Persoalan Politik: Penyebab Munculnya Aliran atau Sekte dalam Islam

Penyebab Munculnya Aliran Islam

Persoalan Politik: Penyebab Munculnya Aliran atau Sekte dalam Islam

Islam adalah agama rahmatan lil’alamin, ia menjadi rahmat bagi seluruh makhluk alam semesta. Islam dikenal sebagai agama Samawi atau agama Abrahamik. Agama Samawi sendiri merupakan agama yang turun dari langit yang berlandaskan wahyu Tuhan. Sedangkan agama Abrahamik memiliki kesamaan leluhur pada sosok Abraham atau Ibrahim. Yang tergolong dari agama Abrahamik adalah Islam, Kristen, dan Yahudi.

Sesuai judul di atas, aliran-aliran dalam Islam itu berawal dari perbedaan pandangan politik. Berkaca pada sejarah, semua berawal dari pada zaman Khulafaur Rasyidin, lebih tepatnya pada akhir zaman khalifah Usman bin Affan. Merujuk pada artikel republika.co.id, dijelaskan bahwa perang secara fisik beberapa kali terjadi antara pasukan Ali bin Abi Thalib melawan para penentangnya. Peristiwa-peristiwa ini telah menyebabkan terkoyaknya persatuan dan kesatuan umat. Sejarah mencatat, paling tidak ada dua perang besar pada masa ini, yaitu perang Jamal (Perang Unta) yang terjadi antara Ali dan Aisyah yang dibantu Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah serta Perang Siffin yang berlangsung antara pasukan Ali melawan tentara Muawiyah bin Abu Sufyan.

Baca juga: Biografi Suhaib bin Sinan, Seorang Pedagang yang Amat Cinta dan Setia pada Rasulullah

Singkat cerita, Muawiyah bin Abu Sufyan selaku gubernur Damaskus banyak menentang kebijakan Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-empat kala itu (menggantikan posisi Usman bin Affan). Muawiyah menentang permintaan Ali untuk mengungkap kasus terbunuhnya Utsman bin Affan, yang tidak kunjung menemui titik terang kala itu. 

Semua permasalahan dan perselisihan antara Ali dan Muawiyah memuncak pada Perang Shiffin. Merujuk dari artikel yang ditulis oleh Yat Rospia Brata (Dosen Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan Universitas Galuh Ciamis), latar belakang dari perang Shiffin bermula ketika Ali bin Abi Thalib meminta Muawiyah bin Abi Sufyan melepas jabatan gubernurnya (memintanya untuk berhenti). Namun, Muawiyah menolak dan secara terang-terangan menentang Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.

Penolakan dari Muawiyah ini memicu timbulnya perang antara pihak Ali dan Muawiyah di kota tua Shiffin di dekat Sungai Eufrat pada 26 Juli Tahun 657 Masehi/1 Shafar 37 Hijriah. Perang ini berakhir dengan peristiwa tahkim atau arbitrase. Tahkim merupakan perundingan antara kedua belah pihak. Kedua pihak mengutus seseorang untuk menjadi hakim dalam mengadili perkara antara Ali dan Muawiyah.

Pihak Mu’awiyah bin Abi Sufyan menunjuk Amr bin al-‘Ash sebagai hakim atau juri rundingnya, sedangkan pihak Ali bin Abi Thalib menunjuk Abu Musa al-Asy’ari. Kedua belah pihak sepakat untuk menjatuhkan Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Pada saat pengumuman keputusan, Abu Musa al Asyari mengumumkan keputusan untuk memecat Ali sebagai Khalifah yang sah, hal ini adalah siasat dari Amr bin al-Ash. Setelah pengumuman yang dilakukan Abu Musa, Amr bin al-Ash spontan maju dan berkata: “Abu Musa memecat sahabatnya itu, dan saya ikut memecat orang yang telah dipecatnya, tapi saya akan mengukuhkan sahabat saya Muawiyah bin Abu Sufayn. Dia adalah wakil Utsman bin Affan dan berhak menuntut itu.”

Pada akhirnya, peristiwa tahkim tersebut tidak menyelesaikan masalah sama sekali, malah menimbulkan masalah baru antara kedua kubu. Internal Islam yang sebelumnya sudah carut marut akibat Perang Shiffiin, tahkim malah melahirkan penentang baru. Ia adalah orang-orang yang keluar dari barisan pendukung Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan Khawarij. Mereka menentang hasil keputusan tahkim atau arbitrase karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Mereka bahkan tidak segan menganggap pendukung Muawiyah sebagai kafir, karena menentang khalifah yang sah. Mereka juga menganggap pendukung Ali sebagai kafir karena menerima hasil dari tahkim Tersebut. Setelah kejadian tahkim, terbentuklah tiga golongan yang saling berselisih paham. Pertama, golongan pendukung Ali bin Abi Thalib. Kedua, golongan pendukung Muawiyah bin Abu Sufyan. Ketiga, golongan yang menentang Ali dan Muawiyah. Karena persoalan politik inilah, agama Islam mulai terpecah belah dan memunculkan perpecahan yang baru dalam bentuk aliran atau sekte.

Editor: Widya Kartikasari
Illustrator: Umi Kulzum Pratiwi Nora Putri

Bagikan di:

Artikel dari Penulis