Memahami Piala AFF, Bukan Hanya Soal Sepak Bola namun Juga Gengsi antar Negara ASEAN

Piala AFF

Memahami Piala AFF, Bukan Hanya Soal Sepak Bola namun Juga Gengsi antar Negara ASEAN – Sepak bola merupakan olahraga yang dianggap sebagai cabang olahraga paling populer di dunia. Olahraga ini hampir tidak pernah sepi oleh para penggemar dari beragam kalangan. Di kawasan Asia sendiri, olahraga ini juga dianggap sebagai salah satu cabang olahraga paling populer, termasuk di kawasan Asia Tenggara. Sepak bola seakan-akan dapat menjadi pemersatu sekaligus alat percaturan politik kawasan.

Di kawasan Asia Tenggara sendiri ada sebuah kompetisi yang sangat rutin digelar setiap 2 tahun sekali, yakni kejuaraan AFF Cup atau yang kini dikenal dengan nama AFF Mitsubishi Electric Championship. Kejuaraan sepak bola antar negara di Asia Tenggara, khususnya yang tergabung dalam organisasi ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) memang menjadi salah satu primadona kejuaraan bagi penggemar sepak bola di kawasan Asia Tenggara.

Tahukah kamu jika kompetisi yang pertama kali diadakan pada tahun 1996 tersebut dianggap oleh sebagian kalangan tidak hanya sebagai ajang olahraga semata. Namun dapat dimaknai sebagai persaingan politik di kawasan Asia Tenggara bagi para negara yang menjadi peserta dalam kompetisi tersebut di setiap pagelarannya.

Perkembangan AFF Cup dari Dulu hingga Kini

Kejuaraan AFF Cup atau yang pada saat pertama kali diadakan pada tahun 1996 masih bernama Tiger Cup merupakan sebuah kejuaraan yang digagas oleh enam negara yakni: Malaysia, Singapura, Indonesia, Thailand, Brunei Darussalam dan Filipina. Enam negara itu bisa dibilang sebagai kekuatan organisasi ASEAN pada masa tersebut. Kemudian mereka mengundang beberapa negara ASEAN lainnya yakni: Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja. 

Baca juga: Konflik antara Local Pride dan Naturalisasi dalam Wajah Tim Nasional Indonesia

Pada edisi pertama ini, Thailand keluar sebagai juara setelah berhasil mengalahkan Malaysia dengan skor tipis 1-0. Sejak saat itu, kejuaraan sepak bola antar negara di ASEAN ini mulai rutin digelar setiap 2 tahun sekali. Bahkan, dalam perkembangannya juga mulai memasukkan negara-negara yang tidak tergabung dalam organiasai ASEAN seperti Timor Leste yang baru merdeka pada tahun 2002, serta Australia yang mulai masuk ke organisasi sepak bola Asia sejak tahun 2006, namun baru masuk organisasi AFF sejak tahun 2013.

Kejuaraan ini juga mulai diadakan untuk kelompok umur, mulai dari U-16, U-19, dan U-22. Pada kelompok umur tersebut Australia seringkali mengirimkan wakilnya untuk berpartisipasi, karena untuk tim sepak bola senior Australia dilarang mengikutinya. Kompetisi ini juga seringkali berganti nama seiring berjalannya waktu mengikuti penamaan yang diberikan oleh pihak sponsor pada setiap gelarannya.

AFF Cup Tidak Hanya sebagai Olahraga, namun Juga Gambaran Percaturan Politik Kawasan

Piala AFF sejatinya tidak jauh berbeda seperti kompetisi sub-regional lainnya di kawasan benua lain seperti EAFF cup di kawasan Asia timur atau WAFF Championship di kawasan Asia Barat serta kompetisi sub-regional lainnya di dunia. Status kejuaraan ini sebenarnya juga tidak masuk dalam kalender induk organisasi sepak bola dunia yakni FIFA, sehingga klub tidak memiliki kewajiban untuk melepas pemainnya berlaga di kompetisi tersebut. Namun, pertandingan dalam kompetisi ini tetap memiliki bobot poin meski dalam jumlah kecil.

Akan tetapi, di kawasan Asia Tenggara kompetisi tersebut seakan-akan menjadi salah satu ajang adu gengsi antar negara yang mengikutinya. Seperti yang kita tahu lazimnya hubungan bilateral antar negara, tentunya seringkali diwarnai pasang-surut hubungan yang dipengaruhi oleh beragam faktor yang meliputinya. Salah satu contohnya yakni pasang-surut hubungan Indonesia-Malaysia yang sering dipengaruhi oleh batas wilayah maupun kebudayaan.

Tentunya hal tersebut dapat menjadi warna tersendiri di setiap gelaran AFF Cup. Belum lagi kompetisi ini dianggap memiliki nilai yang cukup prestisius dalam hegemoni olahraga di kawasan ASEAN selain kejuaraan SEA GAMES yang merupakan “olimpiade-nya” negara-negara di kawasan ASEAN. 

Hingga hari ini tercatat hanya ada 4 negara yang mendominasi gelar di kejuaraan AFF Cup, yakni: Thailand, Vietnam, Singapura dan Malaysia. Nasib paling tidak mujur mungkin dialami oleh Indonesia, sejak keikutsertaannya pada tahun 1996 Indonesia belum pernah sekalipun merengkuh gelar AFF Cup. Bahkan, Ironisnya dari 6 kali berlaga di partai final, Indonesia hanya mampu menjadi runner-up sebanyak 6 kali pula.

Baca juga: Menilik Timnas Indonesia pada Gelaran AFF 2020: Juara Enggan Kalah Tak Mau

Hal itulah yang dianggap sebagai salah satu pemicu sangat ambisiusnya tim nasional Indonesia untuk dapat menjuarai kompetisi ini minimal sekali saja. Belum lagi salah satu “luka” dari final AFF Cup tersebut didapat dari negara tetangga sekaligus rival abadi Indonesia yakni Malaysia pada 2010. Bahkan, bagi sebagian pengamat sepak bola di Indonesia, juara di AFF Cup seakan-akan seperti memenangkan gelar Piala Asia ataupun Piala Dunia.

Hal di atas tentunya merupakan segelintir hal yang membuat AFF Cup menjadi teramat penting bagi negara-negara di kawasan ASEAN. Faktor hegemoni dalam olahraga dan sekaligus gengsi dalam percaturan politik di kawasan tentunya menjadi beberapa faktor yang membuat gelaran AFF Cup selalu sangat kental dengan aroma rivalitas di setiap gelarannya.

Editor: Firmansah Surya Khoir
Visual Designer: Al Afghani

Bagikan di:

Artikel dari Penulis