Jangan pernah mengirim draf pertama tulisanmu!
Draf pertama atau tulisan awal biasanya berisi kumpulan ide atau poin-poin penting yang ingin disampaikan penulis. Semua hal yang ingin disampaikan-ide, kerangka tulisan, argumen-semuanya tertuang dalam draf awal. Karena dalam proses ini biasanya penulis akan menulis dengan cepat, biasanya penulis tidak terlalu memperhatikan beberapa kesalahan pada tulisan, baik dari segi tata bahasanya atau konteks tulisan.
Ada baiknya penulis memiliki standar tulisan untuk diterbitkan, minimal tidak berantakan dan dapat dipahami pembaca. Untuk memastikan hal ini, draf pertama tulisan yang telah selesai memerlukan proses editing atau penyuntingan sebelum tulisan diterbitkan.
Proses penyuntingan atau editing biasanya akan dikerjakan oleh editor atau penyunting, tetapi akan lebih baik jika seorang penulis yang memeriksa kembali tulisan dan memperbaiki hasil tulisannya secara mandiri. Hal ini disebut swasunting atau self-editing.
Swasunting merupakan proses memperbaiki tulisan dengan mengoreksi kesalahan, merevisi struktur, dan mengasah pilihan kata dalam kalimat. Keterampilan ini diperlukan oleh penulis untuk menyempurnakan tulisan. Selain mempermudah kerja editor, keterampilan swasunting juga dapat meningkatkan kualitas menulis dan menghindari kemungkinan dicap sebagai penulis yang teledor.
Idealnya, tulisan yang dikirim, baik ke penerbit atau pun media platform online (seperti KapitoId, misalnya), merupakan tulisan terbaik yang telah melewati proses swasunting oleh penulis. Raditya Dika mengatakan bahwa naskah atau tulisan dikatakan selesai diedit atau disunting ketika pada akhirnya penulis hanya mengubah tanda baca titik atau koma, sebelum akhirnya naskah tersebut dirasa siap untuk dikirim ke penerbit.
Baca juga: Pentingnya Batas Jumlah Kata dalam Menulis
Seorang penulis biasanya memiliki kecenderungan untuk mempertahankan tulisannya. Namun, ketika tulisan tidak melewati proses swasunting dan editor menjumpai tulisan yang berantakan atau susah dimengerti, bukan tidak mungkin jika editor akan merevisi langsung tulisan atau memangkas dan mengubah tulisan, hanya karena kelalaian penulis. Inilah pentingnya swasunting bagi penulis.
Aspek yang Perlu Diperhatikan
Dalam proses swasunting, Narabahasa menyebutkan ada 2 aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek substansi dan aspek bahasa. Aspek substansi mencakup struktur, konsistensi, data dan fakta, nalar, serta kepatutan tulisan.
Bagian struktur tulisan artinya bagian awal, isi, dan, penutup tulisan harus memiliki alur yang yang saling berhubungan dan bersambung.
Konsistensi yang perlu diperhatikan adalah sudut pandang, kata dan istilah, serta gaya bahasa. Misalnya, ketika suatu karya tulis ilmiah disajikan dalam bahasa yang formal, penulis harus memastikan gaya bahasa yang digunakan konsisten dari awal hingga akhir.
Pemeriksaan data dan fakta diperlukan untuk memastikan kebenaran atau kevalidan isi tulisan, apakah argumen atau pernyataan yang diberikan memiliki landasan yang dipercaya atau tidak. Data dan fakta bisa diperoleh dari studi literatur, wawancara, observasi, survei. Misalnya, suatu artikel yang mengklaim suatu cara menyembuhkan penyakit dengan cara-cara tertentu, maka klaim ini perlu diperiksa kembali untuk memastikan apakah cara tersebut valid dari segi penelitian medis.
Nalar dalam kalimat per kalimat juga perlu diperhatikan, apakah kalimat yang terangkai sudah masuk akal atau belum. Hal ini bisa diperiksa pada penggunaan konjungsi, silogisme, dan pengandaian. Pastikan setiap kalimat menuju pada satu konklusi dan tidak bertentangan satu sama lain.
Kepatutan tulisan yang diperiksa meliputi legalitas dan kesusilaan. Misalnya, salah satu kriteria tulisan yang kerap dicantumkan adalah “tidak mengandung SARA”, maka penulis harus mematuhi hal ini dalam tulisannya.
Selain itu, ada aspek bahasa yang meliputi pemeriksaan wacana, paragraf, kalimat, kata, dan ejaan. Dalam hal ini, penulis bertanggung jawab untuk memastikan isi tulisan sudah logis, tidak rancu, dan dapat dipahami pembaca. Kesalahan gramatika atau tata bahasa pada tulisan bahkan dapat mengganggu pembaca, yang bisa menjadi alasan pembaca untuk tidak melanjutkan membaca tulisan. Untuk menghindari kesalahan ini, biasakan untuk mengecek KBBI dan PUEBI saat proses swasunting.
Baca juga: Tips Menjuarai Kompetisi Menulis
Dari kedua aspek di atas, yaitu aspek substansi dan aspek bahasa, maka akan terlihat perbedaan dari keduanya. Aspek substansi lebih mengarah pada isi atau konteks tulisan, apakah isi dari tulisan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Sedangkan aspek bahasa mengarah pada bagaimana mengomunikasikan isi tulisan ke pembaca dengan bahasa yang baik dan mudah dipahami.
Tips Swasunting
Untuk mempermudah proses swasunting, ada beberapa tips yang bisa dilakukan penulis. Pertama adalah dengan mengistirahatkan tulisan. Istirahatkan tulisan selama 1-2 jam, 1-2 hari, atau bahkan seminggu. Ini berguna untuk menjaga jarak dengan hasil tulisan sebelum proses penyuntingan.
Metode ini merupakan usaha untuk melupakan semua yang telah ditulis. Dengan begitu, ketika berada dalam proses swasunting, tulisan tersebut akan terasa seolah-olah ditulis oleh orang lain, sehingga kita lebih mudah mendeteksi kesalahan dan lebih tega merombak atau memperbaiki kekurangan dalam tulisan. Secara tidak langsung, cara ini akan membantu kita mempertajam tulisan kita sendiri.
Selain itu, untuk mempermudah swasunting yaitu dengan mendengarkan apa yang kita tulis. Okky Madasari memberikan tips memeriksa tulisan dengan melafalkan apa yang kita tulis. Dengan membaca dan mendengarkan tulisan, kita dapat menilai apakah tulisan sudah terdengar masuk akal atau tidak, bisa dimengerti atau tidak, serta mendeteksi kesalahan dalam penulisan.
Selain melafalkan tulisan sendiri, kita juga bisa meminta bantuan teman, keluarga, atau orang terdekat untuk membaca tulisan kita. Teman ini akan berperan sebagai pembaca pertama, yang kemungkinan akan memberikan masukan jika terdapat beberapa kesalahan dalam tulisan. Tanggapan, saran, dan kritik orang lain akan tulisan kita tentu sangat perlu untuk dipertimbangkan.
Editor: Firmansah Surya Khoir
Illustrator: Natasha Evelyne Samuel