3 Golongan Manusia yang Sebaiknya Tidak Kuliah di Fakultas Kedokteran

3 Golongan Manusia yang Sebaiknya Tidak Kuliah di Fakultas Kedokteran – Dari tahun ke tahun, dari generasi ke generasi, fakultas kedokteran selalu menjadi pilihan favorit calon mahasiswa baru. Bukan hanya dari segi finansial, profesi dokter juga membawa pengakuan dan penghormatan. Namun, untuk menikmati “kemewahan” ini, ada harga yang harus dibayar. Salah satunya, ya, tentu biaya kuliah yang tidak murah. 

Selain masalah biaya, kamu juga harus siap dengan perkuliahan yang padat dan waktu belajar yang tidak sebentar. Ketika lulusan jurusan lain bisa langsung kerja setelah lulus, sarjana fakultas kedokteran masih harus menjalani koas (co-assistant) sebelum benar-benar menyandang gelar “dr.” (dokter) di depan namanya. Itu pun masih berstatus sebagai dokter umum yang  harus menjalani program internship (magang) selama kurang lebih 1 tahun. 

Kalau mau jadi dokter spesialis, ada sekolahnya lagi. Namanya Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang bisa menghabiskan waktu sekitar 3-6 tahun, tergantung spesialisasi yang diambil. Dari sini saja sudah kebayang, kan, sepanjang apa proses belajar seorang dokter? 

Baca juga: Biografi Ibnu Sina, Bapak Kedokteran Islam

Masa belajar yang panjang ini memang sebanding dengan tanggung jawab besar dalam pekerjaannya yang berhubungan dengan kesehatan, bahkan nyawa manusia. Seorang dokter tidak hanya dituntut untuk punya pengetahuan dan kemampuan teknis yang baik, tetapi juga kecerdasan sosial dan emosional yang mantap. Di saat pekerjaan lain bisa menikmati libur ketika tanggal merah, dokter belum tentu bisa, karena orang sakit tidak mengenal waktu. Sama halnya dengan ibu melahirkan yang bisa terjadi kapan pun. 

Apalagi saat negara dalam keadaan darurat pandemi Covid-19, seperti yang terjadi beberapa tahun lalu. Menurut penuturan teman-teman saya yang berprofesi sebagai dokter, mereka bisa bertugas dari pagi sampai ketemu pagi lagi saat pandemi. Itu sebabnya tidak sedikit tenaga kesehatan yang jatuh sakit bahkan meninggal.  

Fakultas Kedokteran Tidak untuk Semua Orang

Dengan segala tantangan, tanggung jawab, dan risiko yang tidak main-main, nyatanya tetap tidak menyurutkan niat calon mahasiswa baru untuk mendaftar di fakultas kedokteran. Nah, masalahnya, medical faculty is not for everybody. Kamu boleh setuju atau tidak, tetapi kurang lebih ada tiga golongan manusia yang sebaiknya tidak kuliah di fakultas kedokteran. 

1. Masuk Fakultas Kedokteran Karena Paksaan Orang Tua

Kuliah di fakultas kedokteran tidak hanya akan meningkatkan prestise si anak, tetapi juga orangtuanya. Minimal bisa lah ya, buat dipamerin ke keluarga besar kalau lagi kumpul Lebaran, dipamerin ke tetangga atau kelompok arisan ibu-ibu sosialita. Sungguh menyedihkan memang, ketika anak hanya dijadikan alat untuk memuaskan ambisi orangtuanya yang tidak kesampaian. Hanya karena orang tuanya dulu tidak bisa kuliah kedokteran, anaknya yang dipaksa. Padahal mungkin si anak memiliki minat di bidang lain. 

Kuliah di bidang apa pun rasanya bakal berat jika karena paksaan dari orang lain. Namun, untuk fakultas kedokteran, risikonya bisa lebih serius. Kuliah di bidang yang sesuai minat kita sebenarnya tidak menjamin akan mulus-mulus saja. Namun, setidaknya, jika itu adalah bidang yang kita sukai, sesulit apapun prosesnya, kita masih punya semangat dan harapan untuk menyelesaikan. 

Baca juga: Biografi Florence Nightingale, Perawat yang Dikenal sebagai Bidadari Berlampu

Menolak dan meyakinkan orangtua untuk membolehkan kuliah di jurusan lain yang sesuai minat juga pasti tidak mudah. Namun, tidak ada salahnya mencoba mengomunikasikan keinginanmu. Kalau orangtua tetap memaksa, jalan keluar paling masuk akal (meskipun pahit) adalah turuti kemauan orangtua meski kamu tidak berkenan atau tetap kuliah sesuai minatmu, dengan risiko menanggung biayai kuliah sendiri dan menunjukkan bahwa kamu bisa lebih sukses di jalur lain. 

2. Minim Modal Intelektual, Ketahanan Mental, dan Emosional

Percuma orang tuamu kaya, tetapi modal intelektual, ketahanan mental, dan emosionalmu rapuh. Seleksi masuk fakultas kedokteran saja sudah sangat kompetitif. Ketika kamu sudah resmi jadi mahasiswa, kamu harus berhadapan dengan materi kuliah yang sulit dan kompleks. 

Lulus sarjana pun masih harus menjalani tahapan lainnya, seperti koas, internship, dan pendidikan spesialis. Dengan jadwal yang padat, materi kuliah yang sulit, proses belajar yang panjang, fakultas kedokteran sepertinya memang lebih cocok untuk anak-anak yang mentalnya tahan banting. 

3. Anak Manja 

Beberapa waktu lalu, viral video seorang dokter koas di Palembang dianiaya oleh sopir keluarga rekan koasnya. Nama Lady Aurelia Pramesti sampai jadi perbincangan hangat di media sosial X dan menuai hujatan netizen. Menurut narasi yang beredar, kejadian ini dipicu oleh aduan Lady kepada ibunya perihal jadwal jaga yang membuatnya tidak bisa nonton konser saat libur Nataru. 

Buat kamu, adik-adik kelas XII SMA, wabil khusus kamu yang mau masuk fakultas kedokteran, coba pertimbangkan lagi keputusanmu sebelum terlanjur masuk. Kalau kamu adalah anak yang gak kuat mental, kalau ada masalah dikit-dikit ngadu sama mami papi, mending kuliah aja di jurusan lain yang tidak seberat kedokteran. Masa mau jadi dokter tidak punya communication skill dan problem solving skill yang baik? Masalah jadwal jaga doang lho, bisa-bisanya melibatkan orang tua. 

Koas itu sejatinya untuk mempersiapkan para sarjana kedokteran agar bisa jadi dokter yang profesional. Lah, kalau masih koas saja sudah banyak ngeluh, gimana nanti ketika sudah jadi dokter? Memangnya ketika sudah jadi dokter, tugas dan tanggung jawabmu bakal lebih santai ketimbang saat koas? 

Menjadi Dokter: Panggilan atau Sekadar Cita-Cita?

Profesi dokter adalah salah satu penopang penting dalam ekosistem kesehatan nasional suatu negara. Dokter yang profesional dan kompeten bukan hanya berpengetahuan dan berkemampuan teknis yang baik, melainkan juga harus punya empati, daya analitis, regulasi emosi, kemampuan komunikasi, dan kemampuan memecahkan masalah. 

Buat kamu yang bercita-cita kuliah di fakultas kedokteran, semoga itu murni dari kesadaran dan panggilan hatimu. Semoga kamu tidak termasuk dalam tiga golongan manusia di atas sehingga kamu bisa mewujudkan cita-citamu untuk jadi dokter yang bermanfaat bagi sesama. 

Bagikan di:

Artikel dari Penulis