Tak Masalah Menjadi Biasa Saja

Tak Masalah Menjadi Biasa Saja

Tak Masalah Menjadi Biasa Saja – Menjadi manusia di zaman ini ternyata sulit sekali. Tak ayal, guyonan seperti ingin jadi kangkung, umbi-umbian, bahkan ultraman kerap kali kita temui di media sosial. Awalnya saya mengira ungkapan-ungkapan ini hanya hiperbola. “Masa hidup seberat itu sih, kok orang-orang sampai pengen jadi tanaman?”, pikir saya.

Dengan tulisan ini saya akan mengakui bahwa ternyata hidup memang seberat itu. Literally berat. Saking beratnya hidup, Mbak Idgitaf sampai membuat lagu berjudul “Takut Tambah Dewasa”. Saya yakin sekali beliau ini pernah berada di fase menangis tanpa suara di setiap malamnya. Hanya aku dan sudut kamarku yang tahu betapa hancurnya diriku, dramatis sekali memang.

Ada banyak sekali masalah dalam hidup yang mampu membuat kita pening berhari-hari. Namun, berdasarkan hasil pengamatan kecil-kecilan saya, masalah-masalah ini dapat dikerucutkan menjadi tiga masalah besar, yaitu: finansial, keluarga, dan mental. Setidaknya tiga hal ini yang sering kali dikeluhkan oleh warga-warga Twitter.

Baca juga: Merasa Iri dengan Keberhasilan Teman? Hati-Hati Pertanda Crab Mentality

Meskipun ketiga masalah tersebut memiliki dampak yang masif dalam hidup, saya justru memiliki pendapat lain kenapa hidup di zaman ini menjadi lebih berat. Akar utamanya adalah persaingan super kompetitif yang terjadi saat ini. Mengapa demikian? Karena hal ini menyebabkan hasrat dalam diri kita untuk berkuasa menjadi semakin tinggi.

Hasrat menjadi penguasa tidak serta merta diartikan sebagai hasrat menjadi seorang pemimpin seperti ketua organisasi atau presiden, melainkan menjadi penguasa seutuhnya dalam hal apapun. Misalkan dalam hal finansial kita ingin menjadi orang terkaya, atau dalam karir ingin menjadi seorang direktur sebuah perusahaan.

Baca juga: Tujuh Sifat Pemimpin yang Tidak Ideal

Seperti hasrat yang lain, hasrat menjadi penguasa adalah hasrat yang mampu memberikan sebuah kenikmatan. Sedangkan sifat dasar manusia adalah berusaha dekat dengan sesuatu yang memberikan nikmat pada dirinya dan menjauhi apapun yang membahayakan dirinya. Dengan semakin tingginya hasrat untuk menguasai sesuatu, kita semakin ingin menjadi orang yang superior. Seseorang yang berkelas, dihormati, dan unggul dalam hal tertentu.

Masalahnya adalah untuk menjadi seseorang yang superior membutuhkan banyak sekali modal, tak hanya uang, tetapi juga relasi, lingkungan, dan berbagai privilese lainnya yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Inilah alasan kenapa meskipun akhir-akhir ini sering dibahas di media sosial, tetapi tetap sering terlewat dalam cara pandang kita melihat sesuatu. Silahkan lihat sendiri di Youtube berapa banyak viewers beberapa video yang membedah bagaimana mendapatkan 100 juta, 200 juta, sampai 1 miliar pertama di usia 25 tahun.

Akhirnya, semua orang berakhir dengan menetapkan target luar biasa berusaha menerobos batasan-batasan tertentu untuk menjadi seseorang yang unggul. Padahal mudah saja bagi mereka sang pemilik modal untuk mendapat pencapaian tersebut, namun hasilnya akan berbeda dengan kita yang lebih memilih Indomie daripada Lemonilo karena alasan harga. Dalam hal lain, misalnya keluarga, kita ingin sekali memiliki atau berada di keluarga yang harmonis dan memberikan vibes positif seperti yang beredar di media sosial, tetapi lagi-lagi kita lupa bahwa rumput tetangga akan tampak lebih hijau. Mungkin saja keluarga atau lingkungan kita saat ini adalah lingkungan yang harmonis, tetapi dengan cara yang sedikit berbeda dengan yang beredar di media sosial.

Baca juga: Menjadi Jomblo Bukanlah Takdir, Kapitalisme-lah Penyebabnya

Semua orang ingin menjadi yang terhebat, menjadi sosok yang luar biasa, diakui, dan mendapat apresiasi. Terbuai dengan hasrat hingga lupa mengenali diri sendiri. Padahal menjadi seseorang yang biasa saja adalah bukan suatu masalah. Tak masalah ketika yang lain nongkrong di coffee shop, sedangkan kita masih di angkringan. Tak masalah mengenakan pakaian tak bermerek, daripada memaksakan membeli pakaian bermerek. Tidak perlu rendah diri, karena menjadi biasa saja di antara orang-orang yang ingin menjadi luar biasa adalah sesuatu yang luar biasa.

Editor: Firmansah Surya Khoir
Visual Designer: Al Afghani

Bagikan di:

Artikel dari Penulis