Indikator Manusia Terbaik dalam Al-Qur’an dan Hadits – Pasca musyawarah, konferensi, pemilu, dan berbagai perundingan lainnya ketika merumuskan struktural – khususnya dalam pemilihan ketua/pemimpin – organisasi, instansi, dan sebagainya, tak jarang terjadi perselisihan pendapat, bahkan bisa sampai adu fisik antar pihak. Biasanya, hal itu terjadi karena saling mempertahankan kepentingannya satu sama lain terhadap hasil yang telah diputuskan.
Dengan terjadinya konflik seperti itu, terkadang kompetensi yang dimiliki pemimpin terpilih kurang memadai. Hal ini karena cara pandang yang digunakan tak lagi mengarah pada kemaslahatan dan peradaban ke depannya, tetapi bergantung pada kontrak politik.
Berkualitas atau tidaknya menjadi pertimbangan ke sekian, bukan prioritas. Sehingga laju organisasi yang dipimpinnya menjadi lamban, bahkan macet yang pada akhirnya merusak dan menurunkan mutu organisasi.
Itulah salah satu titik awal penyebab ketidakharmonisan dalam bernegara atau berorganisasi, yang berdampak buruk di kemudian hari. Dari sini bisa digarisbawahi bahwa seorang pemimpin belum tentu yang terbaik di antara anggotanya.
Pejabat negara, misalnya, belum tentu menekuni atau memiliki kapasitas di bidang yang sesuai dengan jabatan yang diembannya. Seperti halnya pejabat negara yang membawahi wilayah pendidikan belum tentu paling berpendidikan; di bidang agama belum tentu paham, membela, dan taat terhadap Agama; kaum intelektual dan motivator tidak mesti konsisten dengan ilmu atau teori yang disampaikannya; bahkan kepala negara, ketua organisasi/instansi, dll. pun tidak ada jaminan lebih baik daripada rakyat, bawahan, atau kader-kadernya; begitu pun seterusnya.
Baca juga: Eksistensi “Kamu” dalam Refleksi
Akan tetapi, tidak berarti semua pemimpin seperti itu, banyak juga yang hebat dan meraih prestasi, kejayaan, dan peradaban yang mulia. Begitulah manusia, yang tampak di hadapan orang lain bisa berbeda dengan jati dirinya yang asli.
Bagi umat muslim tentu segala sesuatunya dikembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnah. Di mana keduanya merupakan sumber utama manusia untuk bisa hidup selamat di dunia-akhirat. Termasuk dalam menggunakan cara pandang (worldview) dalam menjalani kehidupan ini.
Dalam Islam, indikator manusia terbaik bukanlah yang paling kaya, terpandai, atau paling berkuasa, melainkan sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat: 13)
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ibnu Hibban)
عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
Dari Utsman radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
إِنَّ مِنْ أَخْيَرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ خُلُقًا
“Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian ialah yang paling bagus akhlaknya.” (HR. Muslim)
Dari sini, jelas sekali kalau ayat Al-Qur’an maupun Hadits di atas tidak menyebutkan bahwa kekayaan, pangkat, jabatan, atau profesi menjadi kriteria dalam menentukan apakah seseorang itu terbaik atau tidak. Akan tetapi, yang menjadi tolak ukur adalah sejauh mana ia dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. dan mematuhi segala hal yang disyariatkan-Nya.
Jadi, indikator manusia terbaik menurut beberapa dalil di atas adalah: yang paling bertaqwa, bermanfaat bagi sesama, belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya, dan paling baik akhlaknya.
Tulisan ini sebagai kontemplasi, motivasi, dan koreksi terhadap diri penulis pada khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya dalam menghadapi desas-desus kehidupan yang penuh sandiwara dan problematika.
Wallahu a’lam.
Editor: Widya Kartikasari
Illustrator: Umi Kulzum Pratiwi Nora Putri