Gowes dan Latihan Cuek ala Freddie Mercury – Kejenuhan sehari-hari bisa beragam bentuknya: Dari tugas kampus yang menggunung, urusan kantor yang tiada habisnya, klien yang problematik, hingga peredaran isu politik yang tak keruan menjelang 2024.
Pelesiran ke Bali atau menenggak wiski di akhir pekan sampai pagi—yang terkesan muluk dan ribet—mungkin jadi pilihan khalayak dewasa ini. Tapi bagi saya, bersepeda sudah cukup menjadi alternatif.
Secara teoretis, jenis pemulihan ini merupakan salah satu penawar yang baik sekaligus efektif. Sejak lama, olahraga ini diyakini memiliki segudang manfaat. Ibaratnya, gowes hanyalah healing yang terlupakan.
Penelitian yang dipublikasikan dalam British Journal of Sport Science Medicine mengungkapkan bahwa olahraga dengan intensitas tertentu bisa memperbaiki tekanan darah, termasuk bersepeda.
Jika Anda melakukannya lebih dari 30 menit per hari, aktivitas fisik yang terbilang mapan ini disebut bisa menghindari risiko diabetes.
Sebuah survei mengatakan, usia mantan pesepeda profesional rata-rata 81,5 tahun. Usia tersebut lebih tinggi 17 persen dibandingkan rata-rata usia manusia yang hanya berkisar 73,5 tahun.
Hal tersebut disebabkan aktivitas bersepeda mampu mencegah penuaan hingga ke dalam sel lantaran bisa meningkatkan kapasitas dan fungsi mitokondria yang membuat awet muda.
Terakhir namun tak kalah penting, olahraga yang juga merupakan hobi ini rupanya memberikan manfaat untuk kesehatan mental. Sebab, dalam olahraga apa pun, tubuh akan menghasilkan hormon dopamin.
Freddie Mercury dan Tradisi Gowes
Namun menariknya, semangat bersepeda bukan saya dapatkan dari artikel-artikel di internet atau anjuran healthy lifestyle influencer di YouTube. Lebih dari itu, saya mulai rutin bersepeda justru karena grup musik legendaris asal Inggris, Queen.
Kisah bermula ketika saya tengah membersihkan deretan kaset lama di rak. Di antara tumpukan itu, tak sengaja saya temukan album Jazz karya Brian May dan kawan-kawan. Karena pemutar kaset tidak ada, saya lantas membuka Spotify dan memasang headset.
Lagu hits ini konon ditulis Freddie Mercury di Prancis kala kejuaraan Tour de France sedang digelar, tepatnya usai mencoba menunggangi salah satu sepeda balap.
Album rilisan EMI Records pada 1978 yang cukup lama terabaikan ini nyatanya mempertemukan saya kembali dengan “Bicycle Race”, laiknya perjumpaan dengan kekasih lama. Suara sang vokalis—yang kisah hidupnya sempat diperankan oleh Rami Malek—sukses membangunkan daya kontemplasi.
Diawali repetisi kor para personel, kombinasi rock and roll sukses memberi karakter kuat saat hentakan drum Roger Taylor menggema. Lagu pun melengkapi dirinya dengan bassline kepunyaan John Deacon.
Nyanyian saya pun terhenti di potongan lirik berikut:
I don’t wanna be a candidate
For Vietnam or Watergate
‘Cause all I want to do is
Bicycle, bicycle, bicycle
I want to ride my bicycle, bicycle, bicycle.
Saya memejamkan mata. Nada pemberontakan dan urakan tampak sangat kental, apalagi ditambah progresi akor yang miring. Maaf-maaf saja, hanya orang naif yang menganggap liriknya picisan.
Kekaguman saya pun makin menjadi-jadi. Silakan dengarkan lagu ini dengan saksama: Melalui tiap baitnya, Queen agaknya melatih para pendengar untuk bersikap cuek atas karut-marut dunia sekitar, tak terkecuali kondisi dalam negeri yang kusut.
Melalui suara vokalis berdarah Tanzania tersebut, rasa-rasanya penikmat setianya dianjurkan untuk pergi bersepeda ketimbang menyaksikan segala kerumitan yang ada. Sebab, selain menaikkan imun tubuh, bersepeda pun dapat mereduksi tingkat stres, bukan?
Gowes secara rutin mampu melatih diri untuk bersikap tak acuh terhadap isu perceraian di kalangan selebritas, artis yang berduyun-duyun nyaleg, kasus Bank Syariah Indonesia (BSI), dugaan korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G, kredibilitas institusi Polri yang menurun, sampai ratusan debat kusir di Twitter. Kira-kira begitu.
Bukankah tren bersepeda sempat populer beberapa waktu lalu di masa pandemi? Menurut saya, ada baiknya diramaikan kembali. Boleh di kompleks perumahan, sepanjang bike route, atau sekitar Istana Merdeka tatkala lobi-lobi sedang berlangsung.
Editor: Widya Kartikasari