjemahkan lagi ke bahasa Inggris, Rusia, Jerman, Polandia dan lainnya. Sejak itu, buku al-Qünün fi at-Tibb semakin menyebar luas. Kedokteran Eropa dan dunia pun menjadi semakin maju.

Namun, penerjemah Eropa menyebut nama Ibnu Sina dengan Avicenna. Mungkin karena lidah Eropa kesulitan menyebut Ibnu Sina sehingga orang Eropa mengira Avicenna itu berasal dari Spanyol. Padahal, dia adalah Ibnu Sina, dokter muslim yang taat. Sayangnya hanya sedikit orang Islam yang mengenal Ibnu Sina. Kebanyakan orang islam mengira ilmu kedokteran berasal dari Eropa. Padahal, Bapak Kedokteran Dunia khususnya Islam itu adalah Ibnu Sina.

Akhir Hayat

Bertepatan bulan Ramadhan, kalender menunjukkan bulan Juni tahun 1037. Ibnu Sina sedang menunaikan tugas mulia yaitu mengajar di sebuah sekolah. Pada waktu yang sangat baik itulah, ajal menjemputnya. Ibnu Sina dimakamkan di Hamadan, tempat Ibnu Siba dahulu mengembangkan ilmu kedokterannya pada tanggal 22 Juni 1037. Dunia kehilangan Ibnu Sina, semua berduka karena sang bapak kedokteran yang luar biasa telah tiada.

Baca juga: Biografi Usmar Ismail, Pahlawan Kebangkitan Perfilman Tanah Air

Sekian biodata dan biografi dari Ibnu Sina, sang bapak kedokteran Islam dan dunia modern.

Referensi:

Hemdi, Y. (2019). Ibnu Sina: Bapak kedokteran dunia. PT. Luxima Metro Media.

Editor: Daliana Fehabutar
Illustrator: Salman Al Farisi

Bagikan di:

Artikel dari Penulis