Hikmah setelah Dua Minggu Nonstop Dengerin Lagu Hati-Hati di Jalan – Eksistensi barisan kaum patah hati semakin nyata dan meningkat setelah Mas Tulus merilis lagu baru berjudul titidije, alias Hati-hati di Jalan. Hal tersebut bukan tanpa dasar. Menurut update dari akun twitter @chartdata, sebuah akun yang biasanya membagikan update musik kancah global, per 7 Maret 2022, Hati-hati di Jalan sudah diputar sebanyak 1.211juta kali via Spotify sejak dirilis pada 3 Maret 2022.
Sebelum membahas lebih lanjut, saya mau bertanya dulu kabar kaum brokenheart di seluruh nusantara. Are you okay today? Sebab meski saya mengklaim diri sudah move on semenjak patah hati yang saya rasakan terakhir kali, saya sempat merasakan getaran ingin misuh sambil ndrejes metu eluh setelah mendengar satu putaran lagu tersebut. Ha liriknya relate banget je, maszeeeeh~
Setelah mendengarkan lagu Hati-hati di Jalan selama dua minggu berturut-turut, saya terpikir tentang hal-hal sok bijaksana dan hikmah dibalik patah hati yang berkaitan dengan lagu Hati-hati di Jalan.
#1 Pengingat untuk menekan intensitas hobi mengira-ngira
Bagian dari lagu ini yang selalu menempel di kepala saya adalah bagian “ku kira kita akan bersama” dan “ku kira takkan ada kendala”. Saya yakin hampir seluruh umat manusia di muka bumi ini pernah mengalami jatuh cinta dan mengira kalau si doi adalah orang yang tepat. Mengira-ngira akan menjadi mudah karena keyakinan kuat bin sok positive thinking yang muncul saat jatuh cinta. Inilah problem yang selama ini sebenarnya kita sadari, tapi kita selalu pungkiri.
Baca juga: Bintang Lima, Album Musik Indonesia Terbaik yang Pernah Saya Dengar
Kita adalah kaum yang hobi mengira-ngira. Sebetulnya mengira-ngira itu bagus sih, tapi kalau terlalu berlebihan jatuhnya malah jadi halu bin ngarep. Sehingga, kalau perkiraannya meleset, kita akan kecewa maksimal. Namun, berkat lagu Hati-hati di Jalan, saya menjadi tersadar dan mengambil hikmah dari percintaan sebelumnya yang gagal untuk belajar mengendalikan porsi mengira-ngira sewajarnya saja. Sebab, berharap menjadi asam dan garam yang bertemu di belanga tidak semudah itu, guys~
#2 Move on secara perlahan, tapi pasti
Enggak ada yang abadi di dunia ini, kecuali Opung Luhut guys. Termasuk kisah cintamu dan doi yang ternyata tak seindah itu. Seperti lirik di lagu Hati-hati di Jalan, kebersamaanmu dengan doi yang kamu kira akan bersama dan takkan ada kendala pada akhirnya akan terpisah, entah apa maksud dunia. Enggak peduli jika latarmu dan latarnya sama.
Tentu saja, setelah adanya perpisahan dengan orang yang kita harapkan akan bersama, kita akan gelisah dan berpikir, bakal ada enggak sih orang yang kayak doi? Atau ada enggak ya nanti yang bisa diajak macul tengah malam di sawah untuk mengalihkan overthinking yang melanda, kayak doi? Atau… adakah yang bisa diajak mencari dragon ball, minum cokelat panas, bermain tic tac toe, seperti doi?
Dari lagu Hati-hati di Jalan, kita bisa belajar bahwa sebenarnya kita enggak perlu lho memaksakan diri untuk mengikhlaskan kepergiannya. Harapan tipis-tipis seperti ingin kembali bersua di hari esok atau berharap untuk bisa kembali baik-baik saja seperti sedia kala yang masih tersisa itu sangat wajar dan manusiawi. Kuncinya adalah kita hanya perlu mengendalikan perasaan dan harapan kita secara perlahan dan berkesinambungan.
#3 People go and their memories stay, tapi hidup harus terus berjalan
Hikmah terakhir yang saya dapatkan setelah mendengarkan lagu Mas Tulus dua minggu berturut-turut non-stop agaknya sedikit ndlogok. Bukan bermaksud menjadi manusia gagal move on, tapi menurut saya, wajar saja jika kita mengingat kenangan yang telah lalu karena kita adalah manusia yang enggak punya Neuralyzer, alias alat penghilang ingatan kayak di film Men in Black.
Hal yang perlu diingat adalah mengingat sesuatu dan menceritakannya kembali bukan berarti masih belum bisa move on. Kadang, ingatan memang perlu diurai dengan cara seksama karena kita perlu menyaring mana yang harus diperbaiki dan dipertahankan untuk hidup kita ke depannya. Ingat, hidupmu yang berharga itu harus terus berjalan dengan atau tanpa doi.
Editor: Widya Kartikasari
Illustrator: Natasha Evelyne Samuel