SMA atau SMK: Dilema Keinginan Anak vs Persepsi Orang Tua – Aku sempat mendengar jika salah seorang tetanggaku memiliki anak yang sebentar lagi akan lulus dari bangku SMP. Kemudian ia meminta anaknya agar anaknya melanjutkan saja untuk sekolah di SMK setelah lulus. Tentu saja permintaan itu tidak muncul begitu saja. Sebagai orang tua, tetanggaku punya alasan tersendiri ketika ia ingin anaknya masuk SMK agar nanti setelah lulus bisa langsung bekerja.
Tetanggaku tidak merekomendasikan SMA untuk dipilih sang anak sebab baginya, jika masuk SMA harus melanjutkan kuliah. Sementara, tetanggaku ini menilai kuliah pasti akan memakan biaya yang tidak sedikit dan tidak akan menjamin sang anak bisa langsung bekerja atau sukses sesuai dengan jurusan yang dipilih. Apalagi, tetanggaku ini juga sadar betul akan realita yang menunjukkan bahwa di era sekarang ini memang banyak sekali sarjana yang masih menjadi pengangguran. Dan jika mereka bekerja, kebanyakan pekerjaannya juga tidak sesuai dengan jurusan yang diambil sebelumnya.
Sementara itu, si anak ini ternyata lebih cenderung ingin masuk SMA daripada SMK. Namun, karena adanya persepsi dari orang tuanya yang berlawanan dengan keinginannya, ia jadi dilema untuk memilih sekolah lanjutan. Jika ia memilih SMA, ia merasa tidak akan didukung secara penuh oleh orang tuanya. Jika ia masuk SMK, ia yang akhirnya tidak menjalaninya dengan sepenuh hati.
Baca juga: Sebenarnya, Anak Hanya Ingin Orang Tua Melakukan Hal-Hal Ini
Mendengar ini, aku pun jadi ikutan dilema. Semisal aku dimintai pendapat soal ke mana sebaiknya anak tetanggaku itu harus memilih, aku pasti akan berpendapat bahwa sebaiknya ia memilih sekolah yang sesuai dengan keinginannya. Dengan catatan ia harus serius dan bertanggung jawab atas apa yang telah dipilihnya.
Bukan berarti aku cenderung merekomendasikan SMA daripada SMK, atau mengajak si anak buat melawan orang tuanya. Tidak seperti itu. Dan ini bukan soal itu. Akan tetapi, jika anak ini menjalani pilihan dengan kecenderungan yang dipaksa, itu akan berpotensi besar pada ketidakseriusan anak saat nanti ia menjalani masa pembelajaran di sekolah. Dan alhasil, ya, bisa jadi tidak akan berjalan juga seperti apa yang diinginkan orang tua. Ya, itu belum tentu juga, sih. Akan tetapi, menjadikan SMA sebagai pilihan juga tidak lebih buruk daripada memilih SMK, bukan? Begitu juga sebaliknya, SMK bukanlah pilihan yang lebih buruk dari SMA.
Keduanya itu baik. Keduanya sederajat. Hanya saja, memang keduanya memiliki tujuan pendidikan yang berbeda. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik agar siap turun langsung di dunia kerja dengan jurusan yang langsung mengarah pada suatu keahlian atau keterampilan tertentu. Sedangkan SMA (Sekolah Menengah Atas) bertujuan agar peserta didik bisa mempelajari ilmu secara luas dan mendetail, serta memiliki kecenderungan sebagai jalan bagi murid yang hendak melanjutkan kuliah.
Itu benar. Namun, itu adalah teori yang dalam praktiknya tidak selalu seperti itu. Apakah ada lulusan SMA yang memilih untuk tidak kuliah dan justru langsung bekerja? Ada, banyak. Dan apakah ada lulusan SMK yang justru memilih untuk melanjutkan kuliah dan belum memutuskan untuk bekerja? Banyak.
Nah, begitulah ceritanya. Siap kerja atau belum siap kerja, itu tidak selalu didasari oleh asal sekolah (dalam hal ini SMK atau SMA). Tidak semua alumni SMA harus kuliah, jika ingin bekerja. Asal sudah merasa siap dan memiliki niat serta semangat yang tinggi untuk bekerja, ya, bisa-bisa saja. Pun dengan alumni SMK, tidak semuanya harus langsung bekerja. Jika minatnya untuk bekerja masihlah tipis, dan masih ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, itu tentu saja bisa. Atau mungkin juga, baik dari SMA atau SMK ada yang ingin kuliah sembari bekerja, itu sangat bisa. Sebab pada dasarnya, semuanya kembali pada setiap kemampuan dan niat yang dimiliki oleh masing-masing individu.
Baca juga: Jika Guru Berpihak kepada Murid, Maka kepada Siapakah Sekolah Berpihak?
Sekali lagi, baik SMA atau SMK, keduanya sederajat. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Keduanya sama-sama akan menjadi jalan bagi setiap murid untuk menuju masa depan yang lebih baik. Keduanya memang memiliki misi yang berbeda guna mencetak lulusannya. Akan tetapi, bagaimana akhirnya lulusan itu tercetak bukan sepenuhnya sepihak dari tanggung jawab pihak atau asal sekolah. Namun, juga dari tanggung jawab si anak itu sendiri. Dia mau tercetak sesuai apa yang telah diajarkan di sekolah, atau justru memilih mencetak diri dengan pilihan yang baru.
Kesimpulannya, dilema dalam menentukan sekolah lanjutan itu wajar. Dan setiap orang tua, pada umumnya memang selalu menginginkan yang terbaik untuk masa depan anak-anaknya. Makanya, orang tua akan selalu punya pilihan untuk dipilih anaknya. Akan tetapi, orang tua juga sebaiknya tidak melupakan, apalagi sampai mengabaikan jika setiap anak juga pasti memiliki pilihannya sendiri. Jadi, apapun pilihan yang diambil, pertimbangkanlah dengan sematang mungkin. Dan yang paling penting serta perlu untuk diingat, bahwa setiap pilihan itu memiliki konsekuensi. Sehingga, saat sudah memutuskan untuk mengambil salah satu pilihan, pilihan itu harus dijalani secara serius dan penuh tanggung jawab.
Ok, sekian dan sampai jumpa di lain tulisan.
Editor: Widya Kartikasari
Visual Designer: Al Afghani