Biografi Buya Hamka, Penulis Novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”

Biografi Buya Hamka

Biografi Buya Hamka, Penulis Novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”

Kalian sudah pernah menonton film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”? Pasti beberapa dari kalian sudah pernah menonton film ini. Film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” yang rilis pada 19 Desember 2013 dan disutradarai oleh Sunil Soraya ini diadopsi dari novel yang ditulis oleh Buya Hamka. Lalu, siapa sebenarnya Buya Hamka ini? Yuk, kita mengenal penulis novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” lebih dekat.

Biografi Buya Hamka

Masa Kecil dan Keluarganya

Buya Hamka memiliki nama asli yaitu Abdul Malik Karim Amrullah, seseorang yang pernah mendapatkan amanah untuk menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama. Buya Hamka lahir pada 17 Februari 1908 di Sungai Batang, Tanjung Raya, Onderafdeeling Oud Agam, Hindia Belanda (saat ini Indonesia). Beliau dikenal dengan nama pena atau nama sebutan “Hamka”. Buya Hamka adalah anak pertama dari 4 bersaudara yang lahir dari pasangan Haji Rasul atau Abdul Karim Amrullah dan Siti Safiyah. Ayahnya seorang pelopor gerakan pembaharuan (islah) di ranah Minang. Berbagai macam usaha dakwah serta pendidikan dilakukan Haji Rasul untuk memurnikan aqidah umat pada saat itu, tantangan dan rintangan ia hadapi hanya untuk dakwah dan mengingatkan umat manusia untuk kembali ke jalan aqidah yang benar. Sedangkan Ibunya adalah perempuan berdarah bangsawan.

Pada tahun 1916 dibukalah sekolah agama yang dikenal dengan Diniyah School oleh Zainuddin Labay El Yunusy. Hamka mengikuti pelajaran di Sekolah Desa pada pagi hari dan sore harinya ia mengambil kelas di Diniyah School. Ketertarikan dan kesukaannya pada Bahasa, membuat Hamka kecil sangat cepat menguasai Bahasa Arab. Tahun 1918, akhirnya sang Ayah memindahkan Hamka dari Sekolah Desa ke Sekolah Thawalib. Sekolah dengan fokus utama pendidikan agama tersebut mewajibkan murid-muridnya untuk menghafal kitab klasik, ilmu araf dan kaidah tentang nahwu. Jadwal belajarnya pun berubah, pagi hari Hamka menghadiri kelas di Diniyah School dan sore harinya belajar di Thawalib, malamnya ia kembali ke surau.

Baca juga: Biografi Abdoel Moeis, Seorang Wartawan, Politikus, dan Sastrawan

Berdasarkan biografi Buya Hamka, saat usianya 12 tahun ia menyaksikan perceraian orang tuanya. Alasan perceraian orang tuanya adalah, saat sang ayah adalah penganut agama yang taat, namun kerabat dari pihak sang ibu masih menjalankan beberapa praktik adat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Setelah perceraian kedua orang tuanya, Malik banyak menghabiskan waktunya berkelana, bepergian jauh bahkan membolos sekolah selama 15 hari. Permasalahan dalam keluarga membuat Hamka sering bepergian jauh, hingga mengunjungi sang Ibu. Pada saat itu Hamka sangat bingung untuk tinggal bersama Ibu atau Ayahnya, tinggal bersama Ayah maka bertemu Ibu tiri, tinggal bersama Ibu maka ada ayah tiri. Hatinya yang bingung dan terluka karena perceraian orang tua, membuat Hamka mencari pergaulan lain dengan bergaul bersama anak muda Maninjau. Kala itu ia belajar randai dan silat, ia pergi jauh hingga ke Payakumbuh, sempat bergaul dengan joki pacuan kuda dan penyabung ayam. Setahun hidupnya terlantar, hingga akhirnya sang Ayah mengantarnya untuk mengaji pada ulama Syekh Ibrahim Musa di Parebak. Disanalah Hamka mulai belajar hidup mandiri sebagai santri.

Hamka sebagai Penulis

Buya Hamka merupakan seorang wartawan, editor, penulis dan penerbit. Sejak tahun 1920an Buya Hamka sudah aktif menjadi wartawan di Pelita Andalas, Bintang Islam, Seruan Islam dan Seruan Muhammadiyah. Tahun 1928, Hamka bekerja menjadi editor di majalah Kemajuan Rakyat. Pada tahun 1932, Hamka juga menjadi editor dan berhasil menerbitkan majalah al-Mahdi di wilayah Makassar. Beliau juga pernah menjadi editor di majalah Gema Islam, Panji Masyarakat dan Pedoman Masyarakat. Selain itu, Buya Hamka juga dikenal sebagai seorang penulis. Salah satu karyanya adalah “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” hingga berhasil difilmkan. Novel karya Hamka ini pertama kali terbit pada tahun 1938 sebagai cerita bersambung dalam rubrik “Feuilleton” majalah Pedoman Masyarakat.

Baca juga: Biografi Quraish Shihab, Pelopor Gerakan Membumikan Al-Quran di Indonesia

Novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” mengisahkan tentang cinta tak sampai yang dihalangi oleh adat Minangkabau yang terkenal kukuh. Dalam novel itu diceritakan bahwa Zainuddin, seorang anak yang lahir dari perkawinan campuran Minang dan Makasar, tidak berhasil mempersunting gadis idamannya, Hayati, karena ninik-mamaknya tidak setuju dan menganggap Zainuddin sebagai manusia yang tidak jelas asal-usulnya. Zainuddin kemudian menjadi pengarang. Dalam suatu kecelakaan gadis kecintaannya meninggal dalam kapal yang ditumpanginya. Dari inti cerita itu dapat dikatakan bahwa novel Hamka ini mengetengahkan masalah adat yang mengatur jodoh seseorang. Saat sudah difilmkan, film adaptasi dari novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” berhasil menjadi film terlaris 2013 di box office Indonesia dan disaksikan lebih dari 1,7 juta penonton. Atas prestasinya ini, film adaptasi novel karya Buya Hamka ini pun meraih penghargaan Piala Antemas. Penghargaan tersebut diberikan oleh Badan Perfilman Indonesia (BPI) untuk memberikan apresiasi terhadap film-film yang paling laris di bioskop Indonesia. Dari novel di filmkan dan mendapatkan penghargaan sudah membuktikan bahwa novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” memang menjadi salah satu rekomendasi bacaan untuk masyarakat.

Kirim Tulisan ke Kapito.Id

Kehidupan Pribadi

Buya Hamka menikah dengan Siti Raham di usia 15 tahun pada tanggal 5 April 1929, hasil perjodohan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Dari pernikahan dengan Raham ia dikaruniai 7 orang putra dan 3 orang putri. Di tahun 1972 Siti Raham wafat, setahun kemudian Hamka menikah kembali dengan Siti Khadijah yang berasal dari Cirebon.

Wafatnya Penulis Novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”

Tepat pada tanggal 24 Juli 1981, setelah melepaskan jabatan di pemerintahan RI, Hamka berpulang ke rahmatullah. Jasa serta pengaruhnya sangat terasa hingga saat ini. Karya-karya besarnya pun masih terus dikenang dan bisa dirasakan manfaatnya hingga saat ini. Sosok panutan bagi umat, tokoh ulama, sastrawan, yang jasanya terus di kenang di Indonesia.

Demikianlah biografi Buya Hamka, sang penulis di balik novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”.

Referensi

https://www.kozio.com/biografi/buya-hamka/

http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Tenggelamnya_Kapal_van_der_Wijck

https:///www.wowkeren.com/berita/tampil/00048991.html

Illustrator: Umi Kulzum Pratiwi Nora Putri

Bagikan di:

Artikel dari Penulis