Mengapa Harus Ada Tampan dan Cantik? – Tampan dan cantik? Siapa orang yang tak mau dicap seperti itu? pasti setiap orang akan sangat senang jika ada yang menyebutnya seperti itu.
“Wahhh cantik banget kamuu sisst “.
“Iii terima kasih yang lebih cantik”
“Woii suu ganteng men raimu”
“Yoyoseee“
Mungkin kurang lebih seperti itulah percakapan ketika dua manusia yang saling memuji satu sama lain, terlebih di sosial media. Memang sekilas itu adalah hal yang normal dan wajar. Tapi, saya melihat dari sudut pandang lain bahwa hal itu adalah sesuatu yang sangat berbahaya.
Ya, penyebutan tampan dan cantik adalah sebuah hal yang sangat menyeramkan terutama bagi saya. Sebabnya ketika kita terpaku pada kata tampan dan cantik, di pikiran kita pasti akan otomatis memberi standar yang tinggi kepada seseorang tersebut. Lalu setelah itu timbulah sebuah celetukan yang mungkin sangat familiar di telinga orang-orang yaitu good looking, segerrrr, mantappp, dan lain sebagainya. Celetukan tersebut dianggap normal bahkan sangat wajar.
Tapi di sinilah letak menyeramkannya tersebut, ketika orang-orang menormalkan hal itu. Setelah itu ketika ada sosok laki-laki atau perempuan yang di bawah standar pikiran, khayalan, dan ekspetasi mereka. Lantas laki-laki dan perempuan tersebut akan dianggap seperti apa? Jelek? Kucel? Dekil? Bahkan merasa jijik? Sampah! Itulah umpatku kepada mereka yang diam-diam berbicara hal tersebut.
Baca juga: Self Love dan Komentar Negatif Orang-Orang di Sekitar Kamu
Padahal kita tahu bahwa setiap insan memiliki sebuah anugerah dari Tuhan yang luar biasa. Semua sama, sama-sama Tampan dan cantik. Tidak ada seseorang yang lebih merasa tampan atau merasa lebih cantik. Itulah alasan pertama kenapa penyebutan tampan dan cantik itu harus dihapuskan atau paling tidak kenapa harus ada penyebutan seperti itu.
Lalu, dengan tidak menyudutkan atau memberatkan berbagai pihak, saya di sini mencoba menuliskan suatu cerita dengan apa adanya.
Ini adalah cerita curhatan salah satu teman perempuan saya yang geram dengan lingkaran pertemanannya di sekolah yang sering kali menggaungkan istilah tampan dan cantik. Sebut saja namanya Mawar, ia bercerita bahwa pada saat itu adalah masa di mana ospek sedang berlangsung.
Si Mawar ini sedang berkumpul dengan teman sejurusannya sekitar 7 orang yang terdiri atas 4 cewek dan 3 cowok. Pada saat itu mereka ingin memilih seorang ketua kelompok, lalu 2 cowok langsung berceletuk “Kamu aja Melati (nama samaran) yang jadi ketua kelompok, kamu kan gud luking tuh”. Terus cowok satunya menimpali “Iya kamu aja gihh cocok bgtt“.
Di situ Mawar sangat syok “apa apaan bangsat” kiranya seperti itu umpatan dalam hati kepada mereka. Mawar sangat geram dan kesal. Bagaimana tidak, ketua yang seharusnya dipilih dengan segenap kemampuannya untuk memimpin, ini malah dipilih sebab ia mempunyai paras yang di atas rata-rata. Dan yang paling menyeramkannya adalah di samping Mawar geram, ia juga merasa sangat insecure merasa sangat tidak percaya diri dengan penampilannya, menjadi murung dan terkadang kesal dengan diri sendiri yang tak bisa se-rupawan orang lain.
Dunia ini kejam menurut Mawar, ketika orang-orang menormalkan tindakan tersebut yang mana sebenarnya adalah suatu hal yang menjengkelkan terkhusus bagi orang sekitarnya. Mawar bertanya, kenapa dunia ini mengharuskan ada penyebutan tampan dan cantik?
Bukankah lebih bagus jika dari awal tak ada hal seperti itu. Lalu kenapa juga ada sekumpulan orang menjengkelkan yang sangat memuja orang tampan dan cantik. Seakan dunia sudah berputar di sekitarnya. Begitulah cerita Mawar kepadaku.
Ketika dunia ini dikuasai dan didominasi oleh orang-orang yang katanya tampan dan cantik. Lalu di mana tempat untuk mereka yang parasnya biasa-biasa saja sepertiku, bahkan terlampau di bawah rata-rata.
Pun lihat dan amatilah ketika seseorang sedang berinteraksi dengan orang yang disebut tampan dan cantik. Pasti cara pandang dan cara interaksinya akan sangat berbeda dibanding ketika ada seseorang yang berinteaksi dengan orang yang dianggap parasnya biasa-biasa saja atau rata-rata. Hakikatnya semua orang itu sama saja dan berhak diperlakukan dengan cara yang sama juga. Buat apa punya paras rupawan jika kelakuan tak lebih seperti binantang. Juga terentuk kalian berhentilah insecure dengan penampilan kalian. Bersyukurlah dan mulai sekarang cintai dirimu.
Editor: Firmansah Surya Khoir
Ilustrator: Salman Al Farisi