Kekerasan Seksual dalam Lagu Aborsi Karya Slank
“Aborsi, Hindari Kenyataan—Aborsi, hapuskan aib yang melanda.”
Kini, peristiwa kekerasan seksual makin marak dikabarkan media-media. Kekerasan seksual bukanlah hal baru dalam khazanah isu hot di Indonesia. Dalam bahasa yang sederhana, kekerasan seksual disebut sebagai sebuah penyimpangan yang tidak manusiawi. Pasalnya, dalam berbagai kasus, pihak yang akan selalu dirugikan adalah perempuan. Dan parahnya lagi, jika seorang perempuan yang menjadi korban tersebut selalu diintimidasi oleh masyarakat sebagai orang yang hina, atau bahkan najis.
Lagu “Aborsi” milik Slank diterbitkan pada tahun 90-an dan masuk dalam album pertama Slank. Lagu “Aborsi” memiliki lirik frontal dimana pergaulan antara Laki-laki dan perempuan bercinta di masa remaja, lalu mengalami momentum “aborsi” sebab lepas-landas nafsu yang tak terkontrol di atas ranjang. Hal itu senada dengan kasus yang baru viral: Mahasiswa yang disuruh Aborsi sebab ketidaksiapan laki-laki (pacarnya) akan menjadi Bapak, atau lebih gampangnya kita sebut tidak mau bertanggung jawab.
Sebelum lanjut pada kasus-kasus kekerasan seksual, ada baiknya kita mundur selangkah untuk memahami apa itu kekerasan seksual. Meminjam rumusan Komnas Perempuan, pemaksaan aborsi merupakan salah satu dari 15 bentuk kekerasan seksual. Lalu, apa itu aborsi? Secara sederhana, aborsi—dalam bahasa latin disebut Abortus—merupakan tindakan atau pola laku seseorang untuk melakukan pengguguran janin atau embrio setelah melebihi masa dua bulan kehamilan. Jika dirasa sudah cukup dalam memahami aborsi dan bentuk kekerasan seksual, maka kita lanjutkan keterikatan lagu Slank bertajuk Aborsi dengan peristiwa yang ramai pada saat ini.
Dalam lirik lagu “Aborsi” bait kedua yang berbunyi: Dua remaja berpeluk mesra/tanpa malu dan takut/lakukan itu karena melihat film-film biru; BF/ terlihat jelas bahwa aborsi bermula karena sepanjang insan bermain di ranjang memadu nikmat sebab imajinasi film biru. Lirik tersebut sangat mencerminkan kawula muda saat ini yang gemar bercocok tanam tanpa pikir panjang. Biasanya kebiasaan tersebut dilakukan dalam kredo romantika yang bebas, maksudnya dalam khalayak umum, pacaran merupakan suatu hal yang di dalamnya harus menjalani ritual tersebut. Maka, dapat dikatakan bahwa bercinta yang di bawah payung kenikmatan bercocok tanam itulah yang akan mengalami pengguguran kandungan. Pasalnya, aborsi menjadi kredo untuk menutup aib, khususnya menghindar dari kenyataan.
Selanjutnya, realitas sosial juga persis seperti apa yang Slank maksudkan, biasanya muda-mudi yang bercocok tanam selalu menghindari kenyataan akan kandungan dalam rahim perempuan. Semua orang percaya bahwa bercocok tanam dan kandungan memiliki penawarnya: aborsi. Bahkan dalam khalayak umum, media aborsi amat banyak, ada yang menggunakan obat-obatan, kepercayaan tradisional: nanas muda, dan lain-lain. Jadi, seseorang yang mengalami peristiwa hamil muda, rata-rata akan berpikir untuk aborsi, atau sekurang-kurangnya kabur dari rumah. Hal ini amat jelas, bahwa risiko akibat melampaui kebebasan dengan cara memaksa kenikmatan bukan pada waktunya adalah hal yang akan mendatangkan bencana. Dan bahkan dalam hal yang parahnya, aborsi akan mengalami risiko yang berat pula, misalnya kerusakan pada rahim dan vagina, dan menurunnya mental dalam dirinya.
Jika boleh disimpulkan, lirik Aborsi merupakan realitas sosial masyarakat yang belum juga berakhir, bahkan kini bertambah. Aborsi merupakan salah satu contoh kekerasan seksual, bahkan lebih dari itu, aborsi adalah tindakan tidak manusiawi. Maka, dengan berat hati saya ingin mengucapkan, “lebih baik sedia payung sebelum hujan, daripada kuyup di jalanan”. Akan tetapi, kalimat tersebut juga jangan diartikan sebagai perencanaan untuk penangkal kehamilan sebelum bercinta. Tapi anggaplah sebagai kesadaran kecil untuk dunia yang maha besar ini.