Katanya Toleransi, Tapi kok Menuduh?

Katanya Toleransi, tapi kok Menuduh

Toleransi merupakan salah satu pemikiran yang sampai saat ini sering kali disosialisasikan oleh banyak pihak. Tujuannya baik, yakni agar terciptanya kerukunan antara orang-orang yang memiliki perbedaan. Namun kali ini, saya tidak membahas mengenai toleransi antara ras ataupun umat beragama. Saya akan membahas mengenai toleransi antara aliran dan pemikiran mahasiswa di kampus Islam. Salah satu topik yang cukup sensitif untuk dibahas, tetapi bagi saya topik ini amat sangat penting. Bukan sebagai suatu pemikiran yang kontra dengan “toleransi”, melainkan sebuah upaya untuk mengkritik orang-orang yang melakukan tuduhan tanpa dasar dengan mengatasnamakan toleransi.

Pada tahun 2017, saya merupakan mahasiswa baru dari salah satu universitas Islam. di awal masa orientasi, saya sedikit mengalami Culture Shock dalam kaitannya dengan interaksi yang terjadi antara mahasiswa. Keterkejutan saya bermula dari suatu pertanyaan yang dapat menentukan kedekatan antara setiap Individu. 

Salah satu pertanyaan yang paling sering saya dengar adalah: “Kamu dari aliran apa?” Fenomena unik tersebut tidak saya temukan pada saat menjadi siswa di salah satu SMA Negeri. Pasalnya, selama saya menjadi siswa di SMA, perbedaan agama bahkan tidak menjadi hambatan dalam terciptanya suatu hubungan pertemanan. 

Perbedaan pada aliran yang dianut juga dapat menciptakan suatu kelompok dalam kehidupan kampus. Biasanya, mereka memiliki aktivitas tersendiri yang akan berkaitan dengan pemikiran yang dianutnya. 

Namun, adanya perbedaan aliran tersebut tidak hanya sampai pada pembatasan interaksi saja. Lebih dari itu. Perbedaan aliran menjadikan kelompok mahasiswa sering kali saling menyerang dan menjatuhkan. Saya agak miris melihat fenomena tersebut, mengingat kampus sering mengadakan seminar dan diskusi tentang pentingnya toleransi. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa mahasiswanya saling serang dan menjatuhkan, hanya demi klaim kebenaran semata.

Pada 2018, saat saya memasuki semester 4, saya beberapa kali didatangi oleh sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam organisasi yang menganut aliran tertentu. Mereka biasanya berbicara tentang pentingnya toleransi dalam kehidupan di masyarakat. Dalam pemahaman mereka, toleransi diartikan sebagai upaya untuk saling menghargai setiap perbedaan. Sebuah jawaban yang cukup bagus dan membuat saya tertarik untuk beberapa kali mengikuti diskusi yang mereka lakukan. 

Namun, seiring berjalannya waktu, pandangan saya mulai berubah. Pada beberapa momen diskusi yang terjadi dalam organisasi tersebut, mereka sering kali menyisipkan beberapa klaim yang menurut saya pribadi tidak memiliki dasar yang kuat. 

Organisasi A mengatakan bahwa organisasi B memiliki pemikiran yang ekstrim dan radikal, sehingga dapat menimbulkan rusaknya toleransi di dalam masyarakat. Sedangkan organisasi B mengatakan bahwa organisasi A memiliki pemikiran yang liberal, yang menyebabkan toleransi diartikan sebagai upaya untuk menyatukan berbagai agama sehingga dapat mengakibatkan rusaknya nilai-nilai Islam. 

Sebuah jawaban yang kurang memuaskan

Akhirnya, saya mulai memunculkan sebuah opini liar yang didasarkan pada riset yang penuh dengan subjektivitas. Dari hasil pengamatan, saya melihat bahwa orang-orang yang tergabung pada organisasi tersebut justru merupakan lulusan dari pendidikan dengan basis agama Islam. Ada juga beberapa lulusan sekolah umum, tetapi mereka juga hidup dalam lingkungan mayoritas yang memiliki aliran tertentu. 

Hasil pengamatan tersebut meyakinkan saya bahwa mereka belajar toleransi hanya pada teorinya saja atau mungkin mereka kurang mengerti bagaimana toleransi harus berjalan. Saya sempat berpikir bagaimana mereka bisa menerapkan toleransi antar umat beragama jika bertoleransi pada sesama umat Islam saja mereka tidak mampu. 

Harapan saya, toleransi tidak hanya diajarkan sebatas teori saja, tetapi perlu dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat, sampai benar-benar memaknai apa arti dari toleransi. Bukan untuk menghargai perbedaan dengan menjatuhkan pemikiran tertentu, tetapi dimaknai sebagai upaya saling menghargai setiap perbedaan dan tidak saling menjatuhkan atau menjelekkan satu dengan yang lainnya. Saya percaya bahwa toleransi merupakan puncak tertinggi dalam interaksi sosial yang terjadi di masyarakat.

Editor: Widya Kartikasari
Visual Designer: Al Afghani

Bagikan di:

Artikel dari Penulis