Menerka Alasan Tulisan di Bokong Truk Begitu Ikonik – Saya bukan tipe orang yang mampu untuk menerjemahkan karya seni rupa maupun lukisan dengan baik. Memang enggak ada patokan khusus yang menjadi standar untuk memaknai suatu seni rupa maupun lukisan. Akan tetapi, saya rasa setiap pemaknaan saya terhadap karya seni, khususnya seni rupa dan lukisan, selalu cetek dan dangkal. Wajar saja sih, wong nilai mata pelajaran seni saya selalu rendah dibandingkan nilai-nilai mata pelajaran yang lain, sejak duduk di bangku sekolah dasar sampai SMA.
Meskipun begitu, saya masih cukup mampu untuk memaknai karya seni jalanan yang jarang diapresiasi oleh banyak orang, salah satunya seperti tulisan di bokong truk. Bagi saya dan mungkin beberapa orang lain, karya seni lukisan dan tulisan di bokong truk begitu ikonik. Saya kerap kali berdecak kagum ketika melihat tulisan di bokong truk, baik dari hasil lukisan airbrush maupun sticker. Mungkin ada beberapa alasan yang membuat lukisan dan tulisan bokong truk menjadi begitu ikonik.
Berikut saya akan menerka beberapa alasannya :
- Tulisannya terasa jujur dan dekat dengan kehidupan sehari-hari
Banyak sekali tulisan di bokong truk yang sangat sederhana dan berima, salah satu yang paling legendaris dan selalu diingat adalah “Pulang Malu, Tak Pulang Rindu.” Mungkin itu suatu ekspresi diri seorang supir truk yang sudah tak tahan mengemban rindu karena lama tak pulang, yang disebabkan oleh tugas pekerjaan di jalan. Lamanya tugas di jalan sampai membuat sang supir malu untuk pulang ke rumah bertemu anak dan istrinya sendiri.
Selain itu, tulisan “Pulang Malu, Tak Pulang Rindu” juga dapat mewakili orang-orang yang membacanya, seperti para perantau di kota-kota besar. Sebenarnya, banyak perantau yang telah terjangkit rindu kampung halaman. Sayangnya, situasi dan kondisi ekonomi yang belum sukses-sukses amat membuat sang perantau terpaksa untuk memilih terus berjuang sebelum menuju ke kampung halaman untuk pulang.
Bahkan, wabah covid-19 sempat mengganas di Indonesia dan ada beberapa orang yang terpaksa bekerja di luar rumah karena enggak bisa bekerja dari rumah, termasuk salah satunya profesi supir truk. Terdapat satu tulisan bokong truk yang dapat mewakili pekerja tersebut, yaitu “Biar Aku Saja yang Pake Masker, Kamu Cukup di Rumah Saja Pake Masker”. Kata-kata yang begitu puitis untuk mewakili para pengais rupiah di tengah wabah.
- Ditampilkan pada galeri yang sangat panjang bernama jalanan
Memang benar bahwa lukisan atau karya seni rupa yang bernilai seni tinggi dan mahal memiliki galeri tempatnya sendiri. Suatu galeri yang eksklusif dan bangunannya terlihat sangat estetik, tampak begitu cocok untuk memamerkan suatu mahakarya lukisan atau karya seni rupa.
Sayangnya, semua galeri indah nan estetik tersebut, saya rasa, bakal kalah dengan galeri pameran dari tulisan bokong truk. Galeri dari tulisan bokong truk adalah jalanan yang sangat panjang dan nyaris tak berujung. Tulisan bokong truk memiliki suatu galeri sepanjang roda berputar, sepanjang kemampuan mesin untuk membawa truk pergi.
- Visual yang menarik mata
Enggak cuma tulisan dari bokong truk yang menarik mata dan hati, gambar-gambar yang disajikan pada bokong truk juga sangat menarik karena cenderung vulgar dan/atau menampilkan sosok terkenal. Meskipun tulisan bokong truk yang terbuat dari cutting sticker lebih mirip dengan aslinya, tapi menurut saya gambar yang dihasilkan sangat biasa.
Saya cenderung lebih suka gambar dari tulisan bokong truk yang terbuat dari airbursh sebab gambar yang dihasilkan biasanya memiliki karakter yang kuat dan keunikannya sendiri.
Lebih suka gambar bokong truk dari cutting sticker atau airbrush itu merupakan pilihan dan preferensi pribadi masing-masing. Namun, hal yang perlu disepakati adalah gambar di bokong truk memang sangat menarik mata untuk melihatnya.
Begitu sekiranya alasan-alasan yang menyebabkan tulisan di bokong truk menjadi begitu ikonik. Bagi seseorang yang memiliki selera seni yang rendah seperti saya, memahami dan menafsirkan setiap kata dari tulisan di bokong truk cukup membuat saya senang dan bahagia.
Editor: Widya Kartikasari
Visual Designer: Al Afghani