Kritik terhadap Pendidikan Muhammadiyah – Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi masyarakat (ORMAS) terbesar di Indonesia dengan memiliki anggota kader lebih dari 60 juta orang. Selain perkembangan jumlah kader, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) juga ikut turut berkembang pesat. Amal usaha Muhammadiyah bergerak dalam berbagai bidang seperti pendidikan, kesejahteraan sosial, ekonomi, dan lain-lain.
Pak Haidar Nashir selaku Ketua PP Muhammadiyah menyampaikan bahwa saat ini Muhammadiyah tercatat telah memiliki 163 universitas, 23.000 PAUD & TK, 348 pondok pesantren, 117 rumah sakit, 600 klinik dan ribuan pendidikan dasar serta menengah di seluruh penjuru Indonesia. Sebagai kader Muhammadiyah, hal di atas cukup membanggakan, dengan banyaknya prestasi dan sumbangsih Muhammadiyah dalam membantu negara. Namun tidak sedikit pula orang yang mengkritisi organisasi yang dicintainya ini.
Pada masa sebelum kemerdekaan, Muhammadiyah memilih terjun dalam sektor pendidikan dengan membawa spirit bahwa agama tidak hanya berputat pada ibadah mahdhah tetapi juga tentang mencerdaskan anak bangsa. Ini merupakan langkah yang cukup menarik bagi Muhammadiyah, di mana mayoritas organisasi lain memilih mengembangkan kekuatan fisik dan diplomatis. Sedangkan munculnya Muhammadiyah yang dinahkodai K.H. Ahmad Dahan dan kawan-kawan menggunakan pendidikan sebagai langkah awal menuju kemerdekaan.
Baca juga: Perihal Islam Nusantara, Ormas Biru Jelas Lebih Nusantara Dilihat dari Literatur Kadernya
Muhammadiyah di era sekarang memiliki fasilitas pendidikan yang cukup baik seperti gedung yang bertingkat dan kelas yang ber-AC. Namun fasilitas itu hanya dirasakan oleh segelintir orang yang memiliki kekuatan ekonomi yang cukup mapan dan hanya di beberapa kota besar saja.
Banyak dari beberapa kader merasa bahwa saat ini Muhammadiyah terlalu mengkapitalisasi pendidikan, dengan mahalnya biaya masuk, SPP, uang gedung dan lain-lain. Bisa kita lihat saat ini masih banyak sekolah Muhammadiyah di Indonesia baik di tingkat dasar maupun menengah secara fasilitas bisa dikatakan cukup kurang layak.
Dalam tulisannya, alm. Dawam Rahardjo Mantan Anggota PP Muhammadiyah pernah mengkritik sistem pendidikan Muhammadiyah. Dawam melancarkan kritik paling tidak pada dua hal. Yakni, misi praksis Muhammadiyah dan misi teologisnya. Secara praktik, Muhammadiyah menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan. Di usianya yang seabad ini, Muhammadiyah tercatat memiliki belasan ribu sekolah TK-SMA, 163 perguruan tinggi, ratusan panti sosial, dan ribuan amal usaha lainnya, termasuk yang berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi rakyat di berbagai daerah.
Baca juga: Hizbul Wathan
Namun menurut Dawam, tidak ada suatu konsep pendidikan yang membedakan dengan lainnya di Muhammadiyah. Tidak ada konsep terkait sistem pendidikan yang bisa dikatakan sebagai konsep yang dianut oleh Muhammadiyah. Ujung-ujungnya hanyalah suatu proyek sosial biasa yang dilakukan oleh banyak organisasi keagamaan dan Muhammadiyah salah satu di antaranya. Bahkan, jika tidak boleh dibilang meniru, maka Muhammadiyah sebenarnya hanya mengikuti kegiatan-kegiatan yang sebelumnya telah dilakukan oleh misionaris Kristen.
Pendidikan saat ini semakin terasa hanya dalam rangka menyiapkan dan memenuhi kebutuhan pasar. Utamanya dalam pendidikan kejuruan, secara sistem mereka hanya dijadikan sebagai pemenuhan tenaga kerja saja. Maka dari itu tidak hanya Muhammadiyah, tapi kita semua harus ikut serta memperbaiki sistem pendidikan yang ada.
Dalam memasuki abad kedua ini Muhammadiyah diharapkan mampu merefleksikan kembali nilai-nilai perjuangan di awal pendiriannya. Muhammadiyah harus kembali berbenah agar pendidikan yang layak bisa dirasakan tidak hanya oleh kalangan menengah keatas saja tapi mampu dicapai oleh masyarakat menengah kebawah. Sehingga mampu kembali ke nilai perjuangan awal yakni dalam rangka mencerdaskan anak-anak bangsa di seluruh penjuru negeri.
Editor: Firmansah Surya Khoir
Illustrator: Salman Al Farisi