Hidup ini Sudah Kejam, Malah Menjadi Fans Tottenham

Hidup ini Sudah Kejam, Malah Jadi Fans Tottenham

Banyak yang mungkin masih bertanya-tanya, mengapa ada orang yang mendukung klub sepak bola yang tidak jelas seperti Tottenham Hotspurs?

Pasalnya, klub sakti yang selalu gagal angkat piala beberapa tahun belakangan ini banyak mendapatkan ledekan dari fans-fans sebelah. Mulai dari ayam kampung, ayam sayur sampai ayam geprek.

Bahkan, dalam Urban Dictionary, ada istilah “Spursy” yang berarti konsisten untuk selalu gagal memenuhi harapan. Istilah ini tentu muncul karena siapa lagi kalau bukan klub ini.

Maka, kalau misalnya ada nominasi klub yang paling sering di-bully, sepertinya nama Tottenham wajib dipertimbangkan.

Dengan semua prestasi yang dimiliki, maka menjadi fans Tottenham memang banyak sekali cobaannya. Jangan diungkit kekalahan 0-2 dari Arsenal maupun 2-4 dari Manchester City beberapa waktu lalu. Itu sih tidak ada apa-apanya.

Setiap musim kami seakan diberikan harapan. Mulai dari final Liga Champions 2019 sampai final Piala FA 2021. Kalau rasa kecewa itu bisa di-convert menjadi saldo Dana, sepertinya fans Tottenham sudah punya cabang Mixue sendiri.

Maka pertanyaan “kenapa mau menjadi fans klub ini?” sangat logis untuk sering dilontarkan, termasuk diajukan kepada penulis sebagai fans Tottenham sejak era Gareth Bale dan Luka Modric masih di sana.

Pertanyaan ini bukan sekali dua kali penulis dapatkan. Akan tetapi, bukannya menjawab, penulis hanya terdiam. Malah ikut-ikutan bertanya, “Iya. ya. Kenapa?”

Kalau mendukung Manchester United, sih, akan ada banyak alasan. Misalnya karena adanya sosok Cristiano Ronaldo. (Eh, dia kan sudah “hengkang” ke Al-Nassr). Karena punya pemain sekelas Harry Maguire. Atau karena puluhan trofi yang dimiliki, meskipun harus terangkum dalam kata “dulu”, sih.

Ah, namanya juga cinta. Kalau bisa dijelaskan kenapa kok mencintai,itu sudah bukan cinta lagi namanya. Akan tetapi, mengapa Tottenham? Kayak gak ada klub lain aja. Sudah klub yang kalahan di final, hobi puasa gelar pula. Apa faedahnya?

Eits, tunggu dulu! Sebenarnya menjadi fans Tottenham itu ada manfaatnya kok. Salah satunya adalah kita akan menjadi individu yang sabar dan bermental baja. Sebuah sifat yang sangat dibutuhkan di abad ini. Lihat saja di sekitar kita, berapa banyak manusia yang terluka dan dikecewakan oleh keadaan.

Mau kangen,  tapi bukan siapa-siapa. Udah lama PDKT terus jadian (jadi teman doang). Mau pesan jasa photoshoot wisuda, tapi malah ditegur sama teman, “Elu kan masih Bab II, gblk!”

Memang, tidak semua kenyataan itu indah. Selalu ada rasa kecewa yang menyertai harapan kita. Akan tetapi, kalau pembaca sekalian menjadi fans Tottenham, maka kalian akan terlatih untuk menghadapi semua itu. Ya, meski tertatih juga, sih.

Hidup ini kejam, eh, ketambahan menjadi fans Tottenham pula. Tapi di situlah kita belajar perihal kesabaran untuk menghadapi realita. Kita akan menjadi orang yang multitasking di bidang menahan rasa kecewa.

Bahkan, bagi kalian yang ingin sehat mental, kalian perlu mencoba menjadi fans Tottenham. Tidak perlu belajar psikologi, tidak perlu datang ke psikiater, bahkan tidak perlu meditasi. Kalian akan bisa menjadi orang yang sabar dan tawadhu.

Kalau tidak percaya, coba nanti kalian melakukan penelitian tentang pengaruh menjadi fans Tottenham terhadap kesehatan mental. Bisa juga tuh dijadikan judul skripsi, asal dosen pembimbingmu bukan fans Arsenal.

Bahkan, kalau menjadi fans klub ini, kita juga tidak perlu repot-repot belajar filsafat stoikisme yang akhir-akhir ini lagi populer itu. Kita akan terbiasa untuk mengontrol diri dari ekspektasi berlebihan.

Baca juga: Meredam Cemas dengan Stoic

Sepertinya, Tottenham memang diciptakan bersamaan dengan Tuhan menciptakan Zeno, Seneca, Marcus Aurelius, Ferry Irwandi, maupun Henry Manampiring yang menulis buku Filosofi Teras itu.

Kita akan terbiasa hidup dengan paradigma agar tidak menaruh harapan lebih. Dengan itu, kita akan terhindar dari perasaan kecewa berlebih yang membuat ingin misuh-misuh. Hidup bisa jadi lebih adem-ayem apapun kondisinya.

Seperti di laga melawan Manchester City beberapa waktu lalu, misalnya. Sudah unggul dua gol, tapi akhirnya kalah 4-2. Siapa yang sakit hati? Apakah kami sebagai fans Tottenham? Tentunya tidak, karena kami, ya, sudah terbiasa.

Editor: Widya Kartikasari
Illustrator: Salman Al Farisi

Bagikan di:

Artikel dari Penulis