Biografi Muhammad Abduh, Pembaharu Pemikiran Islam – Muhammad Abduh adalah seorang pemikir besar yang memainkan peran penting dalam pembaruan pemikiran Islam di era modern. Lahir di Delta Nil, Mesir, pada tahun 1849, Abduh dikenal sebagai seorang intelektual yang mendobrak tradisi lama untuk membawa Islam ke arah yang lebih relevan dengan tuntutan zaman. Perjalanannya sebagai ulama dan reformis membawa pengaruh besar, tidak hanya di Mesir tetapi juga di seluruh dunia Islam.
Profil/Biodata Muhammad Abduh
Nama Lengkap | Muhammad Abduh bin Hasan Khairullah |
Tempat Lahir | Delta Nil, Mesir |
Tahun Lahir | 1849 |
Pekerjaan | Ulama, reformis, jurnalis, cendekiawan, dan Grand Mufti Mesir. |
Riwayat Pendidikan | Belajar dasar agama di desanya.Pendidikan formal di Universitas Al-Azhar, Kairo.Mempelajari pemikiran modern melalui bimbingan Jamaluddin Al-Afghani. |
Nama Ayah | Abduh bin Hasan Khairullah |
Agama | Islam |
Wafat | 11 Juli 1905, Iskandariyah, Mesir |
Biografi Muhammad Abduh
Latar Belakang Muhammad Abduh
Muhammad Abduh dilahirkan di sebuah desa bernama Mahallat Nasr di Delta Nil, Mesir. Keluarganya berasal dari kalangan sederhana, dan ayahnya bekerja sebagai petani. Lingkungan ini membentuk pandangan awal Abduh tentang kehidupan yang penuh perjuangan. Meski tumbuh di desa kecil, keluarganya memberikan dukungan penuh terhadap pendidikan Abduh.
Pada usia 12 tahun, Abduh mulai belajar agama di sebuah sekolah tradisional. Namun, ia sempat merasa terbebani oleh metode pengajaran yang kaku. Keadaan ini membuatnya tidak puas dengan sistem pendidikan Islam yang stagnan dan mengandalkan hafalan.
Baca juga: Biografi Jamaluddin Al-Afghani: Keturunan Nabi & Pencetus Pan-Islamisme
Pendidikan dan Pertemuan dengan Jamaluddin al-Afghani
Ketika Abduh pindah ke Kairo untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar, hidupnya mulai berubah. Di sana, ia mendalami ilmu logika, filsafat, dan tafsir Al-Qur’an. Pertemuan dengan Jamaluddin al-Afghani pada tahun 1871 menjadi titik balik dalam hidupnya. Al-Afghani, seorang filsuf Pan-Islamisme, memperkenalkan ide-ide revolusioner tentang pembaruan Islam dan perlunya persatuan umat Islam untuk melawan kolonialisme Barat.
Dari al-Afghani, Abduh belajar pentingnya menggabungkan tradisi Islam dengan pemikiran modern. Ia mulai menyadari bahwa stagnasi intelektual umat Islam adalah salah satu penyebab kemunduran peradaban Islam.
Keterlibatan dalam Politik dan Pengasingan
Pada tahun 1879, Abduh mulai terlibat dalam gerakan reformasi politik di Mesir. Ia mendukung Pemberontakan Urabi yang dipimpin oleh Ahmad Urabi untuk melawan dominasi Inggris di Mesir. Namun, ketika pemberontakan itu gagal, Abduh dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah dan diasingkan dari Mesir selama enam tahun.
Selama masa pengasingan (1882-1888), Abduh berkelana ke Beirut, Paris, dan berbagai kota lainnya. Di Paris, ia bersama Jamaluddin al-Afghani menerbitkan majalah Al-Urwah al-Wuthqa (Ikatan yang Kuat), yang mempromosikan gagasan modernisasi Islam dan persatuan dunia Muslim. Masa pengasingan ini memperkaya perspektif Abduh tentang pentingnya pendidikan, kebebasan berpikir, dan reformasi dalam masyarakat Islam.
Kembali ke Mesir dan Menjadi Grand Mufti
Pada tahun 1888, Abduh kembali ke Mesir dan mulai berperan aktif dalam reformasi pendidikan dan hukum. Ia diangkat menjadi hakim, lalu mencapai puncak kariernya sebagai Grand Mufti Mesir pada tahun 1899. Sebagai Grand Mufti, Abduh menggunakan posisinya untuk memperkenalkan perubahan besar dalam hukum Islam. Ia berupaya menafsirkan ulang ajaran Islam agar lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat modern.
Sebagai contoh, Abduh mengeluarkan fatwa yang memperbolehkan umat Islam untuk mengambil bunga dari bank, dengan alasan bahwa itu sejalan dengan prinsip keadilan sosial dalam Islam. Keputusannya ini menuai kontroversi, tetapi sekaligus menunjukkan keberanian Abduh dalam menghadapi tantangan zaman.
Gagasan-Gagasan Muhammad Abduh
Pemikiran Muhammad Abduh mencakup berbagai bidang, mulai dari pendidikan hingga politik. Berikut adalah gagasan-gagasan utamanya yang menjadi warisan penting bagi dunia Islam:
- Pendidikan sebagai Kunci Kemajuan: Abduh percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk membangkitkan kembali kejayaan Islam. Ia mengembangkan kurikulum yang mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan modern seperti matematika, geografi, dan sejarah. Menurutnya, umat Islam harus terbuka terhadap ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dengan dunia Barat.
- Ijtihad sebagai Jalan Pembaruan: Salah satu prinsip utama Abduh adalah bahwa pintu ijtihad (penafsiran hukum Islam) masih terbuka lebar. Ia menolak pandangan yang menyatakan bahwa ajaran Islam tidak boleh diubah. Menurut Abduh, ijtihad memungkinkan umat Islam untuk menyesuaikan ajaran agama dengan konteks zaman tanpa kehilangan esensi Islam.
- Islam sebagai Ajaran Rasional: Abduh menegaskan bahwa Islam adalah agama yang rasional dan sejalan dengan akal. Ia mengkritik praktik-praktik yang dianggap tidak masuk akal atau bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Baginya, ajaran Islam tidak hanya untuk akhirat tetapi juga untuk membangun kehidupan dunia yang lebih baik.
- Reformasi Hukum Islam: Dalam posisinya sebagai Grand Mufti, Abduh memperjuangkan reformasi hukum Islam agar lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat modern. Ia mendukung pembentukan konstitusi yang dapat membatasi kekuasaan negara dan memastikan keadilan sosial.
- Persatuan Umat Islam: Bersama Jamaluddin al-Afghani, Abduh mendorong persatuan dunia Muslim melalui gerakan Pan-Islamisme. Ia percaya bahwa perpecahan di kalangan umat Islam adalah salah satu penyebab utama kemunduran peradaban Islam. Abduh menyerukan kerja sama antar negara Muslim untuk melawan kolonialisme dan imperialisme.
Pengaruh Muhammad Abduh
Pemikiran Muhammad Abduh meninggalkan jejak yang mendalam dalam dunia Islam. Salah satu warisannya yang paling nyata adalah gerakan modernisme Islam yang ia pelopori. Ide-idenya menginspirasi banyak organisasi Islam, termasuk Muhammadiyah di Indonesia, yang mengusung semangat pembaruan dan pendidikan.
Karya-karya Abduh, seperti Risalah at-Tawhid (1897), menjadi rujukan penting bagi umat Islam yang ingin memahami hubungan antara agama dan modernitas. Dalam buku ini, ia menjelaskan konsep tauhid (keesaan Tuhan) dengan pendekatan rasional, sekaligus menegaskan pentingnya akal dalam memahami ajaran Islam.
Akhir Hidup Muhammad Abduh
Muhammad Abduh meninggal pada 11 Juli 1905 di Iskandariyah, Mesir, pada usia 56 tahun. Meski hidupnya berakhir lebih awal, pemikirannya terus hidup melalui karya-karyanya dan para murid yang meneruskan gagasannya. Salah satu murid terdekat sekaligus penerus pemikiran Abduh adalah Rashid Rida, seorang intelektual Muslim asal Suriah.