Kampus dan Segudang Koloni Dedemit yang Menyertainya: Bagian Satu – Seperti kebanyakan tempat di Indonesia, baik itu sekolah, gedung desa, juga kampus perguruan tinggi pasti memiliki mitos tentang hantu. Lengkap dengan latar belakang yang turut menyertainya. Latar belakang paling umum untuk dikarang adalah bahwa tempat itu dulunya adalah kuburan. Dari zaman saya duduk di bangku sekolah dasar (SD) sampai bangku kuliah selalu ada mitos tersebut. Alih-alih menjadi sesuatu yang usang, cerita karangan tersebut semakin menjadi-jadi dan terasa menyebalkan.
Bicara soal hal mistis, saya teringat perkataan mbah saya dulu. Kira-kira beliau bilang bahwa tempat yang siang harinya ramai dengan manusia dan malam harinya tak berpenghuni, maka sangat berpotensi untuk menjadi naungan makhluk halus. Tak terkecuali, kampus saya saat ini.
Kampus saya di malam hari lebih terasa seperti bangunan tua yang berisikan lorong-lorong gelap. Kamar mandi dengan pintu yang sudah copot. Banyak tikus tak tahu diri yang besarnya segede kucing. Sungguh spot yang mendukung gembong jahat demit untuk mengambil kekuasaan pada malam hari.
Laboratorium kampus
Waktu setahun menjelang akhir kehidupan kuliah, saya gunakan untuk mengabdi pada lab tercinta dengan suka cita dan sedikit terpaksa. Mau tidak mau, saya perlu untuk mengambil data di laboratorium guna menuntaskan penelitian akhir. Selain itu sekedar untuk membantu tugas dosen. Bisa dibilang ciri khas mahasiswa akhir beneran lah.
Lab saya berada di pojokan lorong lantai 2. Sebelah kanan dari lab terdapat tangga dan sebelah kiri terdapat ruangan lab lain. Lab saya terbilang cukup sepi penghuni ketika malam hari, hal tersebut dikarenakan memiliki anggota perempuan yang lebih banyak ketimbang laki-laki. Sehingga akan nampak nyungkani kalau mereka menginap di lab.
Kondisi ini berbeda dengan lab sebelah yang memang banyak laki-lakinya. Lab sebelah, seringkali melakukan kegiatan eksperimental dan cenderung paling ramai ketimbang lab-lab yang ada di sekitarnya. Dari simulasi turbin air hingga perancangan mekanik.
Undangan dosen
Malam itu, dosen saya yang selaku ketua laboratorium meminta saya untuk datang ke lab. Saya menyadari bahwa nanti pasti akan menginap karena waktu saat itu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Dengan tegar hati saya datang menuju lab.
Kampus pada saat itu sudah benar-benar sepi. Terlihat gerbang utama hanya dibuka setengah saja. Pertanda tak lama lagi akan segera ditutup. Sesampainya saya di lab, ternyata saya tidak sendirian. Ternyata pak dosen juga akan ikut menemani saya beserta satu rekan lagi. Namanya Rudi, atau yang biasa saya panggil mas Rudi. Beliau bukanlah sosok asing bagi saya. Mas Rudi satu tahun lebih senior dari saya. Kami telah saling kenal semenjak tinggal di asrama kampus pada tahun pertama kuliah.
Setelah berbincang tentang hal yang tak penting, pak dosen mulai memberikan penjelasan tentang tugas yang akan diberikan malam itu. Kalau tidak salah yang kami kerjakan pada waktu itu adalah laporan penelitian anggota lab yang jumlahnya bukan main banyaknya.
Awal malam
Pada awal malam, tak ada hal-hal aneh yang terjadi. Bahkan saya menyempatkan diri berkunjung ke lab tetangga untuk mengusir jenuh karena terlalu lama di depan komputer. Pada saat saya berkunjung lab tersebut kebetulan sepi. Malam itu tak seperti biasanya, hanya terdapat tiga orang saja di dalam lab itu. Saya pun hanya sekadar mengucap sapa dan pergi begitu saja. Maklum, kalau saya berlama-lama pasti nanti akan terbuai dalam obrolan dan itu akan menyita banyak waktu.
Saat waktu menunjukkan pukul 10 malam. Saya bersama Mas Rudi kebetulan bersama-sama kebelet pipis dan sama-sama menuju kamar mandi. Lokasi kamar mandi mengharuskan kami melewati lab sebelah. Terlihat lampu pada ruangan lab sebelah masih menyala, menandakan bahwa masih ada penghuninya. Mungkin mereka juga sedang lembur.
Tengah Malam
Poin demi poin terselesaikan. Tak terasa 3 jam berlalu dan sekarang waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 12 tepat tengah malam. Ini kali kedua saya berada di kampus sampai tengah malam. Sebelumnya saya lakukan dalam dua pekan yang lalu, urusan lab tentunya.
Jam pada pojok dekstop komputer menunjukkan pukul 1 dini hari. Pak dosen sedang tertidur pulas di ruang tengah. Hanya menyisakan saya dan Mas Rudi yang masih terjaga. Dengkuran pak dosen cukup kuat dan nyaring bunyinya. Saya dan Mas Rudi tak banyak berbincang malam itu. Melihat ia fokus dalam menuntaskan tugas, saya juga menutupi kuping dengan handsfree. Seolah kami memberikan sinyal bahwa tak perlu banyak omong dan cepat selesaikan bagian masing-masing.
Sepertiga Malam
Pukul 2 dini hari, akhirnya tugas telah selesai, bingo! Masih ada waktu kurang lebih 3 jam sebelum subuh. Saya selesai lebih cepat 10 menit dari Mas Rudi. Setelah itu karena cukup penat memandang layar laptop selama 5 jam, maka kami putuskan untuk segera tidur. Tak ada hal yang istimewa dari sebuah laboratorium kampus. Tak ada kasur ataupun selimut. Saya membawa sarung khusus dari kos dan menggunakan tas yang berfungsi sebagai bantal. Dengan beralaskan kardus bekas, Mas Rudi mulai mematikan lampu lab.
Semuanya berawal dari sini. Pada 5 menit awal saya memejamkan mata, feeling saya tak begitu menyenangkan. AC yang masih dinyalakan dalam ruangan membuat saya merasa cukup kedinginan. Alas kardus dan dinginnya lantai jadi kombinasi yang tak bersahabat buat tubuh saya.
Sialnya, suara dari lab sebelah membuat saya semakin sulit untuk memejamkan mata. Nampak begitu ramai, suaranya seolah-olah seperti ada orang yang memindahkan barang. Suara gesekan besi dengan lantai, diikuti oleh suara derap langkah kaki. “Sialan, sudah malam masih saja sibuk” Umpat saya dalam hati kala itu.
Sudah 20 menit berlalu dan saya masih belum dapat tertidur. Susah rasanya karena suhu dingin dan ramainya lab sebelah. Ditambah, aduhai sial pak dosen masih tetap tidur sambil mendengkur dengan kerasnya. Biasanya, saya mengakali suara berisik dengan tidur memakai handsfree. Lagu-lagu mellow dan akustikan berasa pas untuk membuai kesadaran saya menuju mimpi ke dalam buaian pulau kapuk. Namun ruangan terlalu gelap dan dingin, membuat saya malas untuk sekedar bergerak dan mengambil handfree yang ada di meja tempat saya bertugas tadi.
Tapi tunggu dulu, ini aneh. Suara berisik dari lab sebelah tak kunjung berhenti. Dalam beberapa momen, justru terasa makin ramai saja. Kejanggalan lainnya adalah tak ada suara manusia. Biasanya, dalam kondisi sehening apapun. Apabila langkah dan gerakan terdengar, maka sayup-sayup suara manusia pasti akan mengiringi. Namun kali ini tak ada! Keparat, rasa kantuk saya yang mulai datang, sontak hilang tak berbekas!
Saya pun mulai berdoa dan saya ulangi berkali-kali. Saking cepatnya saya berdoa mungkin orang akan susah membedakan apakah saya sedang mengucapkan ayat-ayat Tuhan atau sedang meramal nomor togel. Apesnya, ramainya lab sebelah semakin menjadi-jadi. Duh Gusti! Ini doa saya yang salah atau memang dosa saya yang terlalu menumpuk.
Bersambung…