4 Tips Buat Kamu Mahasiswa Rantau dengan Dompet yang Tipis – Hidup jauh dari orang tersayang sepatutnya menjadi sesuatu yang layak diperjuangkan. Selain rasa rindu yang kadang tak tertahankan, urusan ekonomi seringkali jadi masalah menahun di perantauan. Soal problem ekonomi, bagi para perantau ini tak sesederhana memikirkan biaya makan saja. Dari urusan nongkrong, memilih hunian, hingga aktivitas sosial para perantau, wabil khusus mahasiswa, tentunya jadi segenap daftar yang kudu dikendalikan.
Sumber donatur paling besar tidak lain dan tidak bukan tentunya orang tua. Maka kondisi ekonomi mahasiswa di perantauan sudah sepatutnya berkaca dari kondisi orang tua di kampung halaman.
Bila orang tua kalian adalah juragan tanah atau pengepul beras skala kampong. Bisa dipastikan kalian akan kipas-kipas santai sembari tak perlu mengkhawatirkan hal remeh temeh seperti uang jajan atau biaya rokok.
Bila hal sepele saja bisa tidak dipikirkan, maka pastilah hal-hal besar lain seperti membayar uang kuliah tak menjadi masalah. Tak perlu berhitung banyak soal rencana anggaran bulanan kalian. Itupun kalau orang tua kalian bukanlah sosok tajir yang perhitungan.
Namun, bilamana orang tua kalian seperti orang tua saya yang tak lebih dari buruh atau pekerja lepas harian di kampong. Maka sudah sepatutnya kalian menghitung baik-baik anggaran bulanan.
Tak ayal, terkadang kebutuhan melambung lebih tinggi ketimbang jatah yang didapat. Kendati demikian, semangat dan asa akan hidup yang lebih baik di kemudian hari jadi pijakan tersendiri dalam melewati tantangan.
Oleh karenanya, berikut 4 tips yang dapat kalian lakukan selaku mahasiswa rantau agar tetap dapat survive meski dompet kembang kempis di sepanjang bulan. Utamanya, untuk kalian yang saat ini sedang menjalani kuliah online yang semoga besok dapat merasakan pembelajaran secara offline di kampus masing-masing.
1. Pemetaan makanan murah
Tak bisa dipungkiri, bahwa makanan adalah penyangga penting dalam menunjang kehidupan perantauan kalian. Ada 2 jenis cara mahasiswa dalam menangani urusan perut yang satu ini,
Pertama, mereka dengan tekad yang kuat memutuskan untuk membuat sendiri makannya. Dari menanak nasi, hingga memasak lauk dan segala tetek bengek tambahan lainnya. Biasanya, mereka berbekal magiccom sendiri dari rumah guna menekan anggaran makanan.
Kedua, adalah mereka yang terlampau mager buat masak meski kondisi dompet sudah mengkis kuadrat. Alasannya beragam, dari enggak bisa masak, enggak punya alat masak, atau memang dasarnya mager seperti saya. Membeli dari warung makanan pun jadi pilihan. Yang kalau dilihat, sebenarnya makanan dekat kampus secara harga lebih miring ketimbang makanan yang berada di kawasan industri atau pekerja.
Barangkali menyesuaikan dompet penghuni sekitarnya. Jual murah tak mengapa, asal laku lebih banyak. Jumlahnya pun tidak satu-dua pedagang, dalam satu kampus tiap jenis makanan memiliki tingkatan harganya sendiri-sendiri.
Katakanlah, bila satu waktu kalian sedang ngidam sate, maka dengan kondisi dompet yang angin-anginan tentu saja kalian dapat membelinya. Dengan harga 10 ribu rupiah, sudah include nasi atau lontong. Atau, diwaktu hujan kalian sedang ingin sup hangat berlaukkan ayam goreng, maka meskipun dengan budget ngepress 7 ribu rupiah pun tidak menutup kemungkinan kalian akan mampu memakannya.
Tentu saja ini tidak akan etis apabila kalian bandingkan antara menu yang sama dengan rentang budget di 15 atau 20 ribuan. Enggak apple to apple. Namun percayalah, porsi sepuluh ribuan atau bahkan yang lebih murah justru terasa pas dan begitu worth it buat kantong mahasiswa.
2. Tinggal di kontrakan atau asrama kampus
Kedua, aspek lainnya setelah pangan apalagi kalau bukan papan. Dulunya, seringkali kawan perkuliahan yang saya temui terjebak dengan hunian mahal. Dengan nominal yang beragam, mulai dari 500-an ribu hingga 1 jutaan per bulan. Tentu ini bukan harga yang terbilang murah buat kalian yang pemiliki dompet kembang kempis. Nyatanya nominal besar tak melulu selaras terhadap fasilitas yang didapat.
Mereka yang membayar sejuta belum tentu mendapat fasilitas menjulang seperti AC, Wifi, atau TV. Pun terkadang, mereka yang membayar dibawah itu bisa jadi mendapatkan fasilitas yang sama. Lantas apa yang membedakan?
Kalau boleh menebak, bisa saja jarak antara kos dengan kampus. Ya, makin jauh makin murah biasanya. Kendati demikian, memang apa yang saya sampaikan tidak sepenuhnya mungkin benar, tergantung kondisi daerah masing-masing, ngab.
Solusi kongkritnya adalah dengan tinggal secara koloni atau beramai-ramai dalam satu hunian. Bisa menyewa kontrakan, atau ikut nimbrung ke asrama kampus. Dan saya adalah salah satu mahasiswa, atau tepatnya alumni yang bahkan tidak pernah ngekos. Dari ikut asrama sampai ngontrak adalah hal yang telah saya alami. Keduanya nyaman, dan pastinya worth it.
Semisal tinggal di asrama kampus, kita akan mendapatkan subsidi. Mulai dari listrik, tempat tinggal, bahkan urusan makan. Menyoal makan juga terkadang ada jadwal piketnya masak buat rame rame.
Selain menekan biaya hunian, kalian juga dapat sekaligus menekan anggaran buat makan. Yang kalau saya dulu, semasa di asrama kampus hanya mengeluarkan uang sebesar 130 ribuan perbulan untuk hunian, sekaligus biaya listrik, gas, dan air, Plus makan dua hari sekali.
Bukan main! Seindah itukah? Jawabnya iya. Meski ada kegiatan tambahan lain yang kudu dilakukan seperti piket kebersihan harian, piket masak, dan kerja bakti rutinan di tiap bulannya. Yang kalau saya pikir itu harga yang terlampau murah untuk dilakukan bila dibanding dengan apa yang didapat.
3. Ikut organisasi kampus
Sudah jadi ungkapan umum, bahwa kalau kuliah jangan sekedar kuliah saja. Sesekali cobalah buat tergabung dalam satu lingkup organisasi. Banyak manfaat, katanya. Namun siapa sangka dengan ikut kedalam organisasi kampus sangat revelan dengan menghemat anggaran? Tenang saja, Saya tidak akan merekomendasikan kalian untuk melakukan laporan palsu perihal pengadaan ATK organisasi, atau melakukan mark up anggaran kegiatan.
Yang dapat dimanfaatkan ketika tergabung kedalam organisasi kampus selain mengolah daya pikir kalian dalam bersosial adalah dengan memanfaatkan keberadaan kesekretariatan organisasi tersebut.
Pada umumnya, setiap organisasi mahasiswa dapat dipastikan memiliki basecamp atau yang lebih dikenal dengan kesekretariatan. Biasanya berfungsi untuk rapat rutinan membahas kegiatan organisasi, melakukan evaluasi kinerja anggota, hingga melakukan koordinasi lintas organisasi mahasiswa.
Namun selain hal tersebut, tak jarang anggota organisasi memanfaatkan kesekretariatan untuk tempat rebahan dan melepas lelah setelah menyelesaikan penatnya jam kuliah. Sembari menunggu jam perkuliahan selanjutnya, kalian tidak perlu jauh-jauh kembali ke kosan atau kontrakan.
Karena bagaimanapun, kesekretariatan ini berada di lingkup gedung perkuliahan. Tak begitu jauh jaraknya dari ruang-ruang kelas. Dengan begini, selain dapat tempat glimbang-glimbung yang terlampau dekat, kalian juga dapat menghemat biaya bensin atau tenaga untuk jalan kaki dari kelas ke kamar kos atau kontrakan kalian.
4. Menjadi jomblo
Alasan terakhir, yang barangkali begitu klasikal dalam menekan anggaran di perantauan adalah dengan tidak memiliki kekasih. Jomblo bahagia. Urusan cinta barangkali jadi kebutuhan pokok kehidupan manusia dan tentunya ini tak kalah penting dari 3 kebutuhan yang saya sebutkan di atas.
Kendati demikian, tak jarang banyak dari kawan perantauan kita sering bingung lantas merundung pilu semisal memikirkan tentang esok mau kencan dimana, dengan budget berapa, dan akankah sang pujangga menerimanya? Ngelu ora, mas.
Dan tentu saja, saya pernah mengalaminya. Momentum tatkala saya dihimpit oleh dua keputusan, tak kencan agar besok tetap makan normal meski dengan menu yang alangkah pas-pasan, atau memilih kencan dengan resiko beberapa hari mendatang hanya akan ditemani oleh bungkusan mie instan.
Keduanya tentu punya untung dan ruginya masing-masing. Terlampau berat buat saya yang masih njagani uang dari orang tua. Oleh karenanya, sesekali hubungan kandas karena kondisi yang gitu-gitu aja. Namun hal ini berbeda tentunya bila sang pujangga hati mau menerima keadaan, juga dengan sesekali kalian yang ditraktir. Kalau ini kondisi hati sudah berselimut kasih sayang, sedang perutpun juga tetap kenyang. Setali dua uang.
Beberapa tips di atas kiranya memang agak nyeleneh, kurang komprehensif untuk direalisasikan dan tentu ini berdasar kondisi masing-masing. Apa yang saya sampaikan murni berdasar dari pengalaman pribadi. Pengalaman seorang mahasiswa kere dengan dompet kembang kempis, jauh dari orang tua, dan kiranya layak untuk dicoba. Untuk kawan perantauan tetap semangat, pada setiap mimpi yang melekat, doaku untuk kalian agar selamat, dunia juga akhirat. Hiyaa.
Editor: Firmansah Surya Khoir
Ilustrator: Salman Al Farisi