Biografi Siddhartha Gautama, Pendiri Agama Buddha – Dari sekian banyak keyakinan dan agama yang dianut oleh umat manusia, Buddha merupakan salah satu dari sekian banyak yang dianut oleh manusia saat ini. Agama yang diyakini muncul sejak ribuan tahun lalu tersebut didirikan dan disebarkan oleh Siddhartha Gautama atau juga dikenal dengan nama Buddha Gautama. Beliau juga diketahui memiliki beberapa nama lainnya, salah satunya adalah Sakyamuni. Melalui artikel biografi Siddhartha Gautama ini, kita akan men-genal lebih dalam sosok seorang Siddhartha Gautama.
Beliau diketahui adalah seorang “guru” atau pertapa suci yang muncul di kawasan Asia Selatan sekitar tahun 560-480 sebelum masehi. Dirinya yang kelak menjadi pendiri dan penyebar agama Buddha dipercaya oleh para pengikutnya hingga kini sebagai “Yang Tercerahkan”. Dalam ajaran Buddha, dirinya juga dikenal memimpin umatnya dalam perjalanan menuju “Nirwana” yang memiliki terjemahan secara harfiah “lenyap dan padam”.
Profil Singkat Siddhartha Gautama/Buddha Gautama
Nama | Siddhartha Gotama / Siddhartha Gautama / Sakyamuni |
Tempat Lahir | Lumbini, Republik Sakya |
Tanggal Lahir | (Tidak diketahui, kemungkinan antara 560 SM-480 SM) |
Pendidikan | (Tidak dijelaskan secara spesifik, kemungkinan pendidikan formal yang ada di masa itu) |
Ayah | Śuddhodana |
Ibu | Maya Devi |
Keluarga | – Yashodhara (Istri) – Rahula (Anak) – Sinahanu (Kakek dari Ayah) – Kaccana (Nenek dari Ayah) – Gotami (Ibu Tiri) |
Status | – Pertapa – Pangeran Kerajaan – Guru Spiritual |
Agama | Pendiri keyakinan atau Agama Buddha |
Biografi Siddhartha Gautama
Latar Belakang dan Kehidupan Masa Kecil
Siddhartha Gautama lahir sebagai seorang anak raja yang berkuasa di Republik/Kerajaan Sakya. Ayahnya merupakan Raja Suddhodana merupakan pemimpin kerjaan tersebut yang dikenal sebagai seorang raja yang cukup bijaksana di masa kepemimpinannya. Ibunya merupakan Maya Devi. Ibunya dikisahkan meninggal beberapa saat setelah berjuang melahirkan Siddhartha Gautama.
Baca juga: Biografi Mahatma Gandhi, “Bapak Bangsa” India yang Melawan Tanpa Kekerasan
Saat lahir, Siddhartha Gautama dikisahkan langsung menunjukkan bahwa dirinya merupakan “orang yang terpilih” dan memiliki banyak mukjizat atau keajaiban. Ketika dia lahir, dikisahkan dua pancaran air muncul dari langit. Satu pancaran mengeluarkan air dingin dan satunya air hangat. Air tersebut membasuh Siddharta Gautama dan membuatnya menjadi bersih. Selain itu, keajaiban lainnya yang dikisahkan adalah dirinya mampu langsung berdiri beberapa saat setelah lahir dan berjalan ke arah utara.
Menurut penuturan para peramal di Kerajaan Lumbini yang dipimpin oleh Asita Kaladewa, Siddhartha Gautama diramalkan akan menjadi Chakrawartin atau Maharaja Dunia yang nantinya akan menjadi sang Buddha. Namun, ramalan tersebut bukannya membuat ayahnya, yakni Suddhodana senang, melainkan beliau merasa khawatir dengan ramalan tersebut karena tak akan memiliki pewaris takhta kerajaan.
Sejak usia anak-anak hingga beranjak remaja, Siddhartha Gautama dikenal sebagai seorang anak yang tumbuh dengan baik dan cerdas. Pada usia 7 tahun, dirinya dikisahkan telah mempelajari banyak ilmu pengetahuan dengan baik. Bahkan, dirinya diketahui telah melangsungkan pernikahan pada usia 16 tahun. Dirinya menikahi putri Yashodara yang sebelum melangsungkan pernikahan tersebut telah melalui berbagai macam proses sayembara atau kompetisi.
Pada masa remaja inilah dirinya kian tumbuh menjadi sosok yang cukup bijak dan juga dianggap sebagai pewaris takhta kerajaan ayahnya. Bahkan, saat usia remaja dirinya sudah memiliki 3 buah istana, yakni Istana Musim Dingin (Ramma), Istana Musim Panas (Suramma), Istana Musim Hujan (Subha). Namun, ayahnya, yakni Suddhodana tetap khawatir dengan masa depan anaknya seperti yang diramalkan oleh para peramal saat masih kecil.
Namun, Suddhodana tak dapat dipungkiri memang sangat menyayangi putranya tersebut. Bahkan, fasilitas di dalam istana merupakan kualitas terbaik yang akan didapatkan oleh Siddhartha Gautama. Bahkan, Suddhodana sendiri sangat ingin sang pangeran hidup dalam kenikmatan duniawi dan tidak perlu memikirkan kesengsaraan di sekitarnya.
Masa Dewasa dan Memulai Hidup Sebagai Pertapa
Pada suatu ketika, Siddhartha Gautama sedang berjalan-jalan di luar istana. Dirinya cukup terkejut bahwa banyak orang-orang disekitar yang hidup dalam kesengsaraan dan juga memiliki beragam permasalahan hidup. Hal inilah yang membuat pemikirannya mengenai kehidupan duniawi mulai memunculkan gagasan baru yang kelak akan menjadi pandangan hidup yang dirinya terapkan.
Baca juga: Biografi Haji Agus Salim, Sang Diplomat Ulung Perumus Piagam Jakarta
Pada usia 29 tahun, dirinya kemudian memutuskan untuk pergi meninggalkan istana. Uniknya, keputusan ini dilakukannya beberapa saat setelah putranya, Rahula lahir. Selama menjadi pengembara, dirinya pergi menggunakan kereta kuda yang ditemani oleh kusirnya, yakni Channa. Keputusannya ini sudah bulat karena dirinya bertekad meninggalkan segala bentuk kenikmatan duniawi yang didapatkannya dan mengejar spiritualitas.
Pada masa awal pertapaannya, dirinya belajar ilmu spiritualitas dari beberapa guru. Mulai dari Alāra Kālāma dan Uddaka Ramāputta. Bahkan, dirinya juga mengenal proses pertapaan yang cukup ekstrim dengan cara menyiksa diri sendiri. Namun, cara ekstrim tersebut kemudian ditinggalkannya. Akhirnya, Siddhartha Gautama memilih untuk bermeditasi di bawah pohon yang dikenal dengan nama pohon Bodhi untuk mendapatkan penerangan agung.
Selama masa pertapaannya, dirinya sempat beberapa kali mendapatkan bisikan dan godaan dari para roh halus atau entitas tertentu untuk menyudahi pertapaannya. Bahkan, banyak dari godaan tersebut yang nyaris membuatnya putus asa dan menimbulkan keinginan untuk kembali ke rumahnya di Kerajaan Lumbini. Akan tetapi, dirinya mampu melewati rintangan dan godaan tersebut.
Siddhartha Gautama kemudian dikisahkan mencapai pertapaan sempurna saat usianya memasuki 35 tahun. Dirinya kemudian menjadi Samyaksam-Buddha (Samma sam-Buddha) pada saat bulan Purnama Siddhi pada bulan Waisak (Vesak). Dikisahkan, saat mencapai pertapaan sempurna, dari tubuhnya memancarkan 6 sinar buddha (Buddharasmi).
Menyebarkan Ajaran Buddha
Setelah mencapai pertapaan sempurna dan menjadi seorang Buddha, Siddhartha Gautama kemudian menyebarkan ajarannya yang kelak menjadi ajaran atau agama Buddha (Buddhism). Selama penyebaran ajaran Buddha, dirinya memiliki beberapa julukan, antara lain, Buddha Gautama, Buddha Sakyamuni, Tathagata (‘Ia Yang Telah Datang’, Ia Yang Telah Pergi’), Sugata (Yang Maha Tahu) dan beberapa julukan lainnya. Dirinya dikenal memiliki 5 murid pertama yang merupakan sesama pertapa yang pertama kali ditemuinya di Hutan Uruvela.
Dirinya diketahui menyebarkan ajaran Buddha selama kurang lebih 45 tahun lamanya kepada umat manusia saat itu. Dirinya mengajarkan cinta kasih dan juga kasih sayang hingga berusia 80 tahun. Sang Buddha kemudian menyadari bahwa dirinya akan segera terbebas dari Samsara atau ‘kesakitan’ duniawi dan akan memasuki masa Parinibbana.
Setelah menyadari hal tersebut, tak berselang lama Sang Buddha kemudian jatuh sakit. Namun, dirinya masih sempat memberikan sebuah ceramah kepada para muridnya kendati mengetahui waktunya di dunia tidak lama lagi. Dirinya kemudian memasuki masa Parinibbana pada antara tahun 480-400 sebelum masehi. Saat Sang Buddha pergi, jasadnya kemudian dibakar dan dikremasi kemudian dibagikan kepada para pengikutnya.
Siddhartha Gautama memang merupakan sosok ‘Sang Pencerah’ dalam ajaran Buddha yang kental dengan mengesampingkan hasrat duniawi dan mengajarkan cinta kasih, serta kasih sayang terhadap sesama. Dirinya juga mengikrakran 4 Prasetya atau pegangan hidup yang didalamnya mengajarkan cinta kasih. Ikrar-ikrar tersebut ialah:
- Berusaha menolong semua makhluk.
- Menolak semua keinginan nafsu keduniawian.
- Mempelajari, menghayati dan mengamalkan Dharma.
- Berusaha mencapai Pencerahan Sempurna.
Demikianlah profil singkat serta biografi dari seorang Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai pendiri agama Buddha.