Mengembalikan Masjid sebagai Pusat Peradaban – Masjid merupakan tempat ibadah bagi umat islam. Pada masa Rasulullah, masjid menjadi pusat peradaban, di mana tidak hanya digunakan untuk melakukan ritual-ritual keagamaan, tetapi juga menjadi pusat pendidikan, ekonomi, dan politik. Bahkan, masjid digunakan sebagai tempat tinggal oleh beberapa sahabat yang tidak memiliki tempat tinggal, seperti Abu Hurairah yang akrab kita kenal sebagai seorang perawi hadis.
Realitas
Indonesia, sebagai negara dengan predikat populasi umat islam terbesar di dunia, tercatat memiliki 297.984 masjid dan 362.058 musala. Data ini berasal dari sistem informasi masjid yang dimiliki oleh Kemenag RI, belum termasuk masjid dan musala yang belum terdaftar. Dengan jumlah masjid yang dimiliki, seharusnya berbanding lurus dengan perkembangan kualitas umat, tetapi pada kenyataannya tidak.
Dengan jumlah yang fantastis tersebut, sekarang masjid hanya menjadi tempat untuk melakukan ritual-ritual keagamaan, hanya ramai pada waktu-waktu ibadah dan kehilangan ruh sebagai pusat peradaban. Hilangnya ruh peradaban ini tidak serta-merta menjadikan masjid kehilangan kesakralannya, ia masih dianggap sebagai “Rumah Allah”. Akan tetapi, dalam rutinitas kesehariannya, masjid sudah kehilangan aktivitas-aktivitas yang berguna untuk mendidik umat islam menjadi “Khairu Ummah”.
Predikat “Khairu Ummah” merupakan predikat terbaik yang dianugerahkan oleh Allah kepada umat Islam, di mana ia merupakan umat terbaik jika dibandingkan dengan umat-umat manusia terdahulu. Umat yang telah kehilangan pusat peradabannya telah nyata bentuknya, dapat dengan mudah kita saksikan.
Kurangnya pemahaman terhadap agama membuat umat ini mudah sekali untuk diadu domba oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan, hingga menurunnya kepekaan sosial dan maraknya kejahatan. Bahkan, tindak kejahatan juga terjadi di dalam masjid. Tidak jarang kita temui berita tentang pencurian kotak amal masjid atau barang-barang jemaah, seperti sepeda motor hingga sandal.
Hilangnya fungsi masjid sebagai pusat peradaban tidak lain adalah karena kurang sempurnanya orientasi awal dalam pembangunan masjid. Jika dulu tujuan awal pendirian masjid adalah digunakan sebagai sarana untuk membangun umat menjadi lebih baik, sekarang kita sering melihat di kanal media bahwa tujuan mendirikan masjid adalah untuk wisata religi.
Sehingga, kini masjid yang kita jumpai di kebanyakan tempat cenderung lebih mementingkan sisi visual untuk memanjakan mata daripada kegiatan-kegiatan didalamnya. Walaupun masjid telah kehilangan fungsinya, justru semakin banyak masjid-masjid baru yang lebih megah berdiri. Pada akhirnya, jika masjid tidak segera berbenah, ia tidak lagi berfungsi sebagai pusat peradaban melainkan menjadi sebuah museum (Ikhwani, 2021).
Mengembalikan Fungsi Masjid
- Strategi Takmir
Dalam mengelola masjid, diperlukan prinsip-prinsip untuk menunjang pengelolaan masjid. Prinsip itu adalah ikhlas, handal, serius, amanah, iman. Peran takmir dalam mengelola masjid sangatlah vital, karena takmir adalah orang yang memiliki otoritas untuk mengelola masjid. Jadi, ia harus berkompeten dan berkemauan. Sebelum memperbaiki umat, takmir juga harus lebih baik terlebih dulu.
Takmir yang telah terpilih selanjutnya bertugas membuat visi, misi, budaya masjid, dan struktur organisasi dengan pembagian tugas yang jelas, disertai dengan program-program yang akan dilakukan. Imam juga dipilih berdasarkan suara dan bacaan Al-Qur’an yang bagus serta digaji. Mengingat perannya yang sangat penting, takmir haruslah orang yang benar-benar memprioritaskan waktunya untuk masjid, bukan hanya meluangkan.
- Strategi Jemaah
Ada pepatah mengatakan, “di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.” Begitu pula dalam mengelola masjid. Kita harus melihat terlebih dahulu masjid kita ini kategorinya seperti apa. Apakah ia masjid transit, perkampungan, perumahan, perusahaan, mall, pedesaan, atau masjid lembaga pendidikan.
Karena pada dasarnya setiap masjid punya market jemaahnya sendiri-sendiri, memahami kategori masjid akan memudahkan kita untuk memperkirakan kemungkinan jumlah jemaah, untuk selanjutnya dilakukan pemetaan data jemaah. Jemaah anak muda, perempuan, dan lansia membutuhkan pendekatan dan pelayanan yang berbeda.
- Strategi Layanan
Pelayanan masjid yang baik akan beriringan dengan meningkatnya jumlah jemaah yang datang ke masjid. Semakin nyaman masjid, semakin betah jemaah untuk berada di masjid.
Masjid bisa memberikan fasilitas untuk menunjang ibadah, seperti karpet yang nyaman, sound system berkualitas bagus, kebersihan yang selalu dijaga, kamar mandi dan tempat wudhu yang wangi, serta fasilitas lain yang dapat membuat jemaah nyaman untuk berada di masjid, seperti minuman gratis.
Setelah fasilitas yang baik, untuk menarik jemaah adalah dengan mengadakan program yang menarik. Berbagai program utama antara lain seperti salat berjemaah, salat jum’at, salat tarawih saat ramadhan, taman pendidikan Al-Qur’an, remaja masjid, kajian umum, dan kemuslimahan. Untuk program pendukung bisa seperti tahajud bareng, tahsin, tahfidz, kajian kitab, makan-makan, jasa pembaca do’a, masjid 24 jam, dan lain-lain sesuai kebutuhan jemaah.
- Strategi Dana
Dana menjadi faktor penting untuk menjalankan program-program yang telah dicanangkan. Kebanyakan, dana masjid hanya diendapkan untuk digunakan membangun masjid, seperti menara, gerbang, pengecatan, dan lain-lain,. Sehingga jemaah hanya merasakan efek dari infaqnya berupa tampilan masjid yang bagus, tetapi tidak merasakan perubahan dalam diri jemaah berupa program-program yang bermanfaat.
Untuk itu, dana masjid yang besar sebaiknya diputar sebagai program-program yang efeknya dirasakan kembali oleh jemaah. Lebih baik saldo diminuskan untuk kebutuhan program yang bagus. Semakin bagus program, infaq juga akan semakin banyak. Lalu laporan keuangan dilaporkan perbulan dengan dicetak pada mading masjid atau dibuatkan banner sehingga jemaah mengetahui ke mana dana yang mereka infaqkan.
- Strategi Manajemen
Manajemen di sini digunakan untuk mengontrol ke-empat strategi di atas sehingga apa yang telah direncanakan bisa berjalan sebagaimana mestinya. Karenanya perlu struktur kepengurusan yang sesuai kebutuhan sasaran yang telah dibuat dengan tanggung jawab dan tugas yang jelas untuk menjalankan strategi dengan baik. Selanjutnya, masing-masing struktur melakukan pelaporan terhadap tugas yang telah diberikan.
Mengembalikan masjid menjadi pusat peradaban membutuhkan proses yang panjang, tidak bisa dalam semalam jadi. Kunci utamanya adalah takmir. Takmir haruslah orang yang kompeten dan memiliki kemauan kuat untuk menjalankan program-program yang telah dicanangkan.
Catatan: Artikel ini berdasarkan penuturan dari Kusnadi Ikhwani yang ditulis ulang oleh penulis dengan gaya bahasanya sendiri.
Editor: Widya Kartikasari
Illustrator: Salman Al Farisi