Gaji UMK adalah Jackpot bagi Tenaga Pendidik (Guru)

Gaji UMK Guru

Gaji UMK adalah Jackpot bagi Tenaga Pendidik (Guru)

UMK atau Upah Minimum Kabupaten atau Kota digunakan sebagai acuan minimum gaji atau bayaran pekerja di suatu kota atau kabupaten. Variasi nominal UMK sendiri tergantung pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Cara paling sederhana untuk melihat tinggi atau rendahnya UMK di suatu wilayah adalah dengan melihat seberapa banyak pabrik atau perusahaan di wilayah tersebut. Jika ada banyak perusahan berdiri di suatu kota, kemungkinan besar kota tersebut memiliki UMK yang terbilang tinggi, begitu juga sebaliknya. Sebenarnya, ada perhitungan lebih pasti untuk alasan tingginya UMK suatu kota/kabupaten. Dan saya bukanlah ahlinya. Silakan mencari sendiri kalau ingin tahu lebih detail. 

Lantas, mengapa UMK, yang notabene merupakan upah minimum, malah menjadi jackpot bagi para tenaga pendidik atau guru?

Saya akan berbicara berdasarkan apa yang saya amati sebagai lulusan jurusan pendidikan, tapi tidak bekerja sebagai guru atau tenaga pendidik, juga bukan sebagai buruh pabrik. Sebagai sarjana pendidikan, tentunya kebanyakan kawan saya juga banyak yang bekerja di dunia pendidikan, terutama guru. Saya pribadi sering mencoba mengulik gaji teman-teman yang berprofesi sebagai guru. Berdasarkan data yang saya peroleh, mereka mendapat gaji rata-rata kisaran 1 sampai 1,5 juta rupiah setiap bulan. Itu rata-rata ya, tentunya banyak juga yang di bawah 1 juta atau di atas 1,5 juta tiap bulannya. Uniknya, yang bayarannya 1,5 juta atau lebih itu biasanya adalah guru-guru yang mengajar di sekolah-sekolah swasta yang berlokasi di Surabaya-Sidoarjo, padahal UMK Surabaya adalah 4 juta. Mari bertepuk tangan sejenak. Ehemm adu nasib nih, Bos!

Lantas bagaimana dengan kawan-kawan guru di daerah-daerah pedesaan, terutama untuk guru sekolah swasta? Mereka biasanya mendapat gaji di bawah 1 juta, tapi ada juga yang sampai 1 juta. Bahkan, ada teman saya ada yang digaji 200 ribu rupiah sebulannya. Mantapppp. Masuk golongan rakyat kecil nih, Bos. Tapi gak pernah diangkat sama mahasiswa demo uhukkk

Baca juga: Pendidikan Hanya Batu Loncatan untuk Bekerja, Kenapa Tidak?

Namun, ada hembusan angin segar di beberapa tahun terakhir, seperti di Tuban, Pemkab meningkatkan anggaran untuk gaji GTT minimal 1 juta yang asalnya 700-800 ribu; di Jember, gaji GTT dinaikkan minimal 1,2 juta, dan beberapa daerah lain yang bisa kalian cari sendiri di Google. Poin pentingnya adalah gaji guru dinaikkan menjadi 1 juta. Bahkan, di Surabaya juga sudah ada yang menerima gaji UMK.Salah satu kawan saya sudah ada yang digaji UMK sebagai guru di bawah Pemkot Surabaya (pastinya kena nyinyir dong sama guru lain, secara beban kerja relatif sama).

Nah, paparan di atas menunjukkan bahwa rata-rata gaji guru adalah 1 juta, yang bahkan sebelumnya belum mencapai angka tersebut. Jadi, guru yang sudah memiliki gaji setara UMK, yang merupakan upah minimum di wilayah tersebut, seolah-olah mendapatkan jackpot. Intinya mantaplah, berada di kasta tinggi dalam dunia pergajian guru, bersama para PNS tentunya.

Lantas, apakah bayaran tersebut layak? Mari kita kulik berdasarkan beban kerjanya. Biasanya di sekolah negeri, guru PNS maupun guru swasta memiliki beban kerja yang sama, mengajar di kelas dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.

Cih… hanya 7 jam, kok minta UMK.

Eiiittss… selain mengajar di kelas, ada lagi beban kerja guru. Mulai dari membuat perangkat pembelajaran; membuat pengaturan alokasi waktu ulangan dan remedial; membuat soal, jawaban, beserta rubriknya; mengoreksi dan memberi penilaian terhadap hasil ulangan; submit nilai rapor; dan https://kapito.id/wp-content/uploads/2021/10/A.17_compressed-2-1.jpgistrasi lain yang berhubungan dengan urusan sekolah. Semua itu dilakukan di sela-sela jam mengajar atau istirahat, dan dilanjut di rumah. Bukan hal baru jika guru membawa pekerjaan ke rumah, dikerjakan di malam hari, atau di hari libur sekolah. Belum lagi saat akan dilaksanakan akreditasi sekolah. Guru, yang notabene adalah pekerja di perusahaan bernama sekolah ini, akan ikut andil akan hasil akhir akreditasi.

Bagaimana? Apakah menurut kalian layak guru mendapatkan gaji UMK?

Lantas, apa alasan para guru tetap kekeh mengajar padahal gajinya tak seberapa? Biasanya mereka merasa eman biaya, waktu, serta usaha yang telah dilalui untuk mendapatkan gelar sarjana. Sudah terlanjur membayar puluhan juta ke kampus, 4 tahun waktu dan usaha dihabiskan untuk belajar di kampus, mereka merasa sayang jika kemudian pergi meninggalkan profesi tersebut. Ada juga yang dengan hati penuh kepasrahan, menganggap bahwa inilah jalan hidupnya, seraya berharap akan dibalas di akhirat kelak. Banyak juga yang berinisiatif untuk menambah penghasilan dengan menjadi tentor di Lembaga Bimbingan Belajar atau menjadi guru les privat yang tentunya dilakukan sepulang mengajar di sekolah.

Namun, banyak juga yang putus asa karena merasa tak cukup untuk hidup, banting setir menjadi buruh pabrik, menjadi pedagang, menjadi peternak, menjadi driver ojol, penjaga toko, atau profesi lain yang dirasa lebih menghasilkan. Ya, tentunya dengan sekuat tenaga bertahan dari nyinyiran tetangga “sidih kiliih 4 tihin kik jidi birih kiyik lilisin SMA”.

Sebagai penutup, semangat untuk kawan-kawan guru di seluruh Indonesia, terutama yang masih dibayar jauh dari kata layak. Teruslah bekerja dan mencoba mengetuk pintu langit, semoga suatu saat gaji semua guru sesuai dengan UMK.

Editor: Widya Kartikasari
Illustrator: Umi Kulzum Pratiwi Nora Putri

Bagikan di:

Artikel dari Penulis