Sejak 16 Agustus 2022, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Ristek meresmikan EYD Edisi V sebagai pedoman terbaru dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Mengutip Kompas.com, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Ristek, E Aminudin Azis, manyatakan alasan penggunaan kembali nama EYD karena istilah tersebut telah muncul sejak lama sehingga dinilai melekat di lidah dan mengendap di telinga masyarakat Indonesia. Pembaruan ini merupakan wujud komitmen Badan Bahasa dalam memberikan layanan kebahasaan dan kesastraan yang semakin berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman.
Perjalanan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia
Mengutip dari Narabahasa, hingga saat ini ejaan Indonesia telah mengalami beberapa kali pembaruan kaidah serta perubahan nama.
Di Indonesia, pedoman ejaan pertama kali ditetapkan pada masa kolonial Belanda. Pemerintah kolonial mengesahkan Ejaan van Ophuijsen pada tahun 1901. Charles Adriaan van Ophuijsen, Engku Nawawi, serta Muhammad Taib Sutan Ibrahim merancang kaidah ini pada tahun 1896, sebelum akhirnya resmi menggantikan ejaan bahasa Melayu dan mengakhiri ketidakseragaman ortografi penulisan bahasa Melayu dalam aksara Latin. Ejaan ini merupakan referensi bagi penulisan iklan-iklan dan naskah Sumpah Pemuda.
Baca juga: Perlukah Swasunting atau Self-editing untuk Penulis?
Pascakemerdekaan Indonesia, tingginya semangat masyarakat dalam berbahasa dan bersastra Indonesia mendorong penyempurnaan ejaan bahasa Indonesia. Raden Mas Soewandi Notokoesoemo, selaku Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (PP dan K) saat itu, menetapkan ejaan baru pada tahun 1947, yakni Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Pada tahun 1972, Presiden Soeharto meresmikan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 57. Pada tahun 2015, ejaan bahasa Indonesia kembali mengalami pembaruan dengan sebutan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) atau yang biasa dikenal PUEBI. Sejak 50 tahun sejak EYD digunakan pertama kali pada tahun 1972, nama EYD kembali digunakan untuk pedoman ejaan bahasa Indonesia Edisi V pada 16 Agustus 2022 kemarin. Tepat pada tanggal yang sama dengan peresmian EYD pertama kali.
Melihat lini masa di atas, pedoman ejaan bahasa Indonesia kemungkinan akan terus mengalami pembaruan, mengingat kebutuhan manusia akan acuan ejaan yang juga akan terus berkembang seiring waktu. Misalnya, saat ini belum ada aturan pasti penulisan persen (%), kapan menggunakan huruf dan kapan menggunakan simbol. Ini menunjukkan perlunya pemutakhiran pedoman ejaan karena kebutuhan kita untuk menulis terus berkembang.
Perbedaan Substansial antara PUEBI dan EYD Edisi V
Secara garis besar, ada 4 bab dalam pedoman EYD Edisi V, yaitu penggunaan huruf, penulisan kata, penulisan tanda baca, dan unsur serapan.
Dari keempat bab tersebut, terdapat tujuh perubahan penting pada EYD Edisi V ini, yaitu penambahan kaidah baru, perubahan kaidah yang telah ada, perubahan redaksi, pemindahan kaidah, penghapusan kaidah, perubahan contoh, dan perubahan tata cara penyajian isi. Dari persentase secara keseluruhan, perubahan yang terjadi dalam edisi terbaru ini lebih dari 50 persen.
Dari berbagai perubahan tersebut, Ivan Lanin menyebutkan ada 4 perubahan substansial dalam EYD Edisi V.
1. Bentuk Terikat Maha-
Dalam PUEBI, aturan penulisan kata terikat maha- dapat dipisah dan digabung, tergantung pada syarat dan ketentuannya. Pada EYD Edisi V, bentuk terikat maha- dan kata dasar atau kata berimbuhan yang mengacu pada nama atau sifat Tuhan ditulis terpisah dengan awal kapital sebagai pengkhususan.
Menurut PUEBI: Tuhan Yang Mahakuasa
Menurut EYD Edisi V: Tuhan Yang Maha Kuasa
2. Penulisan Judul Film
Secara umum, penulisan judul karya ada 2 jenis, yaitu ditulis dengan huruf miring atau diapit dengan tanda petik. Huruf miring dipakai untuk karya yang lebih panjang atau koleksi karya, misalnya judul novel, album, dan film. Sedangkan tanda petik dipakai untuk karya yang lebih pendek atau bagian dari karya yang lebih panjang, misalnya judul cerita pendek, lagu, atau puisi. Aturan umum ini diterapkan oleh tiga pedoman gaya (style guide) terpopuler dalam bahasa Inggris, yaitu APA (American Psychological Association), CMS (Chicago Manual of Style), dan MLA (Modern Language Association).
Baca juga: Cara Menulis Footnote (Catatan Kaki) Lengkap Sistematika dan Contoh
Sebelumnya, dalam PUEBI, penulisan judul film diapit dengan tanda petik. Hal ini diperbaiki dalam EYD Edisi V. Judul film kini ditulis dengan huruf miring, menyesuaikan dengan kaidah ejaan yang lain. Hal ini juga berlaku pada judul serial, sinetron, dan siniar—dengan episodenya yang ditulis dengan tanda petik.
3. Penyederhanaan Penulisan Angka dan Bilangan
Dalam PUEBI, bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika dipakai secara berurutan seperti dalam perincian.
Contoh: Koleksi perpustakaan itu lebih dari satu juta buku.
Dalam EYD Edisi V, bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu kata ditulis dengan huruf, kecuali jika digunakan secara berurutan seperti dalam perincian. Jadi, satu sampai sembilan, sepuluh, sebelas ditulis dengan huruf. Sedangkan 12 ditulis dengan angka.
Contoh: Koleksi pribadi saya lebih dari seribu buku.
4. Pemisah Jam, Menit, dan Detik
Dalam PUEBI, pemisahan angka jam, menit, dan detik dalam penunjukan waktu atau jangka waktu menggunakan tanda titik. Misalnya, pukul 01.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik). Kaidah ini mengikuti kaidah dari Belanda.
Untuk menyesuaikan dengan kaidah Internasional, EYD Edisi V menuliskan bahwa pemisahan angka jam, menit, dan detik “dapat menggunakan” titik dua sebagai pemisah jam, menit, dan detik. Artinya, EYD Edisi V membolehkan penggunaan titik maupun titik dua.
Misalnya, PUEBI hanya membenarkan penulisan 9.00 dan menyalahkan penulisan 9:00. EYD Edisi V membolehkan penulisan 9.00 maupun 9:00.
Itulah beberapa perubahan yang substansial dalam EYD Edisi V. Perubahan dan penambahan lainnya bisa diakses secara lengkap di laman EYD Edisi V atau mengakses dalam bentuk pdf di sini.