Mengulas Toleransi dari Buku Nasihat-Nasihat Keseharian
Pada tulisan ini saya ingin mengulas buku karya Ahfa Wahid yang berjudul Nasihat-Nasihat Keseharian Gus Dur, Gus Mus dan Cak Nun. Dalam buku ini, ketiga tokoh nasional dengan pembawaan yang teduh dan moderat ini dijadikan subjek pengajaran dalam buah nasihat ringkas tentang pemikiran dan sikap-sikap mereka terhadap problematika kehidupan. Buku ini mengajarkan banyak pesan-pesan atau nasihat-nasihat yang disampaikan oleh Gus Dur, Gus Mus dan Cak Nun. Nama yang saya sebutkan sebelumnya adalah nama panggilan populernya beliau, siapa sih yang tidak kenal dengan tiga tokoh tersebut? Saya sangat yakin bahwa sebagian besar dari kita, terutama umat Islam, sudah sangat mengenali ketiga tokoh tersebut. Dalam buku ini, ketiganya memberikan nasihat untuk kita renungkan dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Saya ambil salah satu kutipan kalimat dari tokoh pertama, yaitu Gus Dur. Presiden keempat dan ulama besar ini memberikan banyak nasihat dalam kajian maupun ceramahnya. Di antara salah satu nasihat yang tertulis dalam buku ini, yaitu ”Jangan membenci orang lain karena berbeda”. Dari pesan atau nasihat beliau ini sudah jelas bahwa kita tidak boleh memiliki kebencian kepada seseorang yang berbeda dengan kita, baik berbeda dalam perilaku, sikap, ataupun yang berkaitan dengan merugikan orang lain. Beliau berpesan agar kita bisa menghargai satu sama lain, karena dalam sikap toleransi itulah kita bisa menemukan kebahagiaan dan ketenteraman hidup tanpa saling membenci.
Baca juga: Biografi Gus Dur, Mantan Presiden Perekat Bangsa Indonesia
Nasihat beliau yang satu ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa faktor penyebabnya adalah kurangnya wawasan keagamaan, kontrol emosi, dan adanya kepentingan tertentu. Jika kita mempelajari agama lebih dalam, kita akan menyadari bahwa agama mengajarkan kita untuk saling bertoleransi pula. Kalaupun ada banyak hal atau kejadian yang membuat kita tidak enak hati atau jengkel ketika melihat atau mendengar sesuatu yang tidak kita senangi, hal ini karena lemahnya kita untuk berdaulat pada diri sendiri, untuk menghilangkan sikap dan perasaan buruk terhadap hal-hal yang tidak kita senangi itu.
Sungguh nasihat Gus Dur ini sudah jelas-jelas solutif di tengah perbedaan yang terjadi karena perilaku toleransi diawali dari jangan membenci siapapun, lalu berlanjut pada perasaan menyayangi siapa saja, seperti yang Gus Dur lakukan. Bapak Pluralisme itu mengajarkan kita agar bisa menghargai sesama manusia, apalagi kita hidup di Indonesia yang banyak memiliki perbedaan, baik perbedaan suku, ras, atau agama. Jika kita tidak bisa menghargai perbedaan satu sama lain, saya yakin akan ada banyak perkelahian atau perselisihan di Indonesia ini. Banyak sekali nasihat-nasihat beliau yang tertulis di buku ini, salah satunya yang sudah saya tulis di atas. Alangkah baiknya kita bisa menerapkan nasihat-nasihat beliau dalam kehidupan sehari-hari. Jika terasa berat, kita mulai dulu dari yang menurut kita mudah untuk kita terapkan. Kita harus benar-benar mendorong hati kita agar bisa jauh dari hal-hal yang buruk dan menjalani kehidupan sehari-hari dengan hal yang baik-baik, contohnya saling menolong dan memperhatikan tetangga-tetangga kita yang berbeda agama. Hal itu merupakan contoh skala kecil di mana kita saling menyayangi antar sesama. Sebagaimana persaudaraan yang digambarkan oleh M. Quraish Shihab, seorang ulama dan pakar tafsir nusantara, bahwa persaudaraan terjalin karena sesama penduduk negara (ukhuwah wathaniyah wa an-nasab), sesama Islam (ukhuwah fi din al-Islam), sesama manusia (ukhuwah insaniyah atau basyariyah), dan sesama ciptaan tuhan (ukhuwah ubudiyah).
Editor: Widya Kartikasari
Illustrator: Umi Kulzum Pratiwi Nora Putri