Soemitro Djojohadikoesoemo: Ayah Prabowo yang Berseteru dengan Soekarno dan Dirangkul Soeharto

Soemitro Djojohadikoesoemo: Ayah Prabowo yang Berseteru dengan Soekarno dan Dirangkul Soeharto – Soemitro Djojohadikoesoemo adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah ekonomi Indonesia. Nama beliau mungkin lebih dikenal sebagai ayah dari Prabowo Subianto, tetapi perjalanan hidupnya jauh lebih kompleks dan berwarna. Sebagai seorang ekonom, Soemitro mengalami pasang surut dalam kariernya. Dari menjadi salah satu tokoh kunci di pemerintahan Presiden Soekarno hingga akhirnya menemukan jalannya kembali setelah Soekarno jatuh dan dirangkul oleh Presiden Soeharto.

Perjalanan hidup Soemitro yang penuh dinamika ini mencerminkan perubahan besar dalam lanskap politik dan ekonomi Indonesia pada abad ke-20. Ia dikenal karena peranannya dalam mempengaruhi kebijakan ekonomi negara, terutama pada masa transisi antara era Orde Lama dan Orde Baru.

Awal Karier dan Hubungan dengan Soekarno

Soemitro Djojohadikoesoemo lahir pada 3 Juni 1923, dan sejak muda sudah menunjukkan kecintaan terhadap dunia pendidikan, khususnya di bidang ekonomi. Ia menempuh pendidikan tinggi di Belanda, di mana ia mempelajari ekonomi dan teori-teori ekonomi yang kemudian sangat mempengaruhi pandangannya tentang pembangunan ekonomi Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka, Soemitro kembali ke tanah air dan terlibat aktif dalam pemerintahan Soekarno. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Soemitro diangkat menjadi salah satu tokoh penting dalam bidang ekonomi. Ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri pada era 1950-an dan kemudian menjadi penasihat ekonomi Presiden Soekarno.

Namun, meskipun berstatus sebagai salah satu pejabat penting, hubungan Soemitro dengan Soekarno tidak selalu mulus. Soemitro, yang memiliki pandangan ekonomi lebih pragmatis dan cenderung mendukung kebijakan ekonomi pasar bebas, sering berseteru dengan kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh Soekarno. Pada masa Orde Lama, Soekarno menerapkan sistem ekonomi yang lebih tertutup, dengan mengandalkan kebijakan ekonomi berbasis sosialisme dan nasionalisme yang keras. Hal ini bertentangan dengan pandangan Soemitro yang lebih mendukung kebijakan ekonomi yang lebih liberal dan mengutamakan pengembangan sektor swasta.

Soemitro sering mengkritik kebijakan ekonomi yang dianggapnya terlalu kiri dan tidak realistis, yang dianggapnya bisa merugikan pertumbuhan ekonomi negara. Pada tahun 1957, Soemitro menulis surat terbuka kepada Soekarno, mengkritik kebijakan ekonomi yang dianggap tidak mampu mendorong pembangunan yang berkelanjutan. Kritik ini semakin memunculkan ketegangan antara keduanya, yang pada akhirnya berujung pada pengunduran diri Soemitro dari jabatannya pada 1958.

Pemberontakan PRRI dan Pengasingan

Ketegangan politik di Indonesia pada saat itu semakin meningkat. Pada 1958, terjadi pemberontakan oleh kelompok PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia), yang menentang kebijakan sentralisasi kekuasaan yang diterapkan oleh Soekarno. Soemitro, yang memiliki pandangan politik yang lebih kritis terhadap Soekarno, akhirnya terlibat dalam pemberontakan tersebut, meskipun tidak secara langsung terlibat dalam aksi militer. Sebagai salah satu tokoh yang mendukung gerakan PRRI, Soemitro menjadi salah satu target penguasa Orde Lama.

Akibat keterlibatannya dengan PRRI, Soemitro harus hidup dalam pengasingan. Ia memilih untuk pergi ke luar negeri, terutama ke negara-negara seperti Jepang dan Amerika Serikat, untuk menghindari penangkapan. Dalam masa pengasingannya, Soemitro aktif menulis dan berbicara tentang kebijakan ekonomi, baik dalam konteks internasional maupun Indonesia. 

Soemitro Djojohadikoesoemo Dirangkul oleh Soeharto

Perubahan besar terjadi pada 1966, ketika Soekarno jatuh dari kekuasaan dan Soeharto mulai berkuasa. Soeharto, yang pada awalnya mengambil kebijakan otoriter dan lebih fokus pada stabilitas politik, menyadari bahwa Indonesia membutuhkan kebijakan ekonomi yang lebih pragmatis untuk mengembalikan kestabilan ekonomi negara yang sempat terpuruk akibat ketidakstabilan politik selama masa Orde Lama.

Pada masa awal kepemimpinannya, Soeharto mencari tokoh-tokoh ekonomi yang berpengalaman untuk membantu merumuskan kebijakan ekonomi yang lebih terbuka dan berorientasi pada pasar. Soemitro, yang pada saat itu sudah lama berada di pengasingan, akhirnya dirangkul oleh Soeharto. Pada 1967, Soemitro kembali ke Indonesia dan diangkat menjadi Menteri Negara Urusan Ekonomi, Keuangan, dan Industri pada Kabinet Ampera.

Keputusan Soeharto untuk merangkul Soemitro bukan tanpa alasan. Soemitro memiliki pemahaman mendalam tentang ekonomi pasar dan sangat kritis terhadap kebijakan ekonomi yang tidak efisien. Di bawah bimbingan Soemitro, Indonesia mulai mengadopsi kebijakan ekonomi yang lebih terbuka dan mendekati sistem kapitalis, yang sebelumnya tidak disukai oleh pemerintahan Soekarno. Soemitro mendorong liberalisasi ekonomi, pengurangan kontrol negara atas sektor swasta, dan memperkenalkan kebijakan yang mendukung investasi asing.

Kebijakan yang diperkenalkan Soemitro selama masa pemerintahannya mulai memberikan hasil positif. Pada 1970-an, ekonomi Indonesia mulai menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Kebijakan ekonomi yang berbasis pasar tersebut membantu Indonesia bangkit dari keterpurukan ekonomi yang ditinggalkan oleh Orde Lama. Inilah salah satu kontribusi besar Soemitro dalam pembangunan ekonomi Indonesia pasca-reformasi Orde Lama.

Pengaruh Soemitro Djojohadikoesoemo

Sebagai seorang ekonom, Soemitro Djojohadikoesoemo meninggalkan warisan besar bagi Indonesia. Di masa Orde Baru, ia berhasil membawa kebijakan ekonomi Indonesia ke arah yang lebih realistis dan terbuka. Meskipun ia terlibat dalam peristiwa pemberontakan PRRI, Soemitro tetap diingat sebagai tokoh yang berani menyuarakan pendapatnya dan memperkenalkan kebijakan ekonomi yang mendorong kemajuan.

Selain sebagai tokoh ekonomi, Soemitro juga dikenang sebagai ayah dari Prabowo Subianto, yang kini menjadi Presiden ke-8 Republik Indonesia. Meskipun karier Prabowo jauh berbeda dari perjalanan ayahnya, Soemitro tetap menjadi figur penting dalam kehidupan politik dan ekonomi Indonesia.

Bagikan di:

Artikel dari Penulis