Bikin Malu! Tampil Stand Up Comedy, Penonton Enggak Ada yang Tertawa

Bikin Malu! Tampil Stand Up Comedy

Bikin Malu! Tampil Stand Up Comedy, Penonton Enggak Ada yang Tertawa – Awal mula saya tampil Stand Up Comedy adalah saat menjadi mahasiswa baru. Lebih tepatnya saat Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK) Fakultas. Ketika itu, di hari terakhir PBAK, setiap kelompok wajib menampilkan pentas seni. Setelah berdiskusi kelompok, kami memutuskan akan menampilkan sulap dan stand up comedy.

Atas saran dari mentor kelompok, dipilihlah saya untuk tampil stand up comedy. Padahal, sebelumnya saya tidak pernah tampil stand up comedy. Pemilihan saya untuk tampil stand up tersebut didasarkan atas kemedokan suara saya yang khas kabupaten Tegal, katanya itu yang bikin saya nampak lucu. Padahal, menurut saya enggak ada lucu-lucunya sama sekali.

Untuk tampil besok harinya, malam sebelumnya saya baru bikin materi. Untungnya, saya dibantu oleh mentor kelompok yang ternyata ahli dalam stand up comedy. Meskipun persiapannya minim, penampilan saya membuat penonton terpukau. Meskipun deg-degan juga karena me-roasting Koordinator Keamanan.

Lalu, saat saya ikut masa perkenalan organisasi primordial yang dilaksanakan di sebuah vila di Puncak Bogor. Pada malam api unggun, setiap kelompok diharuskan menampilkan pentas seni. Akan tetapi, kelompok saya bingung mau menampilkan apa, anggota kelompok malah membebankan tanggung jawab tersebut kepada saya dan Fandi. Saya dan Fandi memang sudah lama saling mengenal, karena saat SMA kami memang satu sekolah. Setelah berdiskusi, kami memutuskan untuk tampil stand up comedy, model yang digunakkan seperti Tretan Muslim. Malam itu, kami berhasil membuat yang hadir di api unggun tersebut tertawa terbahak-bahak.

Baca juga: Ikan Pindang? Yang Benar Adalah Ikan Layang

Sejak saat itu, ketika Organisasi Primordial tersebut mengadakan kegiatan, pasti saya dan Fandi diminta untuk tampil. Namun, tidak selamanya kami bisa membuat penonton tertawa, justru ketika kami tampil lebih banyak gagal membuat orang tertawa, daripada berhasilnya.

Seperti misalnya saat Organisasi Primordial tersebut mengadakan milad yang ke-19. Dari mulai materi hingga skenario, saya dan Fandi sudah mempersiapkan dari jauh-jauh hari. Namun, lima menit sebelum tampil Fandi disuruh untuk pergi—entah ke mana—untuk sesuatu hal oleh Ketua Umum Organisasi Primordial saat itu.

Salah seorang kawan saya yang bernama Tomi pun, menggantikan Fandi untuk tampil. Materi yang disiapkan jauh-jauh hari pun jadi buyar, karena Tomi hanya melakukan persiapan lima menit, mana mungkin hafal. Sebagian penonton pun pada bubar, sebagian lagi pada ngobrol sendiri. Salah seorang penonton berceletuk, “Seandainya tadi sama Fandi pasti bagus karena persiapannya sudah matang, lah ini sama Tomi persiapannya cuman 5 menit.”

Perasaan malu karena penonton enggak tertawa serta kesal kepada Tomi berkecamuk menjadi satu. Setelah selesai tampil bersama Tomi, saya melihat beberapa teman yang lain sedang makan. Lalu, saya pun pergi ke prasmanan karena perut saya sudah keroncongan. Ketika hendak mengambil makanan, saya ditegur oleh Ketua Organisasi Primordial, “Mangane mengko ndisit, nggo tamu ndingin.” Saya merasa berkecil hati ditegur seperti itu, karena hanya saya saja yang ditegur. Dalam hati saya ndumel, “Gara-gara sampean, persiapan aku lan Fandi tampil adoh-adoh dina dadi buyar. Terus pan mangan ora olih, hadeeeeh.”

Menurut saya, tampil stand up comedy, tetapi penonton pada enggak tertawa justru itu yang bikin malu tentu bikin malu. Kalau penonton pada enggak tertawa, akan membuat kepikiran terus. Butuh waktu beberapa hari untuk melupakan rasa malu itu. Selain itu, juga timbul rasa takut, kalau-kalau ketika di jalan tiba-tiba ada yang nyeletuk, “Mas yang kemarin stand up comedy enggak lucu kan yah.”

Editor: Widya Kartikasari
Illustrator: Umi Kulzum Pratiwi Nora Putri

Bagikan di:

Artikel dari Penulis