Menunggu Angkutan setelah Kegiatan Latihan Pramuka adalah Hal yang Menyebalkan – Saya pernah begitu aktif di kegiatan Pramuka saat SMP, bahkan meskipun hujan lebat, tidak membuat saya bolos dari kegiatan Pramuka. Sebenarnya saya malas juga untuk aktif di kegiatan Pramuka, tetapi atas bujuk rayu Waldan, tetangga sekaligus kawan satu sekolah, membuat saya aktif di kegiatan Pramuka.
Pada mulanya, bujuk rayu Waldan tidak mempan tetapi setelah ia mengatakan bahwa jika aktif di kegiatan Pramuka pasti dijamin naik kelas, saya tertarik untuk mengikuti kegiatan Pramuka. Kegiatan latihan Pramuka itu sendiri dilaksanakan di luar jam sekolah, yaitu di hari Jumat dari pukul 13.00 hingga pukul 16.00.
Awalnya, saya dan Waldan berangkat dari rumah untuk latihan Pramuka jam 12.30 dan sampai di sekolah jam 13.30, terlambat 30 menit. Hal ini disebabkan menunggu angkutan umum yang lama. Oleh karena itu, kami pun sepakat ketika selesai pelajaran di jam 10.15, kami tetap stand by di sekolah. Sementara untuk sholat Jumat tidak perlu khawatir, karena di sekitar sekolah ada masjid. Untuk makan siang sendiri, biasanya saya membawa bekal roti, atau lontong untuk sekedar mengganjal perut, supaya tidak pingsan ketika apel pembukaan, dan apel penutupan. Tetapi tetap saja, perut masih keroncongan jika belum makan nasi.
Cobaan tidak berhenti disitu, setelah kegiatan latihan Pramuka, kami tidak bisa langsung pulang ke rumah. Saya dan Waldan harus menunggu angkutan di pangkalan, mengingat jarak antara sekolah dan rumah jauh. Di jam 4 sore, angkutan menuju desa sangatlah jarang, umumnya hanya beroperasi sampai jam 2. Kalaupun di jam 4 sore ada angkutan, itu suatu kebetulan, biasanya angkutan yang kebetulan habis pulang dari sewaan.
Kadang-kadang, kami mendapatkan angkutan, tetapi tidak sampai ke tempat tujuan, hanya sampai desa sebelah. Mau tidak mau kami pun jalan kaki, untungnya angkutan tersebut tidak mau menerima bayaran dari kami. Sehingga, meskipun tidak diantarkan sampai tempat tujuan, kami tidak perlu membayar ongkos. Kalau beruntung, kami mendapatkan tumpangan gratis dari mobil pengangkut pasir. Meskipun mobil pengangkut pasir tersebut bukan dari desa saya, tetapi diantarkan sampai tempat tujuan. Mungkin si sopir kasihan melihat kami berdua menunggu di pangkalan dengan wajah memelas karena capai latihan Pramuka. Cuman yang bikin deg-degan, sopirnya mengemudikan mobil pengangkut pasir dengan kecepatan tinggi.
Menunggu angkutan setelah kegiatan Pramuka itulah yang menyebabkan kami harus menunggu dengan waktu lama. Sekitar satu jam dari jam 4 sore hingga jam 5 sore, otomatis sampai di rumah ya Adzan Maghrib. Mending tidak hujan saat menunggu di pangkalan, lah kalau kebetulan hujan bikin repot lagi. Seragam jadi basah, sedangkan besok masih harus dipakai untuk sekolah.
Jika sampai adzan maghrib tidak kunjung juga ada angkutan, maka dengan terpaksa kami berdua naik ojek. Daripada bermalam di pangkalan sampai besok, lebih baik naik ojek. meskipun ongkos naik ojek beberapa kali lipat lebih mahal dari ongkos naik angkutan. Agar lebih hemat, saya dan Waldan naik satu ojek berdua alias cenglu, supaya bayar ongkos ojeknya bisa patungan.
Kadang-kadang juga jalan kaki dari pangkalan menuju rumah, tujuannya agar ada pengendara motor yang kebetulan lewat memberikan tumpangan kepada kami. Cara tersebut terbukti berhasil, baru 100 ratus meter berjalan ada pengendara motor yang memberikan tumpangan. Tetapi, pernah satu kali kami berdua berjalan dari pangkalan sampai rumah tidak ada pengendara motor yang memberikan tumpangan, ya jelas kaki pegelnya minta ampun.
Editor: Widya Kartikasari
Designer: Design by Ghani