Biografi Abikoesno Tjokrosoejoso, Perumus Piagam Jakarta yang Terlupakan – Dari sekian nama tokoh nasional yang turut serta dalam merumuskan Piagam Jakarta yang kelak menjadi Pancasila, nama Abikoesno Tjokrosoejoso memang cukup jarang dikenal atau bahkan banyak orang yang tidak mengetahui siapakah beliau. Namanya mungkin tidak setenar Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin maunpun Achmad Soebardjo sebagai salah satu perumus dan perancang Piagam Jakarta. Akan tetapi, dirinya juga berjasa sebagai salah satu tokoh yang turut dalam pembentukan konstitusi awal negara Republik Indonesia. Maka dari itu, mari kita mengenal beliau kebih jauh melalui profil serta biografi lengkap seorang Abikoesno Tjokrosoejoso.
Biodata Abikoesno Tjokrosoejoso
Nama | Raden Mas Abikoesno Tjokrosoejoso/Abikusno Cokrosuyoso |
Tempat Lahir | Delopo, Madiun, Hindia-Belanda (Sekarang masuk wilayah Provinsi Jawa Timur) |
Tanggal Lahir | 15 Juni 1897 |
Pendidikan | – Sekolah Dasar Khusus – Koningin Emma School Soerabaja (Sekolah Menengah Kejuruan Belanda), lulus tahun 1917 – Architectsexamen (Sekolah Tinggi Arsitektur) di Batavia (Sekarang Jakarta), lulus tahun 1925 |
Ayah | Raden Mas Tjokroamiseno |
Ibu | (Tidak Diketahui) |
Keluarga | – Haji Oemar Said Tjokroaminoto (Kakak laki-laki) – Adipati Tjokronegoro I (Kakek) – Kiai Ageng Kasan Besari (Kakek Buyut) – Raden Ayu Kusumartinah (Istri) |
Profesi | – Arsitek – Politikus – Menteri |
Agama | Islam |
Biogafi Abikoesno Tjokrosoejoso
Latar Belakang dan Kehidupan Pribadi Abikoesno Tjokrosoejoso
Abikoesno Tjokrosoejoso lahir di daerah Delopo, Madiun, Hindia-Belanda yang kini masuk dalam wilayah Provinsi Jawa Timur pada 15 Juni 1897. Dirinya merupakan putra dari keturunan ningrat bernama Raden Mas Tjokroamiseno. Ayahnya merupakan pamong praja dengan jabatan Wedana di distrik Kanigoro, Madiun.
Ayahnya sendiri merupakan keturunan dari Adipati Tjokronegoro I yang kala itu menjabat bupati Ponorogo. Kakek buyutnya merupakan Kiai Ageng Hasan Besari yang juga merupakan kaum bangsawan di Jawa. Dirinya merupakan anak ke-8 dari 12 bersaudara. Dia juga merupakan adik dari salah satu tokoh pergerakan nasional Indonesia Haji Oemar Said Tjokroaminoto (H.O.S. Cokroaminoto) yang juga merupakan mentor atau guru dari Soekarno.
Baca juga: Biografi Haji Agus Salim, Sang Diplomat Ulung Perumus Piagam Jakarta
Lahir dari keluarga priyayi membuat Abikoesno Tjokrosoejoso cukup memahami tentang seluk-beluk dunia keraton Jawa. Namun, hal ini tidak menyurutkan keinginannya untuk mampu hidup dan berjuang secara mandiri tanpa ada predikat kaum priyayi atau bangsawan yang melekat pada dirinya. Abikoesno Tjokrosoejoso masuk ke Sekola dasar khusus di jamannya sesuai dengan predikatnya sebagai anak bangsawan pribumi.
Selain lahir dari keluarga yang cukup terpandang, Abikoesno Tjokrosoejoso juga dikenal sebagai pribadi yang cukup cerdas. Oleh karena itu, setelah lulus sekolah dasar, dirinya melanjutkan pendidikannya di Koningin Emma School Soerabaja. Pada masa itu, sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah terbaik di kawasan Hindia-Belanda. Dirinya kemudian lulus pada tahun 1917.
Setelah lulus dari Koningin Emma School, dirinya kemudian melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi di Batavia (Sekarang Jakarta). Dirinya masuk dalam sekolah tinggi arsitektur yang dikenal dengan nama Architectsexamen. Dirinya dianggap sebagai salah satu murid yang berbakat dan sangat tertarik dalam dunia arsitektur. Beliau lulus pada tahun 1925 dan di tahun yang sama dirinya juga meraih sertifikasi arsitektural dari Belanda.
Beliau kemudian resmi menjadi insiyur swasta berkat kemampuan dan gelar yang diperolehnya. Dirinya bahkan mendapatkan izin kerja dan izin praktik sebagai arsitek dari BOW (Burgelijke Openbare Werken) atau Kantor Pekerjaan Umum dari pihak pemerintah kolonial Belanda. Hal inilah yang membuat dirinya mengawali karirnya sebagai seorang arsitek kala itu.
Namun, dirinya juga dikenal sebagai orang yang cukup pemilih dalam perihal pekerjaan. Disebutkan dirinya kerap kali menolak proyek yang dibuat oleh pihak Belanda. Pekerjaan yang digelutinya tersebut membuat Abikoesno Tjokrosoejoso kerap kali berpindah-pindah tempat tinggal bersama keluarganya ke daerah sekitar proyek yang tengah dikerjakannya.
Terjun di Dunia Politik di Masa Hindia-Belanda
Abikoesno Tjokrosoejoso tercatat pernah menetap di beberapa kota seperti Batavia, Kediri, Semarang, Bandung, Surabaya dan beberapa kota lainnya. Kerap berpindah-pindah tempat tinggal tidak membuatnya melupakan perjuangannya kepada negerinya. Abikoesno Tjokrosoejoso tercatat merupakan anggota dari PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia). Bahkan, di tahun 1934 dirinya pernah memimpin PSII setelah sebelumnya menjadi ketua cabang PSII di daerah Kediri pada tahun 1923.
Baca juga: Biografi Achmad Soebardjo, Perumus Piagam Jakarta dan Menteri Luar Negeri Pertama Indonesia
Dalam kipranya di dunia politik, beliau dikenal cukup kritis dan kerap kali melontarkan pidato yang mengkritisi kebijakan tanah di Hindia-Belanda yang kerap kali merugikan kaum bumiputera. Dia dikenal sebagai salah satu anak muda yang cukup berani menyuarakan aspirasinya dan tidak segan-segan mengkritisi kebijakan pemerintah Belanda kendati dirinya merupakan kaum priyayi.
Abikoesno Tjokrosoejoso juga dikenal sebagai pemimpin majalah Sri Joyoboyo. Majalah ini terbit setiap minggunya dan seringkali memberitakan kejadian aktual dan factual. Bahkan, tidak jarang majalah ini juga memberitakan kasus dan kritik terhadap penyelewengan kebijakan pemerintah kolonial yang seringkali merugikan kaum bumiputera dan rakyat miskin.
Ketertarikannya dalam dunia politik juga membuatnya kenal dengan beberapa tokoh politik dan pergerakan di masa tersebut seperti Soekarno, Alimin, Musso, Sampurno, Harimin Kartowisastro dan beberapa tokoh lainnya. Hal ini tidak terlepas dari kakaknya, H.O.S. Tjokroaminoto yang kala itu masih memimpin Sarikat Islam yang kerap kali mengajaknya melakukan pertemuan dengan banyak pihak.
Setelah memimpin PSII menggantikan H.O.S. Tjokroaminoto, Abikoesno Tjokrosoejoso juga tergabung dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang dibentuk pada tahun 1939. Badan ini sendiri mewadahi kepentingan bangsa Indonesia dan rakyat dalam berbagai bidang seperti ekonomi, budaya dan lain-lain.
Sepak Terjang Abikoesno Tjokrosoejoso Semasa Pendudukan Jepang Hingga Kemerdekaan
Semasa pendudukan Jepang di tahun 1942, Abikoesno Tjokrosoejoso juga ditarik oleh para pemimpin militer pendudukan Jepang di Indonesia guna membantu mereka untuk meyakinkan rakyat agar mau bekerja sama dengan pihak Jepang. Abikoesno Tjokrosoejoso kemudian menjadi ketua sub-seksi keislaman di dalam gerakan 3A yang terkenal dengan semboyan “Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia”. Namun, gerakan 3A tidak terlalu sukses dan kemudian dibubarkan lalu digantikan dengan Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Di lembaga ini Abikoesno Tjokrosoejoso juga menjabat posisi yang penting, yakni Chuo Sangi-in (Dewan pertimbangan pusat) dari para golongan muslim.
Pada tahun 1945, Abikoesno Tjokrosoejoso bergabung dengan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dirinya menjadi perwakilan golongan Islam bersama Ki Bagus Hadikusumo, KH Abdul Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir, H. Agus Salim, dan KH Ahmad Sanusi. Beliau kemudian menjadi bagian pula dari anggota Panitia Sembilan yang kelak akan merumuskan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang nantinta akan menjadi Pancasila. Abikoesno Tjokrosoejoso juga dikenal sebagai orang yang mengagas “Sumpah Presiden” saat kelak dilantik.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekannya, Abikoesno Tjokrosoejoso ditunjuk sebagai Menteri Perhubungan pada 19 Agustus 1945. Dirinya tercatat sebagai menteri perhubungan pertama dan menjabat hingga bulan November 1945. Namun, di tahun 1946 dirinya sempat dituduh terlibat dalam peristiwa kudeta yang dipimpin oleh Tan Malaka. Dirinya kemudian menjadi tahanan negara dan sempat berpindah-pindah tempat penahanan dari Tawangmangu, Ponorogo hingga Madiun. Dirinya kemudian diberikan grasi pada tahun 1948.
Abikoesno Tjokrosoejoso kembali menduduki jabatan Menteri Perhubungan untuk ke-2 kalinya pada tahun 1953. Namun, dirinya kemudian memilih mengundurkan diri di tahun 1954. Selepas berhenti dari Menteri, dirinya kembali aktif di PSII sembari meneruskan pekerjaanya di bidang arsitektur.
Kendati dikenal sebagai seorang politikus, Abikoesno juga tidak melupakan dirinya sebagai seorang arstitektur yang cukup terkemuka. Bahkan, dirinya dikenal atas sumbangsinya di dunia arsitektural Indonesia sebagai tokoh yang menggabungkan pemikiran filosofis barat dan timur dalam dunia rancang bangun. Beberapa karya asitekturalnya yang diketahui adalah Masjid Asy-Syuro Garut, Pasar Cinde Palembang, Gedung Museum M.H. Thamrin, dan Masjid Syuhada Kota Baru Yogyakarta.
Akhir Hayat Abikoesno Tjokrosoejoso
Abikoesno Tjokrosoejoso meninggal di usianya yang menginjak 71 tahun pada 11 November 1968. Dirinya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di kota Surabaya. Pada tanggal 9 November 1992, dirinya dan delapan anggota BPUPKI lainnya turut mendapatkan tanda jasa Bintang Republik Indonesia Utama dari Presiden kala itu, yakni Soeharto.
Itulah biografi lengkap dari seorang Abikoesno Tjokrosoejoso, salah satu perumus Piagam Jakarta yang tidak banyak dikenal atau bahkan dilupakan oleh masayarakat.