Nihilis Bukanlah Keputusasaan – Perjalanan dalam kehidupan terkadang kerap membawa kita pada fase kehampaan. Kehidupan yang berputar-putar pada fase yang itu-itu saja. Bahkan, di dalam benak sempat terbesit pikiran bahwa kehidupan yang selama ini kita jalani adalah sebuah proses daur ulang. Merasakan hal yang sama dan bertanya-tanya mengapa kita harus melakukannya. Berprasangka bahwa apa yang kita lakukan dan kerjakan sebenarnya tidak memiliki makna. Kita menyerah dan putus asa. Tubuh dan jiwa mengalami kekosongan yang tak berarti. Lantas, apakah kita hidup hanya menunggu untuk disemayamkan?
Nihilis
Nihilis secara umum merupakan sebuah pandangan yang mengartikan bahwa segala yang berada di dalam dunia ini tidak memiliki arti. Segala proses apa pun yang terjadi di dalam kehidupan memiliki sifat nihil.
Filosofi ini dikembangkan oleh seorang filsuf yang berasal dari Jerman bernama Friedrich Nietzche pada tahun 1800-an. Filosofi ini lahir karena adanya paradigma terhadap eksistensi atau keberadaan manusia di dalam dunia. Aliran filosofi yang mengajarkan tentang manusia dapat menentukan ajarannya sendiri tanpa adanya unsur dari luar atau eksternal. Sebab, kebenaran dan ketidakadilan tidak ada batasannya. Siapa yang menentukan ini benar? Mengapa ini tidak adil. Itu semua hanyalah kenisbian.
Baca juga: Titik Temu Pemikiran Karl Marx dan Sigmund Freud
Maka dari itu, beberapa orang yang bertentangan dengan adanya aliran filosofi ini mereka akan menganggap bahwa ajaran di dalamnya mengajarkan untuk tidak mengikuti budaya, agama, norma dan lain sebagainya. Dapat dikatakan bahwa aliran filosofi ini mengajarkan kita bebas untuk melakukan apapun, meskipun menyimpang dari nilai masyarakat.
Faktor Penyebab Manusia Menjadi Nihilis
Berikut adalah beberapa faktor fundamental yang menjadikan manusia sebagai nihilis:
1. Dilema
Pada hakikatnya eksistensi manusia sebagai makhluk yang berpikir. Maka, tak ubahnya manusia selalu mencari tahu dari mana asalnya. Mengapa meraka harus hadir di dunia dan harus mengerjakan suatu hal. Terlalu banyaknya persoalan-persoalan yang tak terjawab membuat manusia merasa gelisah dan kehilangan arah.
2. Kematian
Mayoritas orang yang beragama memiliki pandangan bahwa di dalam kematian ada kehidupan selepasnya. Namun, tidak bagi orang yang nihilis. Mereka beranggapan bahwa proses kehidupan yang sedang terjadi tidak memiliki makna sama sekali. Ketidakpercayaan terhadap alam lain, selain alam materi.
3. Keraguan
Dalam mengambil langkah, manusia penuh akan pertimbangan. Ketakutan-ketakuan yang memenuhi isi kepala membuat skeptis dalam mengambil langkah. Pada akhirnya, keraguan akan menarik manusia ke dalam pandangan nihilis karena meragukan persoalan dan keberadaan atas dirinya sendiri.
4. Merasa Rendah Diri
Manusia kerap merasa bahwa dirinya sedang berada di titik terendahnya. Jiwanya terasa terjun bebas ke dalam lembah gelap dan sepi sehingga membuat dirinya tidak bisa melakukan apa-apa. Hal tersebut yang menjadikan manusia terasa asing akan eksistensinya. Lalu, merasa gagal dan putus asa pun membelenggu dalam dirinya.
Nihilis Aktif dan Pasif
Padahal filosofi yang diajarkan oleh Nietzche tidaklah mutlak bernilai buruk. Sebagaimana dalam ajarannya, ia membagi nihilisme menjadi dua yaitu aktif dan pasif. Nihilis aktif mengemukakan bahwa kebebasan dalam ketiadaan merupakan kuncinya. Jadi, bebas untuk menentukan hal yang ada di dalam kehidupan termasuk tujuan. Sedangkan, nihilis pasif memandang bahwa kehidupan tidak ada yang bisa dipercaya atau dapat dikatakan meaningless.
Baca juga: Filsafat Qabil dan Habil dalam Kekuasaan di Era Postkolonial
Pemahaman seseorang pada khlayak umumya tentang nihilis sebenarnya adalah nihilis pasif. Nihilis pasif inilah yang menciptakan segerombolan orang-orang skeptis dan pesimisitis. Jenis nihilis seperti ini yang patut untuk tidak kita terapkan dalam kehidupan. Justru penerapan nihilis aktiflah yang seharusnya kita terapkan dalam kehidupan.
Kehampaan dan Keputusasaan
Banyak faktor yang menjadikan kita masuk ke dalam fase kehampaan. Salah satunya adalah harapan dan tujuan. Kehampaan yang sedang kita alami sebenarnya cara kita untuk memaknainya. Pada hakikatnya kehampaan di dalam diri kita tercipta sebuah ruang kosong. Di mana ruang kosong itu dapat kita gunakan untuk merenung dan berpikir untuk memaknai segala proses yang sedang terjadi di dalam kehidupan. Apabila di dalam kehampaan itu kita mendapati keputusasaan, maka kita belum cukup teliti untuk memaknai ruang kosong yang tercipta dalam diri kita.
Segalanya hanya perihal bagaimana kita memandang ruang kosong yang tercipta. Analoginya seperti kita memandang gelas yang berisi setengah air di dalamnya. Kita boleh beranggapan bahwa gelas itu berisi setengah air atau gelas itu setengah kosong. Tergantung pada bagaimana cara kita memandang gelas itu. Cara kita memandanglah dapat menjadi penentu nihilis seperti apakah kita ini. Jadi dapat dikatakan bahwa persepsilah yang menjadi kendali.
Toh, pada dasarnya hanya diri kita sendiri yang dapat mengatasi dan menyikapi fenomena yang sedang terjadi. Kita tidak akan pernah bisa menggugat dengan apa telah digariskan. Barangkali dosa utama dari manusia adalah mereka lupa cara untuk menikmati kehidupan yang sudah ditakdirkan.
Referensi:
Nietzsche. (2014). Sabda zarathustra. Pustaka Pelajar.
Riyana, C. (2007). Filsafat nihilisme. Universitas Pendidikan Indonesia.
Editor: Firmansah Surya Khoir
Visual Designer: Al Afghani