Biografi Abdul Kahar Muzakkir, Intelektual Muslim Sekaligus Politikus Masa Pergerakan

Biografi Abdul Kahar Muzakkir, Intelektual Muslim Sekaligus Politikus Masa Pergerakan – Pada kurun waktu periode 1900-1940an, banyak tokoh perjuangan Indonesia yang memilih cara politik maupun pergerakan dalam melawan kolonialisme Belanda di awal abad ke-20. Langkah ini menjadi cukup berpengaruh di masa tersebut sehingga munculnya masa yang disebut dengan “Masa Pergerakan” di Indonesia. Dalam masa ini, sepak terjang para calon pendiri bangsa atau founding fathers juga mulai tersorot oleh banyak pihak.

Pada masa ini, beberapa nama seperti Soekarno, Tan Malaka, Sutan Sjahrir, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo dan beberapa nama lainnya mulai muncul di panggung perpolitikan Indonesia atau yang dulu masih bernama Hindia-Belanda dan gencar menentang kolonialis Belanda di tanah Nusantara. Salah satu tokoh yang juga muncul dan gencar menyuarakan kemerdekaan melalui jalur politik di masa tersebut adalah Abdul Kahar Muzakkir.

Profil / Biodata Abdul Kahar Muzakkir

Nama LengkapAbdoel Kahar Moezakir/Abdul Kahar Muzakkir
Tempat LahirGading, Playen, Gunung Kidul, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Karesidenan Yogyakarta, Hindia Belanda
Tanggal Lahir16 April 1907
Pendidikan– SD Muhammadiyah Selokraman Kotagede (Kelas 1 dan 2)
– Pondok Pesantren Gading, Yogyakarta
– Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta
– Manba’ul ‘Ulum Surakarta
– Pondok Pesantren Jamsaren, Surakarta
– Pondok Pesantren Tremas, Pacitan
– Pendidikan Tinggi di Arab Saudi (Institut tak diketahui)
– Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir
– Universitas Darul ‘Ulum (lulus tahun 1936)
AyahMuzakkir (Haji Muzakkir)
IbuSiti Khadijah binti Mukmin
Keluarga– Haji Masyhudi (Abdullah Arsyad) (Kakek dari Ayah)
– Haji Mukmin (Kakek dari Ibu)
– Kyai Kasan Besari (Kakek Buyut dari Ayah)
– Siti Jauharo (Anak)
Status– Intelektual
– Politikus
– Tenaga Pengajar
– Rektor
AgamaIslam

Biografi Lengkap Abdul Kahar Muzakkir

Latar Belakang Kehidupan Abdul Kahar Muzakkir

Abdul Kahar Muzakkir dikenal sebagai salah satu tokoh yang lahir atau berasal dari Kota Yogyakarta atau Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Beliau lahir ada 16 April 1907 di sebuah daerah bernama Gading, Playen, Gunung Kidul, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Karesidenan Yogyakarta, Hindia Belanda. Wilayah tersebut, kini masuk ke dalam Kabupaten Gunung Kidul, D. I. Yogyakarta.

Beliau lahir dari pasangan Haji Muzakkir dan Situ Khadijah binti Mukmin. Abdul Kahar Muzakkir juga memiliki nama kecil, yakni Dalhar. Kakek beliau dari garis keturunan ayah merupakan seorang tokoh Muhammadiyah di Kotagede, Kesultanan Yogyakarta dan sekaligus menjadi guru agama di Masjid Gede Kauman, Yogyakarta. Kakeknya bernama Haji Mashyudi, meskipun beberapa sumber menyebutkan nama Abdullah Arsyad.

Ayah beliau sendiri, yakni Haji Muzakkir dikenal juga sebagai seorang tokoh di organisasi Muhammadiyah. Selain itu, ayahnya juga menggeluti dunia perdagangan dan juga menjadi guru agama di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta kala itu. Hal inilah yang membuat Abdul Kahar Muzakkir cukup lekat dengan dunia dakwah islam, khususnya organisasi Muhammadiyah.

Salah satu fakta yang cukup unik adalah Abdul Kahar Muzakkir memiliki garis keturunan dari Kyai Kasan Besari. Beliau merupakan salah satu panglima atau jendral perang laskar Pangeran Diponegoro saat Perang Jawa. Bahkan, disinyalir pemahaman agama yang diturunkan dari kakek, ayah hingga Abdul Kahar Muzakkir sendiri juga masih segaris dengan apa yang ditelaah oleh Kyai Kasan Besari di masa lampau.

Masa kecil dari Abdul Kahar Muzakkir sendiri dihabiskan dengan banyak mengenyam pendidikan. Dirinya pernah mengenyam pendidikan dasar di SD Muhammadiyah Selokraman, Kotagede, Yogyakarta. Namun, dirinya hanya sampai mengenyam pendidikan hingga tingkat ke-2. Lalu, dirinya melanjutkan pendidikannya di beberapa pondok pesantren di sekitar Yogyakarta dan Keraton Surakarta.

Beberapa pondok pesantren seperti Pesantren Gading dan Pondok Pesantren Krapyak di Yogyakarta disebut pernah menjadi tempat menuntut ilmu beliau semasa kecil. Kemudian, beliau melanjutkan pendidikannya di Manba’ul ‘Ulum di Surakarta. Lalu, beliau juga pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Jamsaren di Surakarta dan Pondok Pesantren Tremas di Pacitan hingga memasuki usia remaja.

Pada saat usia remaja, dirinya kemudian memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di jazirah Arab. Dirinya kemudian tiba di Arab Saudi pada tahun 1924 untuk melanjutkan pendidikannya. Namun, karena kondisi Arab Saudi sedang tak kondusif, pada tahun 1925 Abdul Kahar Muzakkir pindah ke Kairo, Mesir dan melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Kairo. Kemudian, dirinya melanjutkan pendidikannya di Universitas Darul ‘Ulum dan lulus pada tahun 1936.

Kehidupan sebagai Seorang Intelek Sekaligus Politikus

Abdul Kahar Muzakkir merupakan salah satu seorang intelek muslim asal Indonesia yang memiliki banyak pengetahuan dalam bidang politik dan bahasa. Setidaknya, dirinya bisa memahami 3 bahasa, yakni Arab, Inggris dan Belanda. Selain itu, saat mengenyam pendidikan di Kairo, Mesir, beliau juga beberapa kali tergabung dalam beberapa organisasi mahasiswa. Salah satunya adalah Perhimpunan Indonesia Raya di Mesir. 

Beliau juga ditunjuk mewakili mahasiswa asal Indonesia (Hindia-Belanda) dalam Kongres Islam sedunia yang kala itu dilaksanakan di Baitul Maqdis, Palestina. Pada Kongres tersebut, beliau ditunjuk menjadi sekretaris kongres. Dipilihnya beliau karena pada saat itu kemampuan Abdul Kahar Muzakkir diibaratkan seperti duta bagi Indonesia di dunia Arab dan karena kemampuan intelektualitasnya yang cukup disegani.

Pada pertengahan dekade 1930-an, Abdul Kahar Muzakkir kemudian kembali ke Hindia-Belanda (Indonesia) dan langsung kembali aktif di organisasi Muhammadiyah. Pada masa pendudukan Jepang, beliau kemudian ditarik masuk menjadi anggota dari BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) beserta beberapa tokoh negarawan lainnya seperti Soekarno, Drs. Moh. Hatta, A. A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo dan beberapa tokoh lainnya.

Beliau dikenal sebagai salah satu cendekiawan muslim yang cukup tersohor pada saat itu. Tak mengherankan jika baik pihak Indonesia maupun pihak Jepang yang memang gencar melakukan propaganda dengan pendekatan umat islam seringkali meminta bantuan atau sarannya dalam mempersatukan rakyat dan hal-hal lainnya. Beliau juga turut andil dalam perencanaan pembentukan STI (Sekolah Tinggi Islam) yang mulai dicanangkan sejak pertengahan tahun 1945.

Pendirian Sekolah Tinggi Islam dan Menjadi Rektor Pertama

Pendirian STI (Sekolah Tinggi Islam) yang dimulai pada tahun 1945 memang tak selalu mulus. belum genap setahun STI berdiri di Jakarta, pada tahun 1946 institut tersebut harus dipindahkan ke Yogyakarta karena agresi militer Belanda I. Pada masa awal pendirian STI, Abdul Kahar Muzakkir langsung ditunjuk sebagai rektor pertama kampus tersebut.

Pada tahun 1948, STI kemudian berubah nama menjadi UII (Universitas Islam Indonesia)  yang berkedudukan di Yogyakarta. Abdul Kahar Muzakkir pada masa perubahan nama tersebut tetap menjabat sebagai rektor UII. Namun, UII sempat ditutup kembali pada masa Agresi militer Belanda II dan baru kembali dibuka pada tahun 1949.

Beliau menjadi salah satu tokoh kampus UII yang cukup memiliki peran dalam Universitas tersebut. Beliau juga turut memperjuangkan status kampus UII agar diakui sebagai salah satu universitas di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Beliau juga kembali menjabat sebagai rektor UII pada tahun 1955-1960. Lalu, kemudian beliau menjabat sebagai dekan Fakultas Hukum UII dari tahun 1960 hingga akhir hayatnya.

Kehidupan Sebagai Seorang Cendekiawan Muslim Hingga Akhir Hayatnya

Abdul Kahar Muzakkir dikenal sebagai salah satu tokoh cendekiawan muslim Indonesia yang cukup memiliki pengaruh di masanya. Pada kurun waktu 1960-1970an, beliau beberapa kali mendapatkan undangan dari beberapa universitas ternama di dunia seperti Punjab University di Lahore dan dari mantan kampusnya, yakni Universitas Al-Azhar di Kairo.

Selain itu, dirinya juga beberapa kali menghadiri konferensi maupun kongres muslim di dunia dan beberapa kali meninjau lokasi konflik di timur tengah seperti di Yordania, Libya dan di Mesir. Bahkan, beberapa kali beliau juga hadir di front Yordania yang tengah menjadi medan konflik di timur tengah.

Di masa tuanya, beliau juga seringkali berada di Yogyakarta sembari tetap menjalankan kewajibannya sebagai dekan fakultas hukum UII. Beliau kemudian wafat pada 2 Desember 1973 di Yogyakarta. Atas jasa-jasanya, beliau kemudian dianugerahi gelar pahlawan nasional pada tahun 2019 oleh Presiden Republik Indonesia kala itu, Joko Widodo.

Demikianlah profil singkat serta biografi lengkap dari seorang Abdul Kahar Muzakkir.

Bagikan di:

Artikel dari Penulis