Habib Hasyim bin Musyayakh bin Yahya, Ulama yang Mengislamkan Raja Kutai Kertanegara – Dalam sejarah penyebaran Islam di kawasan Kalimantan, peran Habaib memiliki kedudukan yang sangat penting. Mereka datang ke kawasan ini tidak hanya untuk berdagang, melainkan juga menyebarkan dan mensyiarkan Islam, yang berdampak besar bagi kehidupan masyarakat.
Dalam naskah warisan Kesultanan Kutai Kartanegara, disebutkan bahwa habaib yang berperan dalam proses islamisasi berasal dari wilayah Mempawah, Kalimantan Barat. Sebagian dari mereka kemudian merantau dan berdakwah hingga ke Kutai Kartanegara serta Paser, Kalimantan Timur (Alatas, 2018).
Proses Islamisasi dan Peran Habib Hasyim di Kutai Kertanegara
Kerajaan Kutai Kertanegara sejak abad ke-13 hingga pertengahan abad ke-16 merupakan penganut agama Hindu. Pendiri Kerajaan Kutai Kertanegara saat itu adalah Aji Batara Agung Dewa Sakti, yang berkuasa antara 1300-1325 M. Kerajaan ini mulai berubah dan pengaruh Islam mulai terasa pada masa Raja Makota (1525-1600), ketika kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Sumatera, dan Melayu mulai menjalin perdagangan. Menurut analisis ahli sastra Melayu, Constantinus Alting Mees, momen penting peralihan agama ini terjadi pada tahun 1575. Kedatangan seorang mubalig Islam atau sayyid di Tepian Batu, Kutai Lama, membuka jalan bagi rakyat Kutai Kertanegara untuk mengenal Islam.
Pada abad ke-16, Kesultanan Aceh Darussalam, pusat peradaban Islam di ujung Pulau Sumatera, mengutus ulama yang bernama Khatib Tunggal Abdullah Makmur atau Datuk Ri Bandang. Saat di Gresik, Jawa Timur, mereka bertemu dengan Tuan Tunggang Parangan atau Habib Hasyim bin Musyayakh bin Yahya, ulama yang memiliki misi serupa, yakni menyebarkan Islam (Republika, 2024).
Baca juga: Sayyid Abdullah Alaydrus: Saudagar Dermawan dan Pendukung Pan-Islamisme dari Batavia
Setelah pertemuan kedua ulama tersebut, dakwah Islam di Pulau Kalimantan pun dimulai. Habib Hasyim pertama kali berdakwah di Ketapang, Kalimantan Barat. Ketika Raja Aji Makota, raja ke-6 Kerajaan Kutai Kertanegara (1525-1589), memerintah, Habib Hasyim dan Datuk Ri Bandang melanjutkan dakwah mereka ke Kutai Lama.
Sebelum kedatangan Habib Hasyim dan Datuk Ri Bandang, seorang saudagar Arab dari Minangkabau pernah mencoba menyebarkan Islam, tetapi usahanya untuk mengajak Raja Aji Makota untuk memeluk Islam tidak berhasil. Dalam perjalanannya, Datuk Ri Bandang kemudian memutuskan untuk mensyiarkan Islam di Sulawesi. Sementara itu, Habib Hasyim bin Yahya tetap tinggal di Kutai Lama, hingga akhirnya berhasil mengajak Raja Aji Makota Mulia Alam untuk memeluk Islam. Peristiwa ini menjadikan Raja Aji Makota Mulia Alam sebagai raja pertama Kutai Kertanegara yang beragama Islam (Tohari, 2023).
Kisah penting ini pun tercatat dalam “Salasilah Kutai”, yakni naskah memuat ejarah para raja Kutai Kertanegara di Kalimantan Timur (Iskandar, 2023).
Biografi Habib Hasyim bin Musyayakh bin Yahya
Menurut Risalah Kutai, dua penyebar agama Islam tiba di Kutai pada masa pemerintahan Raja Makota. Salah satu diantaranya adalah Habib Hasyim bin Yahya. Beliau adalah seorang ulama yang berasal dari Minangkabau yang lahir di Tarim, Hadramaut. Beliau juga dikenal dengan nama Tuan Tunggang Parangan.
Gelar “Tuan Tunggang Parangan” memiliki dua versi cerita. Versi pertama menyebutkan bahwa Habib Hasyim mendapat gelar tersebut karena, menurut kepercayaan masyarakat, beliau datang berdakwah ke Kalimantan dengan mengendarai pesut melalui Sungai Mahakam. Dalam bahasa Kutai, “Parangan” berarti pesut, sementara “Tunggang” dalam bahasa Kalimantan berarti menaiki.
Baca juga: Pangeran Syarif Ali Alaydrus dan Pluralisme Agama di Sebamban, Kalimantan Selatan
Versi lain mengisahkan bahwa gelar itu diberikan berdasarkan sebuah peristiwa di Kerajaan Kutai. Saat itu, Raja Aji Makota merasa penasaran dan tidak langsung menerima ajaran Islam yang dibawa Habib Hasyim. Sang raja mengutus dua algojo untuk menguji kekuatan sang ulama, kedua algojo tersebut mampu dikalahkan. Tidak terima dengan kekalahan tersebut, Raja Aji Makota sendiri turun tangan dan mengayunkan parang ke arah Habib Hasyim. Ajaibnya, parang tersebut tidak melukai beliau, sehingga masyarakat memberikan gelar “Tuan Tunggang Parangan” sebagai simbol keteguhan dan perlindungan ilahi yang diterimanya (Hidayah, 2023).
Adapun misi utama Habib Hasyim adalah mengislamkan Kerajaan Kutai dan suku Kutai. Ajaran yang dibawa meliputi fiqih, akidah, dan tasawuf yang bersumber dari Nabi Muhammad.
Akhir Hayat Habib Hasyim
Habib Hasyim wafat dan dimakamkan di Tepi Batu Negeri Jahitan Layar, yang kini dikenal ssebagai Kutai Lama, tepatnya di kompleks pemakaman raja-raja Kutai Kertanegara. Sampai saat ini Makam Tuan Tunggang Parangan menjadi simbolis keislaman di Kutai Lama. Masyarakat setempat memandang kedatangan beliau sebagai awal penyebaran Islam di wilayah tersebut. Untuk menghormati jasanya, masyarakat Kutai Lama rutin mengadakan haul setiap tahunnya sebagai bentuk penghormatan dan pengingat akan sejarah keislaman mereka
Daftar Referensi
Republika. (2024, April 9). Menelusuri Jejak Islam Masuk ke Tanah Kutai. Diambil kembali dari republika.id.
Tohari, A. (2023). Identifikasi Potensi Wisata di Desa Kutai Lama. Tafani Jurnal Pengabdian Masyarakat .
Hidayah, N. (2023). Strategi Manajemen Wisata Religi di Kalimantan Timur. Mushawwir Jurnal Manajemen Dakwah dan Filantropi Islam.
Alatas, I. F. (2018). Habaib in South East Asia. In The Ecyclopedia of Islam.
Iskandar. (2023). Jejak Habaib dalam Manuskrip Borneo. Edukasia: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran.