Biografi Mahatma Gandhi, “Bapak Bangsa” India yang Melawan Tanpa Kekerasan

Biografi Mahatma Gandhi

Biografi Mahatma Gandhi, “Bapak Bangsa” India yang Melawan Tanpa Kekerasan – Mahatma Gandhi merupakan pengacara, politisi, serta aktivis sosial yang memperjuangkan kemerdekaan India melalui perlawanan anti kekerasan. Berkat jasanya ini, ia dikenal sebagai Bapak Bangsa India.

Pengaruh Gandhi bagi dunia tidak diragukan lagi. Majalah Time yang terbit pada 6 Juni 1999 memasukkan Gandhi dalam 100 orang terpenting pada abad ke-20. Gandhi juga terhitung lima kali dinominasikan sebagai peraih Nobel Perdamaian. Bahkan, PBB memperingati hari ulang tahun Gandhi sebagai International Day of Non-Violent.

Kehidupan awal

Mahatma Gandhi lahir dengan nama Mohandas Karamchand Gandhi. Namun, seiring berjalannya waktu, ia lebih dikenal khalayak luas dengan nama Mahatma Gandhi. Mahatma sendiri merupakan kata yang berasal dari Sansekerta dengan arti jiwa yang besar.

Gandhi lahir tanggal 2 Oktober 1869 di Porbandar, India Barat (sekarang dikenal dengan nama negara bagian Gujarat). Keluarganya berasal dari kalangan terpandang. Ayahnya, Karamchand Uttamchand Gandhi merupakan menteri utama negara bagian Porbandar. Sedangkan ibunya, Putlibai merupakan penganut Hindu yang taat, khususnya pada praktik vegetarian, toleransi, kesederhanaan, dan anti kekerasan.

Gandhi menempuh pendidikan di Kathiawar High School. Bisa dikatakan prestasi akademik Gandhi di sekolah tidak terlalu istimewa. Bahkan, dalam bukunya, All Men are Brothers, Gandhi mengakui ia payah dalam beberapa pelajaran.

Masa Remaja

Gandhi merupakan remaja pemberontak. Di dalam lingkungan keluarganya yang menganut Hindu ketat, Gandhi pernah memakan daging dan mengunjungi daerah pelacuran (meski Gandhi mengaku tidak pernah terlibat dalam hubungan seksual).

Baca juga: Biografi Bunda Teresa, Biarawati Perawat Kaum Papa yang Penuh Kontroversi

Pada usia 13 tahun, tepatnya pada Mei 1883, Gandhi menikahi Kasturba Makhanji, perempuan setempat yang saat itu berusia 14 tahun. Pernikahan ini merupakan penjodohan yang diatur oleh orang tua Gandhi.

Lebih lanjut, ketika ayah Gandhi dalam kondisi sekarat, Gandhi meninggalkan ayahnya untuk berhubungan seksual dengan istrinya. Kesalahan ini membuat dirinya kehilangan momen kematian sang ayah. Semua hal ini membuatnya merasa amat bersalah dan terdorong untuk memperbaiki diri menjadi orang yang lebih baik lagi.

Gandhi kemudian melanjutkan pedidikan ke Shamaldas College di Bhavnagar. Namun, atas saran pamannya, Gandhi akhirnya menempuh pendidikan tingginya di jurusan hukum Universitas London.

Saat berkuliah di Universitas London, ia bertemu dengan komunitas Theosophical Society. Di komunitas tersebut, Gandhi terdorong mempelajari berbagai kitab Hindu, khususnya Bhagavad Gita. Ketertarikannya akan agama Hindu pun tumbuh. Sejak saat itu, ia kembali mempraktikkan nilai tradisi Hindu, yakni melakukan vegetarian, menghindari kegiatan seksual, serta menghindari konsumsi alkohol. Berkat transformasinya ini, Gandhi kemudian melakukan sumpah selibat (setelah sebelumnya memiliki 5 anak, namun menjadi 4 anak karena anak kelimanya meninggal) dan memutuskan hanya berpakaian dhoti putih seumur hidupnya.

Masa pendidikan Gandhi di Universitas London hanya berlangsung 3 tahun. Pada 1891, Gandhi harus pulang ke India karena ibunya meninggal dunia. Setelah melewati masa berkabung, Gandhi mencoba peruntungannya dengan membuka praktik hukum di Bombay. Namun, upayanya berujung pada kegagalan. Gandhi akhirnya menerima posisi dari sebuah perusahaan India yang menugaskannya menjadi pengacara di Afrika Selatan. Gandhi kemudian melanjutkan hidupnya bersama dengan istri dan anak-anaknya di Afrika Selatan selama hampir 20 tahun lamanya.  

Awal perjuangan di Afrika Selatan

Gandhi tiba di Afrika Selatan pada tahun 1893. Kala itu, Gandhi berusia 24 tahun. Transformasi Gandhi dari pemuda biasa menjadi aktivis pejuang kemerdekaan bermula dari sederet pengalaman diskriminasi yang diperolehnya dan kaum kulit berwarna lain di Afrika Selatan.

Pernah suatu waktu, seorang hakim dari kaum Eropa memintanya untuk melepas sorbannya. Tak ayal, Gandhi menolak diskriminasi tersebut dan memilih meninggalkan ruang sidang. Di lain kesempatan, Gandhi diusir dari kereta api menuju Pretoria. Bahkan, bukan hanya diusir, kala itu Gandhi dilempar keluar dari kereta hanya karena para petugas kereta tidak percaya bahwa seorang India bisa memiliki tiket kereta kelas 1. Pengalaman ini akhirnya meninggalkan jejak yang mendalam bagi Gandhi dan mendorongnya untuk memperjuangkan hak para kaum kulit berwarna di Afrika Selatan selama 21 tahun.

Pada masa perjuangannya melawan diskriminasi di Afrika Selatan kala itu, Gandhi mengasah keterampilan berdialog serta memperkaya wawasannya akan kerja imperialisme Barat. Gandhi juga berkontribusi besar atas jasanya membentuk kekuatan massa dengan mengadakan kongres warga keturunan India di Kota Natal. Meski kongres tersebut berhasil menanamkan kesatuan dan suara politik para kaum imigran India, kongres tersebut gagal mengeluarkan Gerakan yang signifikan. Bahkan, Gandhi mendapat serangan dari para demonstran kaum kulit putih pada 1897. Namun, keberanian Gandhi tidak menyusut, ia tetap menggalakkan perlawanan tanpa kekerasan di Afrika Selatan.

Baca juga: Biografi Michelle Obama, Ibu Negara US Pertama yang Berdarah Afrika-Amerika

Pengaruh yang cukup signifikan dari Gandhi adalah saat masa terjadinya Perang Boer antara Kerajaan Inggris dan Republik Afrika Selatan. Kala itu, Gandhi berhasil menghimpun hingga 1100 relawan medis yang berasal dari kaum imigran India untuk mengobati korban perang. Aksi Gandhi ini berhasil mendorong warga India memperoleh sorotan dan apresiasi dari pemerintahan Inggris.  

Kembali ke India

Ketika kondisi penjajahan Inggris di India semakin mejadi-jadi, Gandhi memutuskan pulang kembali ke India pada Juli 1914. Semangat perjuangan anti kekerasannya di Afrika Selatan mendorongnya untuk menerapkan hal yang sama di India.

Perjuangan Gandhi dimulai dengan aksi sederhana, yakni mendirikan pusat pendidikan agama Hindu yang dinamakan Ashram. Di Ashram, Gandhi mengajarkan prinsip anti kekerasan yang dianutnya. Kemudian perjuangan Gandhi beranjak menuju upaya nyata dengan memperjuangkan hak petani India melawan tuan tanah Inggris yang memungut biaya sewa tanah yang sewenang-wenang. Gandhi juga mendorong kemandirian pangan warga India yang akhirnya membuat Gandhi ditangkap polisi. Untungnya, penangkapan Gandhi hanya terjadi semalam saja karena adanya demonstrasi dari ribuan petani India.

Gandhi meneruskan ajaran tanpa kekerasannya yang berdasarkan 4 prinsip utama, yakni satyagraha (non-kooperatif dan menolak tunduk), ahimsa (tanpa kekerasan), hartal (mogok kerja), dan swadesi (cinta tanah air dengan menggunakan produk dalam negeri). Prinsip-prinsip ajaran Gandhi ini ramai dipraktikkan oleh warga India dan mampu membuat pemerintahan Inggris panik dan marah. Kegeraman Inggris memuncak pada tanggal 13 April 1919. Saat itu, kurang lebih 1500 warga sipil India dibantai oleh pemerintah Inggris.

Kendati demikian, Gandhi tetap melanjutkan perjuangannya menyerukan perjuangan anti kekerasan. Hingga pada 1922, terjadi pemberontakan massal warga sipil India. Pemberontakan itu berujung pada pengeroyokan dan pembunuhan polisi Inggris. Pemberontakan ini kemudian mendorong Gandhi untuk melakukan aksi mogok makan. Aksi mogok makan tersebut berhasil meredam pemberontakan. Namun, setelah pemberontakan berhasil diredam, Gandhi ditangkap dengan tuntutan penghasutan warga India. Kali ini, penangkapan Gandhi berlangsung lama. Gandhi baru dibebaskan 2 tahun kemudian, tepatnya pada 5 Februari 1924 karena alasan kesehatan.

Tahun-tahun berikutnya, Gandhi semakin lantang menyuarakan keadilan. Ia tidak hanya memperjuangkan kemerdekaan India, melainkan juga mengupayakan perdamaian umat Hindu dan Muslim, menghapus diskriminasi kasta rendah, serta mengupayakan keadilan gender antara perempuan dan laki-laki.

Seiring waktu berlalu, pemerintah Inggris juga semakin sering melakukan tindakan kekerasan kepada warga India. Sepanjang tahun 1930, ribuan penduduk sipil India dipukuli dan dipenjarakan karena melakukan perlawanan anti kekerasan. Tindakan sewenang-wenang Inggris ini akhirnya mendapat kecaman dari dunia internasional.

Pada 1931, Gandhi diundang untuk menghadiri Round Table Conference di London sebagai satu-satunya perwakilan Indian National Congress. Tapi konferensi ini berujung pada kegagalan. Inggris masih belum ingin menyerahkan kemerdekaan bagi India dengan dalih banyak umat Muslim dan Sikh yang menentang visi India bersatu ala Gandhi.

Kemerdekaan India baru bisa terwujud setelah Perang Dunia Kedua berakhir. India resmi merdeka pada 15 Agustus 1947. Tetapi, kemerdekaan India harus beriringan dengan pemisahan warga India penganut Muslim. Mayoritas penganut Muslim di India memilih untuk memisahkan diri dan membentuk negara yang baru dengan nama Pakistan.

Pemisahan ini memicu bentrokan antar umat beragama yang direspons Gandhi dengan melakukan aksi mogok makan lagi. Meski aksi mogok makan yang dilakukan Gandhi berhasil menyurutkan bentrokan, Gandhi dikecam oleh penganut Hindu dan Muslim yang fanatik.

Kematian

Puncak ketegangan Gandhi dengaan para penganut agama fanatik terjadi pada 30 Januari 1948.

Saat itu, ketika Gandhi sedang mengikuti upacara doa massal di New Delhi, ia ditembak oleh seorang penganut Hindu Mahasabha yang fanatik, Nathuram Vinayak Godse. Kala itu, Gandhi berusia 79 tahun dan baru menikmati kemerdekaan India yang berumur kurang dari enam bulan.

Referensi:

https://www.bbc.com/indonesia/dunia-49893035

https://tirto.id/4-prinsip-perjuangan-mahatma-gandhi-satyagraha-hingga-swadeshi-gn4d

https://www.history.com/topics/india/mahatma-gandhi

https://www.zenius.net/blog/biografi-mahatma-gandhi

Illustrator: Umi Kulzum Pratiwi Nora Putri

Bagikan di:

Artikel dari Penulis