Menilik Mentalitas Tidak Sabaran Orang Indonesia di Balik Tagar #STYOUT
Beberapa waktu lalu sempat ramai di sosial media Indonesia mengenai tagar #STYOUT. Tagar tersebut merupakan ungkapan kekecewan suporter sepakbola nasional atas permainan dan hasil buruk yang diperoleh oleh tim asuhan Shin Tae-Yong dalam beberapa waktu kebelakang. Bahkan kemunculan tagar yang sempat menjadi perdebatan tersebut, disinyalir mulai muncul sejak kegagalan timnas pada gelaran AFF Suzuki Cup 2020 yang dilaksanakan pada akhir tahun 2021 kemarin.
Puncaknya yakni pada saat tim nasional dalam beberapa waktu mendapat hasil minor atas Bangladesh dalam FIFA matchday bulan Mei kemarin. Sebenarnya timnas tidak mengalami kekalahan hanya hasil imbang. Namun, hal tersebut justru memicu kekecewaan publik sepakbola nasional dan meminta pelatih asal Korea Selatan tersebut untuk mengundurkan diri dari kursi pelatih timnas Indonesia.
Hal ini seakan menunjukan bagaimana mentalitas masyarakat Indonesia secara umum. Mentalitas suka dengan hal-hal instan dan tidak mau menunggu sebuah proses atau dengan kata lain “tidak sabaran”.
Baca juga: Menilik Timnas Indonesia pada Gelaran AFF 2020
Kebiasaan yang Sudah Mendarah Daging
Salah satu contoh dalam hal yang cukup sederhana, yakni kebiasaan dalam mengantri. Terkadang kegiatan yang lazim dilakukan dalam menunggu antrian beragam hal tersebut, selalu saja menimbulkan konflik dalam masyarakat. Bayangkan saja ketika kamu sedang antri dalam mengambil uang di ATM atau Bank tiba-tiba saja ada oknum yang langsung menyerobot antrianmu. Bagi sebagian orang mungkin akan diam saja dan legowo. Namun, bagi sebagian orang tentu hal ini akan menimbulkan permasalahan, mulai dari adu mulut bahkan sampai ke kontak fisik di saat kondisi sudah tidak terkontrol.
Kebiasaan tidak mau bersabar yang dilakukan oleh beberapa orang tentunya dapat membuat permasalahan yang lebih besar dan mungkin saja dapat berurusan dengan pihak berwajib apabila sudah melewati ambang batas tertentu. Juga dapat menimbulkan permasalahan yang jauh lebih besar dan rumit apabila masing-masing pihak tidak bisa meredam amarahnya.
Hal di atas merupakan contoh paling sederhana, bahwa mentalitas masyarakat kita memang tidak pernah mau untuk bersabar dan cenderung menuruti egonya sendiri.
Dipengaruhi oleh Lingkungan
Hal-hal di atas tentunya tidak muncul secara tiba-tiba, pastinya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang selalu menuntut untuk melakukan segala hal secepat dan seringkas mungkin. Belum lagi pola pikir manusia yang selalu seakan-akan dikejar oleh waktu yang terus berjalan, akan semakin menumbuhkan rasa tidak sabaran dalam psikis individu.
Sayangnya rasa tidak sabaran dan ingin selalu cepat serta instan ini seringkali dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk memungut keuntungan sendiri ataupun kelompok. Banyak oknum-oknum di luar sana yang membuka jasa “jalan belakang” agar dapat memangkas waktu dalam mengurus atau menjalani sesuatu yang sedang dilakukan orang lain. Tidak jarang adapula yang membuka jasa tersebut secara terang-terangan.
Baca juga: Banyak Mahasiswa Mager, Joki Skripsi Makin Seger!
Hal tersebut bahkan sudah dianggap sesuatu yang cukup wajar bagi sebagian masyarakat kita. Masyarakat kita memang bukan masyarakat yang memiliki tingkat kesabaran dan mau menunggu proses. Tidak jarang pula ada yang langsung mengambil “langkah” atau “jalan pintas” agar permasalahan dan urusannya cepat selesai meskipun harus mengorbankan hal lain yang seharusnya bisa dihindari.
Mungkin hal di atas hanyalah sedikit pemaparan tentang mentalitas tidak mau sabaran masyarakat kita. Memang masyarakat kita tidak bisa dipungkiri masih jauh dari kata tertib dan memiliki rasa sabar yang tinggi. Semoga ulasan kali ini dapat menjadi renungan bagi kita semua.
Editor: Firmansah Surya Khoir
Illustrator: Salman Al Farisi