Biografi Hans Bague Jassin, Seorang Pengarang, Penerjemah, dan Penyunting – Membicarakan tentang dunia sastra, nama seorang Hans Bague Jassin atau yang biasa disingkat HB Jassin wajib masuk dalam radar kita. Bagaimana tidak, seorang yang dikenal sebagai “Paus Sastra Indonesia” ini merupakan sosok di belakang Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin yang saat ini menjadi pusat dokumentasi sastra Indonesia terlengkap di dunia. Lantas bagaimana sebenarnya perjalanan beliau ini. Mari mengenal lebih jauh melalui biografi H. B. Jassin berikut.
Biografi Hans Bague Jassin
Kehidupan Awal dan Masa Kecil
H.B. Jassin mempunyai nama lengkap Hans Bague Jassin, sering dipanggil Jassin. Ia lahir di Gorontalo pada 31 Juli 1917 dan meninggal pada 11 Maret 2000 di Jakarta.
Jassin pada masa kecil sampai taman sekolah dasar berada di tanah kelahirannya, Gorontalo. Gorontalo dulunya merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Utara, yang ibu kotanya berada di Manado. Sekarang Gorontalo sudah berprovinsi sendiri yaitu Provinsi Gorontalo.
Di masa kecil H.B. Jassin, di Gorontalo belum terdapat sekolah dasar. Akhirnya, Jassin diminta bersekolah kepada teman ayahnya selama sekitar satu tahun. Waktu itu, Jassin mempunyai kelebihan yaitu cepat menangkap dan mengingat apa yang telah diajarkan sehingga ia langsung masuk ke kelas dua, yaitu sekolah dasar khusus pribumi di zaman Belanda yang bernama Hollandsch Inlandsche School (HIS).
Pada masa kanak-kanak, ayahnya sering menyuruh Jassin membaca. Ia disuruh ayahnya membacakan koran untuknya, yang membuat Jassin terpaksa untuk membaca. Hal ini menjadikan Jassin suka membaca.
Baca juga: Biografi Mochtar Lubis, Api Revolusi melalui Goresan Tinta
Di sekolah, Jassin belajar berbagai hal, salah satunya mengarang. Gurunya sering memerintahkan Jassin untuk mengarang seperti halnya menceritakan kegiatan apa saja yang telah dilakukan saat liburan. Beberapa kali hasil karangan Jassin mendapatkan pujian dari gurunya. Alhasil, ia dikenal sebagai murid yang pandai mengarang.
Selain itu, ia juga pandai membaca cerita. Beberapa orang mengatakan bahwa caranya membacakan cerita membuat cerita tersebut seperti terjadi secara langsung.
Pertemuan dengan Tokoh-Tokoh Besar
Setelah selesai sekolah dasar di Gorontalo, Jassin melanjutkan sekolah ke Medan. Ia melanjutkan ke sekolah Hogere Burger School (HBS), yaitu sekolah menengah pertama di masa kolonial Belanda. Di Medan, Jassin banyak berkenalan dengan berbagai orang terkemuka, salah satunya Chairil Anwar. Ia bertemu Chairil Anwar di sebuah perkumpulan pecinta baca dan olahraga. Chairil terkenal suka menulis cerita dan bermain pingpong. Selain bertemu dengan Chairil, Jassin juga bertemu dengan Adinegoro yang merupakan wartawan terkenal pada waktu itu. Jassin mempunyai niat untuk belajar menulis berita kepadanya.
Suatu hari, Jassin kemudian datang ke Kantor Adinegoro. Ia mendapatkan tugas menerjemahkan berita yang berasal dari luar negeri dan memeriksa berita yang akan disiarkan. Selain itu, Jassin juga belajar membuat laporan, menulis steno, dan memotret. Dalam waktu singkat, Jassin berhasil menguasai ketiganya. Ia juga diminta untuk menulis komentar tentang film. Dari berbagai tugas yang telah dikerjakan, Jassin tidak mendapatkan upah sama sekali, karena saat itu Jassin masih pada tahap magang. Untuk menghasilkan uang, Jassin kerap membuat tulisan.
Jassin menyelesaikan sekolahnya di Medan secara tepat waktu. Ayahnya memintanya untuk pulang ke Gorontalo. Dalam perjalanan pulang, ia singgah di Jakarta dan bertemu dengan Sutan Takdir Alisjahbana, yaitu pengarang terkenal yang bekerja di Balai Pustaka. Jassin dan Sutan Takdir Alisyahbana sempat berbincang-bincang terkait banyak hal.
Sutan Takdir kagum terhadap kecerdasan Jassin. Ia merasa, Jassin pasti senang jika bekerja di Balai Pustaka. Sutan Takdir lalu mengirimkan surat lowongan kerja ke alamat rumah Jassin yang berada di Gorontalo.
Baca juga: Biografi Mohammad Hatta, Teladan Kesederhanaan dan Kejujuran
Beberapa waktu kemudian surat telah diterima Jassin. Jassin senang sekali karena ada lowongan pekerjaan di Balai Pustaka, tetapi ayah Jassin meminta Jassin bekerja di Gorontalo. Alhasil, Jassin tidak dapat memenuhi tawaran dari Sutan Takdir.
H. B. Jassin dan Dunia Kerja
Di Gorontalo, Jassin bekerja sebagai tenaga sukarela di kantor Asisten Residen. Ia hanya mampu bertahan selama lima bulan di kantor tersebut karena Jassin tidak begitu suka bekerja di kantor tersebut.
Selama bekerja di kantor Asisten Residen, Jassin menyukai beberapa cara dalam surat-menyurat dan penyimpanan di kantor Asisten Residen karena kantor tersebut teratur dalam kedua hal itu. Keseluruhan surat dan dokumen dicatat, diklasifikasikan, dan disimpan dengan baik sehingga mudah dicari ketika diperlukan.
Setelah menetap di Gorontalo selama satu tahun, pada tahun 1940 Jassin izin kepada ayahnya untuk kembali ke Jakarta. Ayah Jassin mengizinkannya untuk kembali ke Jakarta. Setelah sampai di Jakarta, ia segera menemui Takdir di Balai Pustaka. Jassin berpakaian rapi dengan memakai jas dan dasi. Ternyata, Sutan Takdir lupa siapa Jassin. Begitu Jassin menunjukkan surat lowongan kerja di Balai Pustaka, akhirnya Takdir ingat siapa itu Jassin.
Akhirnya, Jassin bekerja di Balai Pustaka bersama Tulis Sutan Sati, Armijn Pane, dan Aman Datuk Madjoindo yang merupakan para pengarang terkemuka pada waktu itu.
Jassin bekerja di Balai Pustaka sebagai pembuat ulasan buku-buku tentang sastra. Sebelum membuat ulasan, Jassin membaca buku dengan cermat dan teliti, ia mencatat kelebihan dan kekurangan setiap buku yang telah dibacanya.
Balai Pustaka juga menerbitkan majalah sastra Pandji Pustaka. Karena kurangnya tenaga kerja, Jassin diminta untuk menangani majalah Pandji Pustaka. Jassin bertugas mengurusi majalah dengan ditemani Armijn Pane.
Jassin bekerja di Balai Pustaka sampai tahun 1946. Kemudian ia bekerja di lingkungan majalah kesusastraan dan kebudayaan, seperti Mimbar Indonesia (1947- 1966), Zenith (1951-1954), Bahasa dan Budaya (1952-1963, Kisah (1953-1956), Seni (1955), Sastra (1961-1969), dan Horison (1966-2000).
Pada tahun 1953, Jassin diminta teman-temannya mengajar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Pada waktu itu Jassin belum mempunyai gelar sarjana. Akhirnya ia mengambil kuliah (sebagai mahasiswa) dan mengajar (menjadi dosen) di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Pada tahun 1964, Jassin kembali berhenti dari Fakultas Sastra karena terjadi perselisihan antara pendukung dan penentang Partai Komunis Indonesia (PKI). Jassin masuk sebagai penentang PKI. Jassin meninggal dunia pada tahun 2000 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Demikianlah biografi dari Biografi Hans Bague Jassin (HB Jassin), sang Paus Sastra Indonesia.
Referensi:
Jassin, H. B. (1983). Sastra Indonesia sebagai warga sastra dunia. Gramedia.
Sofyan, O. (2001). HB Jassin: Harga diri sastra Indonesia. Indonesia Tera.
Editor: Widya Kartikasari
Illustrator: Salman Al Farisi