Biografi Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim, Pencipta Tembang Tombo Ati

Biografi Sunan Bonang

Biografi Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim, Pencipta Tembang Tombo Ati – Berikut adalah biodata dan biografi dari salah satu Wali Songo yang, yaitu Sunan Bonang.

Biodata Sunan Bonang

Nama asliRaden Makdum Ibrahim
Nama panggilan lainLiem Bong Ang
Nama ayahRaden Rahmat (Sunan Ampel)
Nama ibuNyai Ageng Manila
Tahun lahir1465 Masehi
Tahun wafat1525 Masehi
Tempat dakwahDesa Bonang, Kabupaten Rembang
MakamMakam Sebelah Masjid Agung Tuban, Jawa Timur

Biografi Sunan Bonang

Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim adalah salah satu anggota Wali Songo sebagai pendakwah Islam di tanah Jawa pada abad ke-14 Masehi. Sunan Bonang juga dikenal sebagai seniman yang berdakwah dengan menggunakan berbagai macam kesenian antara lain: gamelan, tembang, dan karya sastra. Raden Makdum Ibrahim disebut-sebut sebagai penemu sejenis gamelan yang memiliki tonjolan di tengahnya, yang sering disebut dengan bonang. Dari situ, julukan Sunan Bonang melekat pada Raden Makdum Ibrahim.

Agus Sunyoto menulis dalam Atlas Wali Songo (2016) bahwa Raden Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang adalah putra keempat Raden Rahmat atau Sunan Ampel dari pernikahannya dengan Nyai Ageng Manila, putri Bupati Tuban Arya Teja.

Latar Belakang Sunan Bonang 

Sunan Bonang lahir dengan nama Raden Makdum Ibrahim pada tahun 1465 Masehi di Surabaya yang saat itu masih menjadi wilayah kekuasaan Majapahit. Raden Makdum Ibrahim adalah anak dari Sayyid Ali Rahmatullah yang lebih dikenal dengan Sunan Ampel, dan ibunya bernama Nyai Ageng Manila, putri Penguasa Tuban.

Ia menerima pendidikan islam dari pesantren milik ayahnya di Ampel. Sunan Ampel bermaksud menjadikan Sunan Bonang sebagai penerus syiar ajaran islam di Nusantara. Setelah cukup umur, Raden Makdum Ibrahim pergi ke negeri Samudra Pasai di Aceh untuk menuntut ilmu. Ia berguru kepada Maulana Ishak, ayah Raden Paku (Sunan Giri).  

Sunan Bonang Menuntut Ilmu

Sejak kecil Sunan Bonang sudah menerima pelajaran agama Islam dari ayahnya (Sunan Ampel) secara tekun dan disiplin. Bukan rahasia lagi bahwa pelatihan dan pengajaran yang diterima calon wali lebih

berat daripada orang pada umumnya. Dia adalah calon wali generasi selanjutnya, sehingga Sunan Ampel telah mempersiapkan pendidikan sebaik mungkin sejak dini.

Setelah beranjak remaja, Sunan Bonang dan Raden Paku (yang kemudian menjadi Sunan Giri) melanjutkan studi islamnya di negeri seberang, yakni negeri Samudra Pasai, Aceh. Keduanya menimba pengetahuan dari ayah kandung Raden Paku yang bernama Syekh Maulana Ishaq. Selain itu, mereka juga belajar dari ulama besar yang tinggal di Samudra Pasai, seperti ulama tasawuf yang berasal dari Bagdad, Mesir, Arab, dan Iran.

Sunan Bonang dan Raden Paku (Sunan Giri) kembali ke Jawa setelah belajar di Negeri Pasai. Raden Paku kembali ke Gresik mendirikan pesantren di Giri, oleh karena itu ia dikenal dengan nama Sunan Giri. Sedangkan Sunan Ampel menugaskan Sunan Bonang untuk berdakwah di Tuban.

Dakwah Melalui Seni dan Sastra 

Seperti Wali Songo lainnya, Sunan Bonang menyebarkan agama islam melalui media seni dan budaya. Dia menggunakan instrumen gamelan untuk meraih simpati masyarakat. Namun, Raden Makdum Ibrahim sering memainkan gamelan ala bonang, alat musik tabuh berbentuk lingkaran dengan lingkaran yang terlihat di tengahnya. Saat langkan diketuk atau dipukul dengan tongkat, terdengar suara merdu.

Raden Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang memainkan alat musik bonang yang membuat warga sekitar penasaran dan tertarik. Warga berkumpul untuk mendengarkan gamelan yang dimainkan oleh Sunan Bonang. Ia mengubah beberapa tembang tengahan Macapat seperti Kidung Bonang dll. Lalu pada akhirnya, banyak masyarakat yang bersedia masuk islam tanpa paksaan. 

Selain itu, Sunan Bonang juga ahli dalam memainkan wayang dan menguasai sastra Jawa. Dalam pertunjukan wayang Sunan Bonang menambahkan racikan baru yaitu kuda, gajah, macan, garuda, kereta perang, dan rampogani untuk memperkaya pewayangan. Hery Nugroho dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam (2013), menulis bahwa Sunan Bonang juga berdakwah melalui penulisan karya sastra, yang salah satu karya paling fenomenal berjudul Suluk Wujil. Saat ini naskah asli Suluk Wujil tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden di Belanda. Suluk Wujil dianggap sebagai salah satu karya sastra terbesar nusantara karena isinya yang indah dan kaya akan interpretasi kehidupan beragama. 

Tembang Tombo Ati Ciptaan Sunan Bonang 

“Tembang Tombo Ati” atau “Lagu Obat Hati” merupakan tembang karya Sunan Bonang yang terkenal hingga saat ini yang masih familiar kita dengarkan. Berikut lirik Tembang Tombo Ati:

Tombo Ati iku limo sakwarnane

Moco Quran angen-angen sak maknane

Kaping pindo sholat wengi lakonono

Kaping telu wong kang sholeh kanconono

Kaping papat kudu weteng ingkang luwe

Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe

Artinya:

Obat Hati itu ada lima perkara

Bacalah Quran beserta isinya

Yang Kedua Sholat malam dirikanlah

Yang ketiga bertemanlah dengan orang-orang sholeh

Yang keempat jalankanlah puasa

Yang kelima berdzikirlah di malam hari

Tembang Tombo Ati memiliki makna memberikan nasehat kepada setiap muslim agar tetap tenang dan selalu dekat dengan Allah dengan melakukan 5 perkara. Jika kita melakukan 5 perkara di atas, maka hidup kita sebagai manusia akan berbahagia. Hati akan menjadi damai serta tentram dalam mengarungi hiruk-pikuk kehidupan.

Wafatnya Sunan Bonang

Sunan Bonang sangat fokus memenuhi perannya sebagai ulama dan seniman, sehingga ia tidak sempat menikah sebelum meninggal pada tahun 1525 Masehi. Makam Sunan Bonang terletak di kompleks pemakaman di Desa Kutorejo, Tuban, Jawa Timur, atau di sisi barat alun-alun dekat Masjid Raya Tuban.

Demikianlah biografi dari Raden Makdum Ibrahim atau yang biasa dikenal dengan Sunan Bonang.

Editor: Firmansah Surya Khoir
Visual Designer: Al Afghani

Bagikan di:

Artikel dari Penulis