Syekh Siti Jenar dan Ide Sebuah Masyarakat

Syekh Siti Jenar

Syekh Siti Jenar dan Ide Sebuah Masyarakat

Sejarah merupakan hasil dari perjuangan manusia. Setiap era pasti memiliki jerih payah dan upaya untuk memperjuangkan segala sesuatu. Seperti sejarah kenabian dalam menentang penguasa. Layaknya Nabi Musa dengan Fir’aun dan Nabi Ibrahim dengan Namrud. Para nabi menentang penguasa untuk menyebarkan Islam, yakni agama yang penuh keselamatan dan kedamaian. Islam di wilayah nusantara memiliki sejarah perjuangan dalam menyebarkannya. Setiap ulama dan mubalig mendakwahkan Islam dengan cara berbeda-beda. 

Yang paling masyhur di antara beberapa ulama dan mubalig yang menyebarkan Islam di Indonesia adalah Wali Songo. Kata “wali” menurut lughoh arab bisa bermakna pasif yang artinya menunjuk orang yang diinginkan Tuhan, juga bisa bermakna aktif yakni orang yang menginginkan Tuhan. Wali atau kekasih Tuhan ini merupakan gelar tertinggi setelah gelar ulama dan ‘alim. Karena seorang wali adalah hamba Tuhan yang diberikan pengetahuan dari Tuhan dan terjaga dari dosa (Mahfudz). Serta diberikan amanah untuk menyebarkan agama kasih dan suci dari Tuhan.

Namun yang kita bahas kali ini bukan dakwah Islam secara luas di Nusantara, tetapi lebih spesifik tentang tokoh yang penuh kontroversial dengan ajaranya Manunggaling Kawulo Gusti yakni Syekh Siti Jenar. Nama lengkap beliau adalah Syekh Datuk Abdul Jalil putra dari Syekh Datuk Sholeh, seorang ulama asal Malaka. Syaikh Siti Jenar memiliki pandangan kontroversial pada zamanya. Dengan konsep Manunggaling Kawulo Gusti yang konon dalam cerita babad ia mempengaruhi warga sekitar tentang ajaran tasawufnya yang sedikit menyesatkan.

Baca juga: Biografi Buya Hamka, Penulis Novel “Tenggelamnya Kapan Van Der Wijck”

Pendidikanya selama 17 tahun ia habiskan di Baghdad, beliau juga memiliki jalur keturunan langsung dengan Nabi Muhammad saw lewat jalur Imam Husain sampai ke Sayyid Muhammad Nurbakhsy, Darwisy Muhammad, Syekh Ahmad Baghdady. Dalam kontroversinya ia banyak diceritakan aneh di babad-babad yang di karang pemerintahan masa tersebut. Seperti asal usulnya dari cacing yang ada di dalam Babad Demak, dan Babad Tanah Jawi. Seorang tukang sihir dari Serat Walisanga. Hingga kematianya yang dibunuh oleh Sunan Kudus dengan menggunakan keris Khantanaga dari Carita Purwaka Caruban Nagari.

Semua itu hanyalah kontroversi tentang sejarah beliau. Mana mungkin seorang keturunan nabi dan menimba ilmu selama 17 tahun dihukumi sesat? Semua yang dikarang dalam cerita tersebut hanyalah karangan para penguasa terdahulu tentang bahayanya pengaruh Syekh Siti Jenar dalam negara. Karena sebuah babad itu ada jika pemerintah saat itu memberi fasilitas untuk mengarang sebuah cerita demi tujuan keegoisan pemerintahan itu sendiri. 

Pendapat Kiai Agus Sunyoto

Dalam ceramahnya di media NU Online. Kiai Agus Sunyoto mengatakan, “Sebenarnya tidak ada konflik antara Wali Songo dengan Syekh Siti Jenar. Syekh Siti Jenar memiliki kapasitas ilmu agama yang mumpuni. Ia membawa tarekat kesini, tarekat Sathoriyah dan Akmaliyah oleh karena itu ia diberi gelar Syekh”. Sebenarnya juga tidak ada perkelahian antara Sunan Kalijaga dengan Syekh Siti Jenar. Malah dalam ceramah beliau mengatakan Sunan Kalijaga adalah menantunya.

Kemudian beliau mengatakan di awal babad terjadi kisah ini, ketika Syekh Siti Jenar melakukan perubahan sosial di Nusantara. Saat nafas zaman saat itu seorang bangsawan harus dihormati dengan tunduk (sungkem) dan dipanggil dengan nama “gusti”. Rakyat jelata hanya dipanggil “kawulo” serta tidak memiliki hak apapun. Tanah, sawah, dan semuanya  dimiliki oleh gusti. Banyak anak dari rakyat jelata juga dijadikan pengorbanan demi acara keagamaan yang dilakukan bangsawan (gusti).

Baca juga: Biografi Quraish Shihab, Pelopor Gerakan Membumikan Al-Quran di Indonesia

Akhirnya datang Syekh Siti Jenar membebaskan konstruksi sosial tersebut. Semua diubahnya menjadi “masyarakat” diambil dari kata “musyarakah” yang bermakna persekutuan. Semula banyak yang tidak memiliki hak apapun kini memiliki hak seperti tanah, ladang, sawah dan lainnya.

Hubungan Syekh Siti Jenar dengan Ide Marxis

Secara mudahnya ide Marxis yang paling terkenal adalah kekuatan dua kubu yang saling bertentangan yakni kelas borjuis (elite) dan proletariat (buruh). Ide Marxis mendasarkan diri pada kondisi sosial dan ekonomi antara penguasa yang memproduksi dan yang diproduksi. Pertentangan kelas bawah akan tetap terus berkembang, karena menurut buku yang diulas oleh Engels dalam kata pengantar Civil War In France, “Menurut konsep para filsuf negara adalah realisasi ide dari kerajaan Tuhan di muka bumi, namun kenyataanya bagaimanapun negara tak lain dari mesin penindas suatu kelas kepada kelas lainya, ini terjadi di pemerintahan republik maupun monarki.

Syekh Siti Jenar yang berusaha mencoba untuk membebaskan mereka “Kawulo Alit” dengan menciptakan sebuah tatanan sosial baru yakni Desa Abangan, sebagai bentuk penentangan otoriter yang sudah membudaya, juga bentuk ketidaksesuaian dengan ajaran Islam yang merumuskan prinsip keadilan bagi siapa saja. Oleh sebab itu ia mendapat julukan Syekh Lemah Abang.

Dalam babad beliau diceritakan sangat kontradiktif. Sayang sekali seorang ulama pembawa perubahan sosial harus dicap ajaranya sesat. Saya yakin dengan pendapat Kiai Agus Sunyoto, bahwa Syekh Siti Jenar adalah seorang “Revolusioner Sosial” dengan ide Marxis dari resapan maqolah tasawufnya yang terkenal Manunggaling Kawulo Gusti, tiada pemisahan hak istimewa semuanya sama yakni, “masyarakat”.

Demikian artikel yang saya tulis semoga dapat bermanfaat, sebaik-baik kalian adalah yang paling baik taqwanya disisi Allah Swt.

Wallahul Muwafiq Ilaa Aqwa min Thoriq.

Editor: Firmansah Surya Khoir
Illustrator: Umi Kulzum Pratiwi Nora Putri

Bagikan di:

Artikel dari Penulis