Demokrasi dan Politik Uang di Indonesia

Politik Uang (Money Politic) di Indonesia

Demokrasi dan Politik Uang di Indonesia

Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 

Jika demokrasi diartikan demikian, berarti bisa dikatakan bahwa demokrasi di Indonesia sedang mengalami permasalahan. Terlihat dari masyarakat yang kerap memberikan kritikan kepada penguasa, banyaknya kabar bohong, dan masalah pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu yang belum tuntas sampai saat ini. 

Polarisasi politik yang tajam membuat masyarakat Indonesia terbelah menjadi dua kubu, pro-pemerintah dan anti-pemerintah. Setiap suara yang mengkritik pemerintah dikelompokkan ke kubu anti-pemerintah. Hal ini membuat demokrasi di Indonesia kehilangan suara-suara kritis, padahal kritik terhadap pemerintah dibutuhkan untuk mengontrol kekuasaan. 

Demokrasi membutuhkan kritik karena keduanya mempunyai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Demokrasi yang berhasil adalah demokrasi yang menghargai kritik. Dalam rangka mencapai kehidupan berbangsa yang demokratis, kritik harus dirawat dan dihargai. 

Indonesia adalah sebuah bangsa yang tidak hadir secara tiba-tiba, banyak kompromi yang panjang dan cukup melelahkan yang dilakukan para pendiri bangsa. Secara demografis, adanya keberagaman budaya serta agama membuat Indonesia memilih demokrasi sebagai sebagai platform kebersamaan.

Akan tetapi, seperti yang sudah tertera di atas, demokrasi Indonesia sekarang sedang tidak baik-baik saja. Di tengah situasi demokrasi yang the winner takes it all dan belum juga terkonsolidasi, Azyumardi Azra pernah memberikan pertanyaan, kereta demokrasi kita sampai di mana sekarang?

Baca juga: Di Negara Kita, Demokrasi Hanya Tinggal Nama

Seperti yang kita ketahui, demokrasi merupakan seperangkat prinsip atau gagasan kebebasan yang selalu dibatasi oleh aturan hukum. Contoh pelanggaran pelaksanaan demokrasi menjadi salah satu topik yang menarik untuk dibahas. Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi tak terlepas dari pelanggaran pelaksanaan demokrasi, seperti money politic

Money politic atau yang dikenal dengan politik uang kini sudah semakin merajalela. Politik uang bisa diartikan sebagai tindak jual beli suara masyarakat dengan memberikan suatu imbalan. Politik uang merupakan salah satu tindakan yang akan menciptakan korupsi. Tindakan ini kemungkinan bisa terjadi karena dua hal.

  1. Calon tidak memiliki program, tetapi ingin menang. 
  2. Faktor budaya. Faktor budaya Indonesia yang dimaksud yakni tidak pantas jika menolak pemberian dan terbiasa membalas pemberian. Hal ini dimanfaatkan oleh para politisi untuk melakukan politik uang.

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Pekalongan menyampaikan bahwa politik uang yang dapat merusak demokrasi. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Mokhammad Bahrizal, saat melakukan sosialisasi pengembangan desa anti politik uang di Aula Desa paninggaran, Kecamatan Paninggaran, Selasa (12/10). 

Dalam politik uang, masyarakat akan senang, tetapi hanya sesaat.

Kebiasaan menerima uang politik memiliki dampak buruk bagi sistem demokrasi kita. Mengapa demikian? Karena menerima uang itu merupakan bentuk dukungan untuk menciptakan pemimpin-pemimpin yang berpotensi melakukan korupsi. Orang yang melakukan money politic akan berpikir bagaimana cara mengembalikan modal yang dulu telah mereka  keluarkan. Begitu terpilih, orang ini sangat berpotensi melakukan hal yang menguntungkan dirinya sendiri. Bagaimana tidak? Dalam proses pencalonan saja, mereka sudah mengeluarkan banyak dana untuk mendapatkan suara rakyat hanya demi sebuah jabatan.

Baca juga: Meramal Pesta Rakyat dan Huru-hara Caper Sosial Media

Politik uang sudah menjadi budaya dalam masyarakat Indonesia dalam setiap pemilihan umum. Hal ini dapat muncul karena menjadi kewajaran bagi masyarakat yang tidak peka terhadap bahayanya. Kita perlu melakukan upaya dalam pencegahan politik uang dan menyadarkan masyarakat bahwa hal tersebut akan merugikan masyarakat dalam jangka waktu yang panjang. Selain akan muncul pemimpin yang korupsi dan tidak pro terhadap para rakyatnya, politik uang juga tergolong dalam kasus pelanggaran. Hal ini tertuang jelas dalam pasal 73 ayat 3 Undang-Undang No. 3 tahun 1999.  Aturan ini bertujuan agar masyarakat dapat melakukan pemilihan yang selektif dan menciptakan pemerintahan yang baik dan sesuai dengan tatanan kehidupan politik yang benar.

Editor: Widya Kartikasari
Visual Designer: Al Afghani

Bagikan di:

Artikel dari Penulis