Biografi Soemitro Djojohadikusumo, Tokoh Ekonom Era Orde Baru Sekaligus Ayah dari Prabowo Subianto – Berbicara mengenai tokoh ekonomi di Indonesia, khususnya pada masa Orde Baru, pastinya tidak akan terlupakan nama Soemitro Djojohadikusumo. Mantan Menteri Keuangan Indonesia Ke-8 dan juga Mantan Menteri Perdagangan Indonesia Ke-7 ini merupakan salah satu ekonom terkemuka di Indonesia, tidak hanya di masa Orde lama, namun juga pada masa orde baru. Selain itu, dirinya juga merupakan ayahanda dari Presiden terpilih Republik Indonesia ke-8, yakni Prabowo Subianto. Berikut biografi lengkap dari Soemitro Djojohadikusumo.
Profil Singkat Soemitro Djojohadikusumo
Nama | Soemitro Djojohadikoesoemo |
Tempat Lahir | Gombong, Karanganyar (Sekarang Kabupaten Kebumen), Jawa Tengah |
Tanggal Lahir | 29 Mei 1917 |
Pendidikan | – Europeesche Lagere School (Sekolah Dasar Belanda-Eropa) – Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (Sekolah Pendidikan untuk Calon Pegawai Negeri bagi Pribumi) di Banyumas, Jawa Tengah – Nederlandsche Economische Hogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, Belanda – Kursus Filosofi dan Sejarah di Université de Paris di Paris, Prancis |
Ayah | Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo |
Ibu | Siti Katoemi Wirodihardjo |
Keluarga | – Dora Marie Sigar (Istri) – Biantiningsih Miderawati Djiwandono (Anak) – Marjani Ekowati Lemaistre (Anak) – Prabowo Subianto (Anak) – Hashim Djojohadikusumo (Anak) – Raden Tumenggung Kertanegara (Leluhur) – Raden Joko Kaiman (Leluhur) |
Profesi | – Politikus – Menteri – Ahli Ekonomi |
Agama | Islam |
Biografi Soemitro Djojohadikusumo
Latar Belakang dan Kehidupan Pribadi Soemitro Djojohadikusumo
Soemitro Djojohadikusumo lahir di Gombong, Karanganyar (Kini Kabupaten Kebumen), Jawa Tengah pada 29 Mei 1917. Dirinya merupakan anak dari pasangan suami-istri Raden Mas Margono Djojohadikusumo dan Siti Katoemi Wirodihardjo. Dirinya lahir dari keturunan bangsawan Jawa dari silsilah Raden Tumenggung Kertanegara atau Pangeran Banyakwide dari garis keturunan ayahnya. Ayahnya sendiri ketika lahir juga menjabat sebagai pegawai tingkat menengah dalam pemerintahan kolonial di wilayah Karangayar.
Lahir dari keturunan bangsawa atau priyayi Jawa membuat tumbuh menjadi anak yang lekat dengan kehidupan bangsawan. Dirinya juga diketahui bersekolah Di Europeesche Lagere School atau Sekolah Dasar Belanda-Eropa. Lulus dari tingkat pendidikan dasar, dirinya lalu melanjutkan ke Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren di Banyumas. Sekolah ini merupakan sarana pendidikan khusus bagi para calon pegawai negeri Pribumi di masa Hindia-Belanda.
Baca juga: Biografi Prabowo Subianto, Catatan Singkat Perjalanan Karier
Usai lulus dari pendidikan dasar dan menengah di tahun 1935, Soemitro Djojohadikusumo kemudian melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi di Belanda. Dirinya termasuk beruntung karena tidak banyak priyayi yang melanjutkan pendidikan ke luar negeri pada dekade 1930-1937 karena sedang ditimpa krisis ekonomi besar-besaran di dunia kala itu. Dirinya memilih melanjutkan studinya ke Nederlandsche Economische Hogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, Belanda.
Selama menimba ilmu di Belanda, dirinya juga disebutkan pernah mengikuti kursus filosofi dan sejarah di Université de Paris di Paris, Prancis atau yang kini dikenal dengana nama La Sorbonne antara tahun 1937-1938. Soemitro sendiri akhirnya menyelesaikan studinya pada tahun 1938 dengan mendapatkan gelar sarjana dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi juga di Rotterdam, Belanda. Dirinya kemudian menyelesaikan disertasinya pada tahun 1943 yang pada masa itu pihak Nazi Jerman telah berhasil menguasai Belanda saat Perang Dunia II.
Semasa berkuliah di Eropa, Soemitro Djojohadikusumo dikenal pernah mendaftar ke Brigade Internasional yang kala itu merupakan unit paramiliter dalam Perang Saudara Spanyol. Namun, dirinya ditolak karena terlalu muda. Pada akhirnya dirinya lebih memilih mendukung pihak Republikan dalam perang tersebut dengan cara penggalangan dana.
Dirinya juga kerap kali menjadi volunteer atau relawan di Belanda kala itu yang memiliki tugas menyelamatkan pelaut asal Indonesia yang terdampar di Belanda karena perang dunia atau sebab lain. Dikarenakan dirinya tidak memungkingkan untuk pulang ke Hindia-Belanda karena Belanda sedang diduduki oleh Jerman, Soemitro pada akhirnya menghabiskan waktu sekitar 2 tahunnya hingga perang di Eropa berakhir pada tahjn 1945 untuk mempelajari perekonomian di Indonesia atau kala itu masih Hindia-Belanda.
Awal Karier sebagai Politikus dan Diplomat Negara
Setelah perang berakhir, Soemitro tidak langsung kembali ke Indonesia yang kala itu telah mendeklarasikan kemerdekaanya. Dirinya ditunjuk menjadi salah satu perwakilan Belanda dalam acara pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa di London, Inggris pada tahun 1946. Namun, karena merasa kecewa dengan pemerintah Belanda saat itu, dirinya pada akhirnya memilih pulang ke Indonesia di tahun yang sama.
Sepulangnya ke Tanah air, Soemitro kemudian diangkat menjadi staff oleh Perdana Menteri kala itu, yakni Sutan Syahrir dan mulai bekerja di Kementerian Keuangan Indonesia. Dirinya juga sempat diculik oleh pasukan Persatuan Perjuangan bersama Sutan Syahrir dan Menteri Kemakmuran, Darmawan Mangunkusumo pada peristiwa 3 Juli 1946. Namun, ada rumor yang menyebut penculikan ini adalah skenario agar Soemitro Djojohadikusumo bisa berada di Amerika Serikat dan menjadi delegasi bagi Indonesia dalam urusan Ekonomi di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Dirinya juga sempat menjabat sebagai kepala kedutaan Indonesia di Amerika Serikat hingga tahun 1950.
Pada masa Agresi Militer Belanda II, Soemitro Djojohadikusumo kerap kali menjadi perwakilan dari Indonesia untuk menarik simpati dunia Internasional atas permasalahan Indonesia dan Belanda. Dirinya beberapa kali menjadi delegasi Indonesia di berbagai konferensi dan pertemuan Internasional. Dirinya juga berperan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag antara Indonesia dan Belanda. Kemampuannya sebagai seorang diplomat dan ekonom membuatnya dipercayai sebagai panitia ekonomi Indonesia di konferensi tersebut.
Ditunjuk sebagai Menteri sejak Masa Orde Lama hingga Orde Baru
Usai masa pengakuan kedaulatan oleh Belanda, Soemitro kemudian ditarik ke dalam pemerintahan dan ditunjuk sebagai Menteri Perdagangan dan Industri saat masa Kabinet Natsir. Saat menjabat menteri perdagangan dan Industri, dirinya lebih berfokus pada paham ekonomi yang menitikberatkan kekuatan perekonomian di aspek industrialisasi. Hal ini justru menjadi kebalikan dari Menteri Keuangan kala itu, yakni Syafruddin Prawiranegara yang menitikberatkan kepada kekuatan ekonomi Pertanian.
Semasa menjabat Menteri Perdagangan dan Industri, Soemitro mencetuskan beberapa rencana pembangunan perekonomian Indonesia untuk jangka panjang. Beberapa diantaranya adalah “Soemitro Plan’s” dan Program Benteng. Dirinya juga kerap kali berkeliling Eropa guna menarik investor asing agar mau menanamkan modalnya dan membangun pabrik di Indonesia yang pada masa itu tengah mencoba membangun kekuatan Ekonomi regional.
Selepas menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri, Soemitro kemudian ditunjuk sebagai Menteri Keuangan Menggantikan Jusuf Wibisono di tahun 1952. Dirinya tercatat menjadi Menteri Keuangan Indonesia hanya dalam kurun waktu 1 tahun saja. Dirinya sempat akan diajukan kembali menjadi Menteri Keuangan di tahun 1953. Namun, dirinya ditentang oleh beberapa pihak sehingga posisi Menteri Keuangan akhirnya diberikan kepada Ong Eng Die.
Baca juga: Biografi Ong Eng Die, Menteri Keuangan dari Etnis Tionghoa Pertama di Indonesia
Dirinya kemudian akhirnya ditunjuk sebagai Menteri Keuangan pada tahun 1955. Di periode keduanya sebagai Menteri Keuangan, Soemitro langsung dihadapkan dengan segudang permasalahan. Salah satunya adalah Inflasi yang cukup membuat kondisi perekonomian Indonesia tersendat-sendat. Belum lagi dirinya juga diklaim terlibat dalam konflik PRRI-Permesta di dekade 1950-an yang membuat adanya perang saudara di Indonesia kala itu.
Dirinya yang dinilai pro kepada PRRI membuatnya beberapa kali ditunjuk sebagai delegasi pihak tersebut dan membuat PRRI sukses mendapatkan bantuan dari pihak asing dalam bentuk dana maupun persenjataan. Namun, dirinya juga tidak sepenuhnya sangat pro dengan PRRI. Hal ini terbukti dirinya sempat menolak bekerja sama dengan pihak Negara Islam Indonesia atau NII dan lebih memilih tinggal di luar negeri hingga jatuhnya rezim Soekarno dan digantikan oleh Orde baru yang dipimpin oleh Soeharto sebagai Presiden.
Memasuki masa orde baru, Soemitro yang kala itu masih berada di luar negeri kemudian diminta pulang ke Indonesia oleh Soeharto. Soemitro kemudian kembali diangkat sebagai Menteri Perdaganan dan Industri di tahun 1968. Pada masa orde baru, kebijakan ekonomi Indonesia juga beberapa dipengaruhi olehnya, seperti kebijakan ekspor-impor, pendirian badan usaha dan firma-firma dagang serta beberapa kebijaka lainnya. Dirinya juga dianggap sebagai ekonom paling berpengaruh di masa itu.
Akhir Hayat Soemitro Djojohadikusumo
Selepas mundur dari kursi pemerintahan, Soemitro lebih banyak menghabiskan masa tuanya bersama keluarga dan anak-anaknya. Dirinya tutup usia di Jakarta pada 9 Maret 2001 dalam usia 84 tahun. Dirinya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak dan dilakukan dengan cara sederhana.
Dirinya hingga kini tetap dikenal sebagai salah satu ekonom ulung Indonesia yang turut menginspirasi kebijakan perekonomian di Indonesia dari masa orde lama hingga masa orde baru. Bahkan, beberapa kebijakannya di masa lalu masih menjadi inspirasi bagi kebijakan ekonomi Indonesia saat ini.
Demikianlah biografi dari Soemitro Djojohadikusumo, sang ahli ekonomi masa orde baru dan ayah dari Prabowo Subianto.