Beragam Alasan Orang Tua Ingin Anaknya Fasih Berbahasa Inggris Sejak Dini
Kemajuan dunia digital di era globalisasi saat ini menjadikan manusia mudah mengakses segala macam informasi dari seluruh dunia. Sehingga, Bahasa Inggris sebagai Bahasa Internasional menjadi bahasa yang paling diminati untuk dipelajari, termasuk di Indonesia. Bahkan sudah banyak wacana untuk menjadikan Bahasa Inggris menjadi bahasa kedua, bukan lagi sekadar bahasa asing, di Indonesia sejak tahun 2004 silam. Wacana ini digaungkan guna meningkatkan mutu penguasaan bahasa asing, utamanya di kalangan pelajar dan mahasiswa. Hal ini menjadi sulit untuk dimaksimalkan karena kurangnya mengoptimalkan peran dari segala pihak dalam proses pendekatannya. Bukan hanya sekolah, tetapi juga masyarakat, dan juga orang tua.
Tidak dipungkiri, salah satu kompetensi yang diperlukan dalam menjangkau era globalisasi adalah kemampuan menggunakan Bahasa Inggris dengan baik. Sehingga, dalam merealisasikan wacana menjadikan Bahasa Inggris menjadi bahasa kedua, perlu pendekatan yang melibatkan orang tua utamanya dalam hal memberi dukungan dan fasilitas pada anak. Ini mengakibatkan maraknya fenomena orang tua yang ingin anaknya mampu berbahasa inggris sejak usia dini. Lihat saja seberapa banyak lembaga belajar yang menyediakan program English for Early Childhood (Bahasa Inggris untuk anak usia dini), yang tentu saja program ini ramai diminati karena banyaknya permintaan dari orang tua. Program ini biasanya menyediakan kelas untuk anak dari usia 2 tahun. Kemudian, apa alasan orang tua menginginkan anaknya fasih berbahasa inggris sejak dini dan memfasilitasi melalui lembaga belajar? Alasannya yang pernah penulis ketahui sendiri sungguh beragam.
1. Mencetak anak menjadi pribadi yang siap dengan tantangan globalisasi kedepannya.
Tentunya hal ini merupakan alasan paling ideal saat orang tua memberikan fasilitas kepada anak untuk belajar Bahasa Inggris. Usia anak-anak dinilai paling efektif untuk mengajarkan hal baru pada anak, daripada ketika di usia dewasanya. Sehingga, banyak orang tua memilih memberikan fasilitas belajar Bahasa Inggris sedini mungkin, agar anak mampu menyerap Bahasa Inggris lebih cepat.
Baca juga: Corak Bahasa Jaksel
2. Sebagai manifestasi harapan orang tua.
Tentu kita telah mengetahui bahwa umumnya orang tua menyematkan banyak harapan yang baik kepada anaknya. Terkadang, salah satu harapan orang tua lahir dari apa yang tidak mampu mereka wujudkan sebelumnya. Kalimat yang sering terlontar kurang lebih: “Dulu ayah ibunya enggak bisa Bahasa Inggris, anaknya sekarang harus bisa dong”. Parahnya lagi, orang tua yang merasa tidak mampu berbahasa Inggris, lalu enggan belajar juga, berlepas tangan dalam keterlibatannya, dan inginnya terima jadi anaknya bisa fafifu wasweswos dalam berbahasa Inggris.
3. Supaya anaknya memiliki nasib yang baik.
Tentu ini juga harapan baik semua orang tua: menginginkan anaknya memiliki nasib hidup yang baik ke depannya. Memang, pandangan yang melekat kuat hingga sekarang adalah siapa yang pandai berbahasa Inggris maka nanti mudah mendapat pekerjaan, punya banyak koneksi, dan memiliki wawasan yang luas. Tentu ini tidak salah dan benar adanya bahwa kemampuan Bahasa Inggris saat ini cukup menjadi penentu untuk menunjang karir seseorang.
4. Supaya adil memperlakukan anak-anaknya.
Ini alasan yang cukup asing, tetapi juga ada yang menggunakan alasan ini saat ingin memberikan fasilitas belajar Bahasa Inggris pada anak. Orang tua menginginkan anaknya memiliki kemampuan yang sama pada semua anaknya, dan ingin memberikan hak yang sama rata. Kalimat yang yang pernah penulis dengar kurang lebih: “Kakak-kakaknya dulu pada di kursusin Bahasa inggris, masak adiknya enggak? Nanti orang tuanya ditagih di akhirat”. Alasan yang cukup religious, tapi lumayan mencengangkan.
Baca juga: Keunikan Bahasa Terkadang Rentan Menimbulkan Salah Paham
Alasan di atas tentunya bukan alasan yang buruk, alasan-alasan tersebut mengandung sebuah harapan baik orang tua kepada anaknya. Namun, maraknya orang tua dalam memfasilitasi anak untuk belajar Bahasa Inggris semestinya juga sejalan dengan kesiapan anak untuk belajar bahasa baru, seperti Bahasa Inggris ini. Mengukur kesiapan anak ini bisa dilihat dari kemampuannya dalam menggunakan mother language-nya (Bahasa Ibu), atau bahasa utamanya. Kemampuan yang bisa dilihat ini tidak hanya secara verbal ia mampu berbicara, tetapi juga kemampuannya dalam membaca dan menulis.
Menurut salah satu psikolog anak dan remaja di Indonesia, Anggia Putri, A.A., M.Psi., ia menyampaikan bahwa baca tulis untuk anak di usia dini ini masih sangat diperdebatkan keefektifannya pada anak. Mempelajari baca tulis ini bisa diganti dengan stimulasi baca dan tulis, seperti membacakan cerita kepada anak, mengenalkan bentuk-bentuk huruf, dan banyak lainnya. Lalu, jika baca tulis anak di usia dini saja masih dianggap kurang efektif, lantas apakah mempelajari Bahasa Inggris pada anak usia dini menjadi fasilitas yang baik untuk diberikan kepada anak?
Shane Leaning, seorang guru Bahasa Inggris di China, dalam pidatonya pada TEDx Talk menyampaikan bahwa mempelajari Bahasa asing seharusnya tidak lebih diprioritaskan daripada mengembangkan Bahasa Ibunya. Bahasa ibu memiliki peran penting pada seorang anak sebelum nantinya ia akan mempelajari bahasa baru. Maka juga menjadi penting bagi orang tua untuk melibatkan dirinya dalam mengembangkan bahasa utama sang anak dalam kesehariannya, seperti perlunya orang tua yang mau berbicara dengan anak, membaca bersama anak, menulis bersama anak, juga belajar bersama anak. Anak membutuhkan orang tua yang mau belajar dan terlibat dalam proses belajarnya.
Hakikatnya, bahasa merupakan alat komunikasi seseorang untuk menyalurkan ekspresi, perasaan, juga emosi seseorang. Maka menjadi penting untuk memastikan seorang anak sudah mampu menggunakan bahasa utamanya dalam menyalurkan perasaan, emosi, juga ekspresinya dengan baik. Sehingga, akan mudah untuk seorang anak nantinya saat ia akan mempelajari bahasa baru, seperti Bahasa Inggris. Hingga akhirnya, ketika orang tua hendak memfasilitasi anak untuk belajar Bahasa inggris, baik anak maupun orang tua sudah siap untuk belajar dan terlibat dalam proses belajar Bahasa Inggris ke depannya.
Editor: Widya Kartikasari
Illustrator: Natasha Evelyne Samuel