Gender dan Kemiskinan
Persoalan kesulitan hidup hampir selalu mengiringi perjalanan setiap manusia yang hidup di muka bumi ini. Meskipun kadar kesulitan yang dihadapi sangatlah beragam dan tidak semuanya sama, hal yang kerap menjadi kendala manusia adalah perihal ekonomi dan kemiskinan seseorang.
Agama Islam tidak pernah mengajarkan adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan, karena sesungguhnya yang membedakan mereka hanyalah tingkat ketakwaannya pada Sang Khalik-Nya. Islam menempatkan perempuan pada posisi yang setara dengan kaum laki-laki sehingga mereka bisa saling membantu dalam mengisi kehidupan ini. Masing-masing dari mereka memiliki karakteristik berbeda yang bisa menjadi potensi untuk saling menguatkan dan mendukung satu sama lain.
Beberapa ayat Al-Qur’an menjelaskan bahwa perempuan dan kaum laki-laki akan mendapatkan imbalan yang setimpal ketika mereka telah melakukan suatu kebajikan. Hanya saja, yang harus diingat adalah bahwa kebebasan yang diberikan kepada kaum perempuan bukan kebebasan tanpa batas aturan dan norma. Aturan tersebut bukan untuk mengebiri eksistensi kaum perempuan tetapi justru untuk melindungi kepentingannya.
Baca juga: Anak Adam, Demokrasi dan Tafsir Solutif
Dalam isu kajian gender dan kemiskinan, problematika yang terjadi di dalam rumah tangga menjadi salah satu sumber datangnya diskriminasi dan subordinasi terhadap sosok perempuan. hal ini muncul karena adanya ketidaksetaraan di dalam alokasi sumberdaya dalam rumah tangga yang memperlihatkan laki-laki dan perempuan mengalami bentuk kemiskinan yang berbeda. Bisa dilihat pada ruang publik misalnya, kemiskinan yang terjadi pada perempuan selalu dikaitkan dengan banyaknya tertutup ruang-ruang partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan yang sifatnya formal bagi perempuan. Bagi perempuan, seringkali konsep ruang publik ini diartikan sebagai tempat kerja atau tempat berusaha daripada forum-forum di dalam komunitas. Keterlibatan dalam forum publik di dalam komunitas pun biasanya terbatas dan masih tidak terlepas dari peran domestiknya, seperti kegiatan arisan, pengajian atau perkumpulan keagamaan, dan kegiatan sosial yang lainya.
Gender merupakan sebuah pengelompokan manusia yang sangat utama. Setiap masyarakat menciptakan rintangan dalam hal ketidaksetaraan akses ke kekuasaan, kepemilikan, dan prestige atas dasar jenis kelamin. Alhasil, kemudian para sosiolog mengelompokkan perempuan dalam minority group (kelompok minoritas). Jika dilihat dari sisi kuantitas antara perempuan dan laki-laki, hal ini sangatlah berbanding terbalik, karena jumlah perempuan yang justru lebih banyak dari laki-laki malah digolongkan kelompok minoritas (James M. Henslin, 2006: 48).
Lalu, bagaimana posisi kaum perempuan dalam pandangan agama Islam? Sering kali masih terdengar beberapa tudingan yang menganggap Islam mendiskriminasi kaum perempuan. Kaum perempuan dianggap tidak memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kaum pria. Kaum perempuan tidak bisa menentukan jalan hidupnya, bahkan disebut selalu mengekor pada kaum pria. Tudingan-tudingan seperti inilah yang mendasari untuk memahami ajaran Islam secara lebih mendalam lagi. Dalam Al-Qur’an dijelaskan surat At-Taubah ayat 71, Allah SWT Berfirman:
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ (٧١)
Artinya: ‘’Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) ma’ruf dan mencegah (berbuat) mungkar, menegakkan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.’’ (QS. At-Taubah: 71)
Ayat diatas menekankan pada pandangan Islam terhadap kaum perempuan dan kaum laki-laki. Mereka tidak dibedakan sedikit pun satu sama lain, baik dalam mendapatkan hak maupun dalam menunaikan kewajiban, bahkan kaum perempuan dijadikan partner kaum laki-laki dalam ber-amar ma’ruf nahi munkar.
Baca juga: Ketika Niat Tulus Tak Dinilai sebagai Kebaikan
Dalam ber-amar ma’ruf nahi munkar, terdapat beberapa cakupan pekerjaan atau aktivitas yang sangatlah luas, bukan hanya sebatas berdakwah menyampaikan ajaran agama, melainkan juga menegakkan kebenaran dengan berbagai cara, baik dengan lisan maupun dengan tangan atau kebijakan. Islam sesungguhnya memberikan ruang gerak yang sangat luas bagi perempuan untuk ikut serta membangun masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik.
Perempuan hendaknya diberikan hak seluas-luasnya untuk menuntut ilmu sesuai dengan bidang yang diminatinya. Bukankah kewajiban mencari ilmu ditujukan bukan hanya bagi kaum laki-laki, tetapi juga untuk kaum perempuan? Bahkan Rasulullah SAW sendiri membuka ruang bagi perempuan untuk memenuhi minat para sahabat dalam menuntut ilmu. Sehingga tidak ada alasan untuk melarang kaum perempuan dalam menuntut ilmu selama memberikan maslahat untuk dirinya dan orang lain.
Editor: Widya Kartikasari
Illustrator: Salman Al Farisi