Ngomongin Personal Space – Dulu, sewaktu aku masih duduk di bangku sekolah dasar, setiap tahun aku pasti selalu duduk satu bangku sama anak cewek. Masa-masa itu, aku enggak mau dan bahkan enggak pernah berpikir untuk milih anak cowok buat jadi teman sebangku. Yah, umumnya memang begitu, bukan cuma aku.
Alasannya sih juga umum ya, aku waktu itu lebih nyaman kalau duduknya dekat sama yang sesama cewek. Lebih mudah adaptasi dan ngerasa punya banyak kecocokan buat ngobrol, main, bahas pelajaran, bahas artis idola, sampai curhat soal siapa cowok yang lagi dihaluin buat dijadiin pasangan, hahaha. Duh, maklum aja ya, namanya juga anak SD.
Hmmm, tapi bahasan kali ini enggak menjurus soal si anak-anak SD ya. Tapi kali ini aku mau mengajak kawan pembaca buat ngomongin personal space. Loh, kalau gitu kenapa awalannya harus ngomongin semasa SD segala? Emang ada kaitannya? Adaaa bangeet.
Jadi gini guys, kalau dalam Bahasa Indonesia, personal space itu kan artinya ruang pribadi. Lebih eksplisit lagi, maksud personal space di sini adalah sebuah ruang yang dimiliki oleh setiap orang untuk bersantai, bertahan, pun berlindung dari segala macam distraksi eksternal.
Lebih mudahnya, personal space bisa juga dimaknai sebagai jarak yang sengaja diciptakan agar seseorang punya ruang dan waktu untuk dirinya sendiri. Nah, dari kebiasaanku waktu SD yang prefer sebangku sama yang sesama cewek, itu adalah pembuktian bahwa aku yang dulu belum ngeh soal personal space, eh ternyata secara enggak sadar udah bikin yang namanya personal space.
Kecenderunganku yang lebih suka main dan ngobrolin hal pribadi sama anak cewek dan enggak mau sebangku sama anak cowok adalah sebuah pertanda bahwa dulu aku telah melindungi diri dengan personal space. Apalagi dulu anak-anak cowok zaman SD-ku kebanyakan masih suka iseng mengarah pada bandel ya wkwk. Biasalah suka jail.
Kalau begitu, bisa dibilang personal space tiap orang itu akan terbentuk dengan menyesuaikan situasi yang sedang dihadapi oleh masing-masing individu. Lantas kenapa sih orang itu perlu buat jarak dari sesamanya? Di sini bukan hanya jarak secara posisi fisik ya, tapi juga jarak antar emosi. Serupa yang kubilang waktu SD tadi, jaraknya bukan hanya sebangku atau enggak sebangku, tapi udah menjurus pula ke arah kecocokan obrolan dan apa aja topik dalam obrolan itu.
Balik lagi ke pertanyaan kenapa orang perlu berjarak sama orang lain? Maka jawaban yang bisa jadi tepat adalah karena setiap orang itu punya zona dengan kadar sehat yang enggak sama. Seperti misalnya, kita punya kenalan orang yang kalau ngomong ceplas-ceplos tanpa ada rem dan sukanya ngegas. Terus kita tuh enggak suka atau merasa enggak nyaman dengan hal itu, kadang kala kita juga ngerasa sakit hati dan lain sebagainya.
Maka, menurutku salah satu keputusan yang bisa diambil adalah dengan membuat yang namanya personal space. Bukannya aku ngajakin buat menjauhi orang itu, enggak begitu. Tapi ya, kita berhubungan dengan orang seperti itu ya sewajarnya saja. Tidak terlalu dekat, tapi juga tidak yang jauh banget.
Namun, semisal kita enggak mempermasalahkan sikap serta sifat orang yang seperti aku sebutin di atas, maka ya mungkin kita enggak perlu terlalu bikin jarak. Ya balik lagi, ini masalah kenyamanan dan kadar sehat dari jiwa dan raganya setiap individu. Intinya, setiap orang punya hak untuk menjaga kesehatannya, salah satunya dengan adanya personal space.
Jadi, karena kita enggak bisa ngendaliin apa-apa yang akan orang lain katakan atau juga lakukan terhadap kita, pun tidak bisa menebak apakah orang lain akan menyakiti kita atau tidak, maka kita yang notabene hanya bisa mengendalikan tindakan diri kita sendiri, bisa secara langsung menciptakan sekaligus menjaga personal space.
Menciptakan jarak menjadi salah satu pilihan tepat untuk melawan distraksi yang bisa meracuni hati dan pikiran kita. Seperti yang sempat kubaca dalam buku berjudul “Tak Mungkin Membuat Orang Senang” karya Jeong Moon Jeong. Di sana aku menemukan salah satu sub bab yang membahas mengenai cara-cara untuk berkomunikasi dengan orang yang kelewat batas.
Arahnya adalah menuju pada orang-orang yang terkadang suka semaunya dalam bertanya atau juga meminta bantuan. Dan ketika dihadapkan dengan orang semacam itu, Jeong Moon Jeong dengan jelas dan tegas mengajak kita untuk berani menghadang mereka, guna melindungi personal space agar tak tercemar.
Kita punya hak untuk itu. Sebab kita adalah pemegang kunci dari personal space yang telah kita buat. Kita bisa membuka pintu ruangan itu kapan saja. Tapi pikirkan secara matang dulu, siapa yang akan kita bukakan pintu. Apa setelah membuka pintu kita akan tetap tenang dan waras, atau justru hanyut dalam penyesalan karena terlalu buru-buru membiarkan orang lain mendekat dengan tindakan yang di luar batas.
So, menjaga personal space itu adalah penting ya sobat. Karena selain daripada untuk menghindari racun-racun yang sering tersembunyi, kita juga berpeluang untuk bisa memperbaiki diri, sebab jadi punya ruang dan waktu untuk banyak-banyak instrospkesi diri.
Sekian, dan sampai jumpa di lain tulisan.
Editor: Firmansah Surya Khoir
Visual Designer: Al Afghani