Masa Depan Wibu dalam Pusaran Metaverse

Masa Depan Wibu

Masa Depan Wibu dalam Pusaran MetaverseKonsep yang ditawarkan metaverse sebetulnya bukanlah hal yang baru bagi para wibu. Konsep di mana setiap orang dapat melakukan interaksi secara langsung pada ruang maya melalui video, Augmented Reality ataupun Virtual Reality. Gagasan ini mulai naik ke permukaan setelah Mark Zuckerberg, CEO Facebook, mengganti nama perusahaannya menjadi Meta. Potongan kata dari metaverse barangkali. Seolah ingin mendeklarasikan kepada dunia bahwa Mark bersama gengnya bakal jadi garda terdepan dalam persaingan eksplorasi dan ekspansi dari dunia tak terbatas, Metaverse. 

Dalam metaverse, Anda dapat melakukan apa saja. Bekerja, bertemu kawan, melakukan meeting bersama perusahaan, membeli properti, kendaraan, pakaian, hingga kegiatan haha hihi seperti berkencan atau jalan-jalan. Properti atau barang apa pun yang telah Anda beli juga memiliki sertifikat originalitas. Nyaris seperti dunia paralel, bumi kedua. Maka hal ini memungkinkan Anda dapat hidup seharian dalam dunia virtual tersebut, kecuali untuk urusan perut barangkali.

Saat ini, para gamers sebenarnya sudah menikmati prototype dari metaverse ini. Pemain Fortnite, Minecraft, dan Roblox semisal. Selain itu, konser maya dalam dunia metaverse juga pernah dilakukan oleh musisi terkenal seperti Justin Bieber. Yang meskipun, fitur-fitur yang dapat dirasakan di hari ini hanyalah potongan kecil dari metaverse yang sesungguhnya, baru di tepian teknologinya saja. 

Dunia tersebut menjadi utopia tersendiri bagi kaum Wibu. Untuk yang masih belum tau, maka Wibu adalah mereka yang menggemari segala sesuatu tentang jejepangan. Bisa anime, game, manga, pop idol, dll. Dalam metaverse, Anda juga dapat mewujudkan tampilan karakter seperti yang Anda idamkan. Menjadi sekeren Sasuke dalam serial Naruto, atau sekuat Luffy dalam One Piece. Selain itu, Anda juga dapat merasakan pengalaman hidup dalam dunia fantasi ala-ala game MMORPG. Bertemu karakter dengan berbagai macam ras, dari humanoid, elf, hingga daredevil. Atau, memimpikan reinkarnasi dalam kehidupan kedua, semisal menjadi putra bangsawan dalam kerajaan adidaya, atau jadi pahlawan yang mengemban tugas menyelamatkan dunia dari cengkraman raja iblis. Semua dapat dilakukan dan diwujudkan dalam Metaverse. 

Baca juga: Empat Alasan yang Menjadikanmu Tak Harus Lari ketika Bertemu dengan Seorang Wibu

Sebuah konsep cerita di mana tokoh utama kembali hidup dalam dunia lain, kiranya sudah menjadi genre baru dan populer dalam dunia anime. Genre tersebut berlabel Isekai. Isekai sendiri secara harfiah berarti dunia lain. Dan salah satu anime yang paling dikenal dalam genre ini adalah Sword Art Online. Yang sampai hari ini, telah muncul setidaknya 3 season. Seri yang ditulis oleh Kawahara Reki tersebut setidaknya jadi yang paling fenomenal menurut saya dalam menjadi inisiator Isekai kepada dunia anime. 

Pendek cerita, Pada tahun 2022, permainan Virtual Reality Massively Multiplayer Role-Playing online (VRMMORPG) bernama Sword Art Online (SAO), diluncurkan. Dengan Nerve Gear, helm virtual reality yang merangsang panca indera pengguna melalui otak mereka, pemain dapat merasakan dan mengontrol karakter dalam game mereka dengan pikiran masing-masing. Pada tanggal 6 November 2022, semua pemain log in untuk pertama kalinya, kemudian menemukan bahwa mereka tidak dapat log out atau keluar dari permainan. Mereka kemudian diberitahu oleh Kayaba Akihiko, pencipta SAO, bahwa jika mereka ingin bebas, mereka harus mencapai lantai 100 menara permainan dan mengalahkan bos terakhir. 

Namun, jika avatar mereka meninggal dalam game, tubuh mereka juga mati di dunia nyata. Cerita berikut Kirito, pemain terampil yang bertekad untuk mengalahkan permainan. Karena permainan berlangsung selama dua tahun, Kirito akhirnya berteman dengan pemain wanita bernama Asuna dan akhirnya ia jatuh cinta. Setelah duo tersebut menemukan identitas avatar Kayaba di SAO, mereka menghadapi dan berhasil mengalahkan dia. Betapa kerennya, bukan? Saya sarankan Anda untuk menonton anime ini guna memahami gambaran kecil dari metaverse. Setidaknya, dapat gambarannya saja dulu. Yang tentu saja, kecelakaan yang terjadi seperti didalam SAO tidak diharapkan terjadi dalam metaverse nantinya. 

Setelahnya, anime/manga bergenre Isekai lebih banyak bermunculan. Dari Log Horizon, Re: Zero, Konosuba, dan segudang anime lainnya. Isekai seolah jadi harapan sekaligus pelarian bagi mereka yang menggemarinya. Menyelam dalam luapan imaji, melupakan betapa busuk dan bobroknya dunia nyata. Beberapa studio anime yang menyadari kondisi tersebut berbondong-bondong menggarap anime genre Isekai. Dalam satu season anime terakhir katakanlah, saya temui nyaris ada 4 atau 5 anime sekaligus bergenre Isekai. Tentu saja langkah yang diambil beberapa studio anime tersebut disebabkan karena memang marketnya ada dan publik menyukainya. 

Dalam “Baca Buku ini Saat Engkau Lelah” karya Munita Yeni, dikatakan bahwa beberapa manusia memiliki pelarian dari realita menuju dunia imaji hasil ciptaan mereka sendiri. Rekaan pikiran dari masing-masing orang. Pernahkah Anda membayangkan hidup menjadi super hero selepas menonton film Marvel? Atau kebayang jadi musisi terkenal tatkala merasakan segarnya membasuh badan di kamar mandi? Maka bisa jadi Anda sedang berada di dalam Dunia Imajiner. Yeni menamai dunia ini dengan sebutan Dunia Mars. Sebuah dunia ideal, dengan kondisi, karakter, dan waktu yang dikustomisasi sedemikian rupa oleh pemikirnya. Dalam kasus ekstrem, pemikirnya dibuat begitu nyaman ketika menyelami Dunia Mars, meski pada faktanya Dunia Mars justru membuat lelah siapapun yang terjebak di dalamnya. Karena seseorang dibuat terus menerus mengharapkan kondisi di dunia nyata menjadi seideal Dunia Mars. Makin tidak sesuai, maka akan semakin lari dari dunia nyata dan hanyut dalam bayangan Dunia Mars. Lantas, bagaimana dengan metaverse? 

Metaverse ini dapat saya katakan, agaknya menjadi perwujudan nyata dari Dunia Mars. Ia dapat mewujudkan dunia ideal yang dicari setiap orang yang tidak puas dengan realita di hari ini. Bila Dunia Mars yang kita kenal saat ini hanya hidup dalam pikiran dan dapat dipahami oleh individu yang memikirkannya saja, dalam Metaverse akan jadi lebih majemuk kepada setiap orang. Bagi kaum Wibu, tentu ini jadi amat menyenangkan. Jangankan perwujudan nyata dari Dunia Mars, hanyut di dalam pikiran saja sudah bagai candu yang menyelimuti kehidupan. 

Menyoal dampak dari Metaverse ini, apabila dari sisi positif, saya sangat yakin kita semua dapat memahaminya. Tentu saja, bagi para Wibu sekalipun. Semisal melakukan kontes Cosplay Virtual yang mempertemukan kontestan antarnegara dalam satu ruang yang dapat diakses di mana pun dan oleh siapa pun, atau pagelaran kembang api maha dahsyat pada tahun baru, atau bisa juga menikmati siang yang damai nan syahdu tatkala sakura sedang bermekaran. Sialan, membayangkannya saja membuat Saya bersemangat bukan kepalang. 

Lantas bagaimana dengan negatifnya? Tentu saja ada. Enggak kalah banyak malah. Seperti keberadaan internet dan game online di hari ini, membuat orang candu bukan main. Kita bicara teknologi saat ini, di mana seseorang memainkan game atau internet dalam kondisi mereka masih dapat merasakan kehadiran dunia nyata. Lalu, bagaimana ketika alat menuju Metaverse sejenis Nerve Gear dapat dioperasikan ketika seseorang tertidur, dimana keseimbangan antara dunia virtual dan dunia nyata mungkin hanya 80 berbanding 20? Metaverse benar-benar akan menjadi pelarian yang paripurna bagi mereka yang mengharapkannya. 

“Kalau saya bisa hidup nyaman dalam dunia ideal, lantas mengapa saya harus bersusah payah untuk menjalani realita yang sama sekali tak memihak?”Barangkali, alasan tersebut akan jadi kambing hitam di masa mendatang. Namun, sisi positifnya adalah, saking realistisnya Metaverse, seseorang dapat mencari penghidupan disana. Kalau dimanfaatkan betul, ini bisa jadi kegiatan produktif yang positif. Namun, jangan salah, diperlukan regulasi yang jelas dari pemerintah dalam mengatur keberadaan tatanan baru ini. Seperti penentuan upah minimum barangkali, haha. Atau regulasi yang jelas dalam menindaklanjuti kejahatan yang berpotensi terjadi di metaverse. Seperti tindak pelecehan kepada user perempuan dalam Metaverse Facebook yang terjadi beberapa waktu lalu. Hal ini harus dipikirkan matang-matang oleh pemangku kebijakan terkait agar kejadian serupa dapat meminimalisir risiko yang dapat terjadi di masa mendatang. Lantas, sudahkah Indonesia bersiap menuju Masyarakat 6.0?

Editor: Widya Kartikasari

Bagikan di:
[simple-author-box]

Artikel dari Penulis