Nonton Film: Self Healing Mandiri dengan Cara Paling Asik – Self Healing saat ini perlu dipelajari dengan betul-betul, khususnya bagi para generasi muda. Kok bisa begitu? Ini pernyataan mutlak para milenial. Pasalnya remaja zaman sekarang memiliki mental yang lemah untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah yang muncul dalam kehidupan. Dengan menguasai self healing, maka tingkat resiko depresi dan pelarian ke arah negatif dapat dikendalikan. Jangankan ditanya perihal cita-cita, disuruh belajar saja alasannya sakit sampai sebulan. Mental kripik memang.
Awal Mula Cinematherapy
Adapun jenis-jenis terapi seperti kognitif, pasangan, perilaku, dan lainnya tentu sudah umum ditemukan di dunia psikologi. Namun pernahkah kalian mendengar tentang terapi film? Sesuai dengan namanya, terapi jenis ini menggunakan film sebagai media untuk penyembuhan. Sambil menyelam nonton film plus lihat wajah ganteng Alghazali, hitung-hitung cuci mata.
Lebih dari pada itu, cinematherapy dapat membantu memperbaiki manajemen kehidupan. Cinematherapy bersumber dari ide dan dipopulerkan sendiri oleh penciptanya, Dr. Gary Solomon, dalam bukunya yang berjudul The Motion Picture Prescription and Reel Therapy pada tahun 2001. Solomon juga mengatakan bahwa selain film, terapi ini juga bisa menggunakan video (audio-visual) pada sesi konseling.
Film yang digunakan dalam terapi ini tidak boleh asal-asalan. Film tersebut juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan berkaitan dengan penyakit mental seperti apa yang sedang berusaha disembuhkan. Karena proses healing dilakukan dengan menonton film, maka terapi ini dapat dilakukan oleh kita sendiri.
Saat menonton film nantinya, kita akan terlibat secara emosional terhadap skenario yang ditampilkan. Maka dari itu, dengan penuh kesadaran kita harus menonton film tersebut harus fokus tanpa teralihkan atau terganggu oleh hal apapun. Kita juga harus berpikir kritis dengan mengambil nilai-nilai dalam film tersebut untuk kemudian menerapkannya kepada masalah yang sedang dihadapi.
Dikutip dari PsychCentral bahwa penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 dengan judul “Cinematherapy with preadolescents experiencing parental divorce: A collective case study” yang dilakukan oleh Emily Marsick mengungkapkan fakta bahwa menonton film bagi anak-anak dari keluarga broken home dapat memfasilitasi penyembuhan luka batin mereka. Film yang berhubungan dengan cinta anak terhadap orang tua dan kisah pilu keluarga lainnya cocok untuk anak-anak tersebut.
Bronwyn Robertson, seorang konselor sekaligus anggota dari The American Counceling Association menjelaskan bahwa film bahkan mampu mempengaruhi seseorang sampai pada situasi yang sangat rendah.
Alasan Kenapa Cinematherapy Ini Layak Dicoba
Pertama, menonton film dapat membantu memahami kehidupan kita sendiri. Hal tersebut bisa terjadi karena skenario pada film yang menyerupai permasalahan di kehidupan nyata. Berbagai macam prespektif dan refleksi film dapat kita ambil untuk membantu memahami cara kerja kehidupan.
Kedua, menonton film membantu kita untuk melepaskan emosi, seperti ikut senang bahkan sampai ikut menangis. Saat itu terjadi, maka rasa emosional kita telah masuk dengan baik dalam film tersebut. Luapan emosi ini juga dapat memberikan rasa lega karena hormon stress di otak telah dilepaskan.
Terakhir, menonton film bergenre sedih dapat membuat seseorang lebih bahagia. Kesedihan yang kita tonton akan membuat kita lebih menyadari dan bersyukur akan kehidupan ini. Melalui pengalaman kesedihan secara tidak langsung juga dapat membantu melatih empati seseorang. Demikian alasan mengapa cinematherapy ini layak dilakukan. Terutama bagi anak muda yang mengalami stress atau tekanan. Akan tetapi, permasalahan mental pada tingkat tinggi harus dilakukan di bawah kuasa pembimbing konseling atau psikiater.