RUU Kesehatan Baru Disahkan, Belum Menjawab Persoalan Korupsi Sektor Kesehatan – Pelayanan kesehatan rentan terhadap korupsi. Berbagai bentuk fraud-nya telah menjadi masalah serius di Indonesia.
Persoalan ini mempengaruhi akses publik terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu dan berdampak pada kerugian negara yang signifikan. Meskipun beberapa kasus telah ditindak oleh aparat penegak hukum, korupsi dan fraud di sektor kesehatan diyakini masih terjadi secara lebih masif. Dan belum optimalnya langkah-langkah pencegahan dan penanganan dalam RUU Kesehatan yang baru disahkan menjadi sorotan kritis.
Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch pada tahun 2022, aparat penegak hukum telah menindak sejumlah kasus korupsi terkait kesehatan dengan kerugian negara mencapai Rp 73,9 miliar. Angka tersebut meningkat dari tahun ke tahun. Ini menunjukkan bahwa persoalan ini terus berlanjut.
Kasus yang sering terjadi berkaitan dengan pembangunan fasilitas kesehatan seperti puskesmas serta pengadaan alat kesehatan. Namun, kasus-kasus ini hanyalah puncak gunung es. Sedangkan korupsi di sektor kesehatan diyakini terjadi secara lebih masif dengan dampak signifikan pada kualitas pelayanan kesehatan dan akses publik yang mahal.
RUU Kesehatan yang baru disahkan seharusnya menjadi momentum untuk mengatasi persoalan ini. Namun, analisis mendalam terhadap RUU tersebut menunjukkan bahwa RUU ini tidak cukup menjawab persoalan korupsi di sektor kesehatan.
Salah satu aspek yang kurang diperhatikan adalah transparansi harga obat di seluruh fasilitas kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan, harga obat sering kali menjadi salah satu sumber praktik fraud dan korupsi. Dengan kurangnya transparansi harga obat, praktik-praktik yang merugikan publik dapat terus terjadi tanpa terdeteksi. RUU Kesehatan seharusnya mengatur ketentuan yang lebih tegas terkait transparansi harga obat untuk meminimalisir risiko fraud dalam pengadaan obat.
Selain itu, praktik kolusi dan gratifikasi juga merupakan masalah serius yang masih belum ditangani dengan cukup dalam RUU Kesehatan. Kolusi antara pihak-pihak terkait dalam pengadaan obat dan alat kesehatan dapat menyebabkan harga yang tidak wajar dan merugikan pemerintah serta masyarakat. Praktik gratifikasi, terutama terkait dengan dokter swasta, juga perlu menjadi perhatian serius dalam RUU tersebut. RUU Kesehatan seharusnya mengisi kekosongan hukum terkait gratifikasi terhadap dokter swasta dan memastikan adanya sanksi yang tegas untuk melindungi integritas pelayanan kesehatan.
Hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam RUU Kesehatan adalah partisipasi aktif dan melibatkan masyarakat dalam proses pengawasan pelayanan kesehatan. Dengan melibatkan masyarakat, potensi korupsi dan fraud dapat lebih mudah dideteksi dan dicegah. Masyarakat memiliki peran penting dalam mengawasi dan melaporkan praktik-praktik yang mencurigakan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, RUU Kesehatan harus memberikan ruang dan mekanisme yang jelas bagi masyarakat dalam pengawasan pelayanan kesehatan.
Selain itu, perlindungan hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia juga harus menjadi pijakan dalam RUU Kesehatan. RUU ini harus menegaskan pentingnya ketersediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas, terjangkau, dan bebas dari korupsi dan fraud. RUU Kesehatan yang efektif harus mampu memperkuat kewajiban penganggaran yang protektif terhadap warga, menghindari komodifikasi pelayanan kesehatan, dan memberikan sanksi yang tegas terhadap praktik-praktik yang merugikan masyarakat.
Dalam menghadapi tantangan korupsi dan fraud di sektor kesehatan, peran lembaga pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat sangat penting. Lembaga pemerintah, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Kesehatan, harus menjalankan peran dan tanggung jawabnya secara efektif dalam mencegah, menindak, dan memberantas korupsi dan fraud di sektor kesehatan. Aparat penegak hukum perlu meningkatkan efektivitas dalam menindak hal ini. Serta memastikan keadilan bagi masyarakat yang menjadi korban. Sedangkan masyarakat perlu berperan aktif dalam mengawasi pelayanan kesehatan, melaporkan praktik-praktik yang mencurigakan, dan mendukung upaya pemberantasan korupsi dan fraud di sektor kesehatan.
RUU Kesehatan yang baru disahkan seharusnya menjadi alat untuk membangun sistem kesehatan yang bebas korupsi dan bebas fraud. Namun, dalam menganalisis RUU tersebut, terlihat bahwa masih terdapat kekurangan dalam menangkap dan memitigasi persoalan korupsi dan fraud di sektor kesehatan. Untuk itu, diperlukan upaya bersama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat dalam memperkuat langkah-langkah pencegahan, penindakan, dan pengawasan. Dengan demikian, sistem kesehatan yang bebas korupsi dan fraud dapat terwujud dan masyarakat dapat memperoleh akses pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.
Editor: Widya Kartikasari