Jajan: Penggerak Roda Perekonomian – Konon katanya, orang Indonesia itu sangat suka jajan atau membeli makanan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai varian jajanan yang pernah viral di Indonesia. Mulai dari seblak, croffle, sampai bakso aci merupakan beberapa nama jajanan yang masih viral sampai hari ini. Dari nama tersebut, ada yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Memang, khazanah jajanan orang Indonesia itu sangat luas.
Tempat-tempat penjual jajanan pun sangat mudah ditemukan di berbagai tempat. Mulai dari pasar, kampus, sampai daerah perkantoran pasti punya pusat atau tempat jajanan. Jadi, enggak heran kalau orang Indonesia suka jajan.
Banyak orang di sekitar saya yang juga suka jajan. Sebagai orang yang “si paling tau perencanaan keuangan”, terkadang saya suka menasehati teman-teman yang gemar jajan tersebut agar mengurangi intensitas jajannya. Supaya nggak terlalu boros.
Akan tetapi, mereka enggak kalah jago dalam menangkis nasihat saya. Mereka kerap bercanda, bahwa mereka itu bukan boros (karena kerap jajan), tapi sedang menggerakan roda perekonomian. Awalnya jawaban itu selalu saya tanggapi dengan gurauan.
Namun, setelah mengingat-ingat kembali beberapa teori ekonomi, apa yang mereka candai sebenarnya ada benarnya.
Produk Domestik Bruto (PDB)
Pengertian PDB, secara sederhana, adalah total produksi dan jasa yang dihasilkan semua elemen (baik individu maupun perusahaan) pada suatu negara dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. PDB dapat menggambarkan kondisi perekonomian suatu negara. Selain itu, PDB menjadi dasar dari pertumbuhan ekonomi sebuah negara.
Untuk rumus PDB dengan pendekatan pengeluaran, sebagai berikut :
PDB = C + I + G + (X – M)
C = konsumsi rumah tangga (masyarakat)
I = investasi
G = belanja pemerintah
X = ekspor
M = impor
Konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran atas barang atau jasa yang dilakukan rumah tangga (masyarakat) untuk tujuan konsumsi akhir. Dalam rumus tersebut, jajan termasuk kategori elemen konsumsi rumah tangga. Elemen konsumsi rumah tangga itu sangat vital. Kalau konsumsi rumah tangga kecil, nilai PDB yang dihasilkan akan jadi rendah.
Jika Jajan Masyarakat Menurun
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Nielsen, yang saya kutip dari Kumparan.com, Indonesia menempati posisi kelima sebagai negara yang masyarakatnya gemar jajan. Sekitar 11 persen masyarakat Indonesia suka jajan di luar rumah, minimal satu kali dalam satu hari. Persentase itu, hanya kalah dari Malaysia (23 persen), Thailand (22 persen), Singapura (19 persen), dan Vietnam (16 persen).
Dengan persentase tersebut, sebenarnya potensi orang jajan di Indonesia masih bisa meningkat. Terlebih, sekarang semakin banyak layanan pesan antar makanan dan minuman, baik dari pelaku usaha makanan sendiri maupun aplikasi ojek online.
Kalau potensi jajan masyarakat Indonesia enggak bisa dimanfaatkan, bisa saja pertumbuhan jumlah orang yang jajan akan stagnan atau mungkin malah mengalami penurunan.
Secara otomatis hal tersebut akan berpengaruh pada konsumsi masyarakat secara umum. Misalnya, ada 1 persen saja yang berkurang dari 11 persen orang yang suka jajan di Indonesia. Dengan total masyarakat Indonesia pada tahun 2021 sebanyak 273,8 juta, berarti ada 2,7 juta orang yang enggak jajan lagi. Berapa banyak toko kelontong atau penjual makanan dan minuman yang akan terdampak? Itu baru 1 persen saja loh, gimana kalau lebih?
Seandainya lebih, kejadiannya bakal sama seperti awal pandemi covid-19 tahun 2020, konsumsi rumah tangga mengalami penurunan selama tahun 2020. Menurut data BPS, sepanjang 2020, konsumsi rumah tangga jatuh sampai ke angka minus 2,63 persen.
Dampaknya sudah sama-sama kita ketahui. Banyak UMKM yang terpaksa gulung tikar. Bahkan, sampai hari ini masih ada yang belum bisa bangkit kembali. Padahal, UMKM memiliki peran sangat penting bagi perekonomian Indonesia.
Jajan Menggerakan Roda Perekonomian Negara
Kesimpulannya, kalakar bahwa jajan dapat menggerakan roda perekonomian memang benar. Jadi, semakin banyak orang yang jajan, akan semakin cepat ekonomi bergerak. Kalau ekonomi enggak bergerak, malah jadi enggak sehat. Seperti manusia yang jarang olahraga, besar kemungkinan untuk terkena penyakit.
Oleh karena itu, saya memutuskan, untuk membiarkan orang jajan sesuka hatinya. Asal, tidak berlebihan dan tau batasan-batasannya. Sesuai dengan standar kemampuan ekonominya masing-masing.
Editor: Widya Kartikasari
Visual Designer: Al Afghani