Joki Skripsi dan Sekaratnya Dunia Kampus

Joki Skripsi dan Sekaratnya Dunia Kampus – Belakangan ini, isu joki skripsi mulai heboh mencuat, khususnya di media sosial. Fenomena yang sebenarnya sudah lama ada ini sebelumnya jarang sekali mendapat sorotan, bahkan cenderung dinormalisasi. Ironis. Saking dinormalisasinya, salah satu organisasi kemahasiswaan perguruan tinggi negeri top 3 mengundang salah satu pelaku usaha jasa joki skripsi di acara kampus yang mereka adakan. Lantas apa yang menjadi persoalan dan apa dampaknya bagi keberlangsungan dunia akademis kita?

Istilah joki skripsi merujuk pada penyediaan jasa pengerjaan skripsi oleh pihak lain yang mestinya menjadi tanggung jawab mahasiswa yang bersangkutan. Pihak mahasiswa yang bersangkutan di sini membayar sejumlah uang kepada pihak jasa joki skripsi untuk mengerjakan sebagian atau keseluruhan skripsinya yang nantinya menjadi syarat kelulusan. Jasa joki skripsi ini biasanya juga menerima pengerjaan berbagai tugas mahasiswa. Praktik tersebut mestinya tidak dapat dibenarkan dalam dunia akademik, baik secara etis maupun administratif.

Baca juga: Banyak Mahasiswa Mager, Joki Skripsi Makin Seger!

Skripsi mestinya disikapi oleh mahasiswa sebagai tanggung jawab terhadap hasil belajarnya selama beberapa tahun berkuliah. Selain itu, skripsi juga merupakan tanda bahwa mahasiswa telah mempelajari serta mempraktikkan pola berpikir ilmiah yang runut dan objektif. Bagi saya sendiri, harapannya dengan menulis skripsi (atau karya ilmiah lainnya), kita dapat menjalani kehidupan dengan pola berpikir yang baik, misalnya ketika bermedsos maupun bersosialisasi secara aktif di lingkungan sekitar. Dengan skripsi, kita juga dapat ikut berkontribusi mengembangkan ilmu pengetahuan walaupun dalam rasio yang sangat kecil.

Jika demikian bergunanya, kenapa joki skripsi bisa terjadi? Dalam pengamatan penulis, khususnya di media sosial Instagram, banyak sekali akun-akun yang membuka jasa joki skripsi secara terang-terangan. Bahkan, belakangan, mereka membuka lowongan freelance untuk talent joki. Adanya lowongan tersebut menandakan adanya demand yang tinggi terhadap dunia perjokian sekaligus adanya orang-orang “pintar” yang membutuhkan pekerjaan.

Pengamatan kecil tersebut menunjukkan bahwa terdapat dua persoalan yang melatarbelakangi munculnya joki skripsi. Persoalan yang pertama yaitu adanya pihak mahasiswa yang tidak ingin mengerjakan skripsinya sendiri. Dan persoalan kedua yaitu adanya pihak-pihak yang mampu mengerjakan skripsi, tetapi tidak terpenuhi kebutuhan ekonominya.

Penulis bertemu dan berbincang dengan seorang pelanggan joki skripsi di Kabupaten Karanganyar berinisial T. T merupakan seorang alumni perguruan tinggi swasta di Karanganyar. T mengaku bahwa ia memang tidak mampu dan tidak mau mengerjakan tugas akhirnya. “Nek aku ora mungkin iso.” Kalau aku tidak mungkin bisa, ujarnya dalam bahasa Jawa. Artinya, T tidak mengerjakan skripsinya bukan karena hal-hal lain yang mendesak, melainkan terdapat persoalan di dalam dirinya sendiri.

Penelitian yang dilakukan oleh Wulan Nur Ichwana dan kawan-kawan tentang pelaku joki online juga menemukan bahwa adanya faktor individu yang kurang percaya diri terhadap proses pengerjaan skripsi. Faktor lain seperti sulitnya komunikasi dengan dosen pembimbing juga menjadi salah satu penyebab mahasiswa lari ke pelukan joki. Kecacatan integritas yang masif semacam ini tentunya menghasilkan destruksi terhadap dunia akademis itu sendiri.

Bagaimana dampaknya bagi keberlanjutan ilmu pengetahuan? Sekarang mari kita bayangkan, seberapa banyak konten hoax beredar di telinga kita? Terlalu banyak misinformasi di media sosial mungkin menyesatkan sebagian dari kita untuk sementara waktu. Setelah terbentur oleh realita bahwa kita dibohongi, kita akhirnya beralih dari media baca sosmed ke media baca ilmiah. Kita berharap agar tidak dibohongi seperti di media sosial, tetapi kenyataannya kita dibohongi oleh joki skripsi. Lebih parahnya, produk kebohongan tersebut telah melewati proses kurasi, seperti bimbingan, seminar proposal hingga sidang skripsi. Terlebih jika si mahasiswa pelaku kecurangan itu ngide menerbitkan skripsinya ke jurnal, dan ujug-ujug lolos editorial.

Baca juga: Tipe Dosen yang Berbahaya bagi Mahasiswa

Jika persoalan semacam itu tidak segera diberantas, tidak heran jika suatu saat kampus kita tidak ada bedanya dengan kumpulan penyebar hoax di media sosial. Bahkan mungkin tidak jauh beda dengan grup forum jual beli burung perkutut di Facebook. Jika terus berlanjut, dunia kampus kita akan terus sekarat, orang-orang akan lari ke dunia informasi baru dan proses belajar berjenjang yang dilewati dengan berdarah-darah itu tidak ada artinya lagi. Profesor tidak lagi lebih dipercaya dibanding tukang pijat otodidak, dan lain sebagainya.

Sumber:

Jo, Beni. “Siapa Ulum Dita Dynasty ‘Kerjainplis’ & Kenapa Joki Tugas Viral?” tirto.id, 2024. https://tirto.id/siapa-ulum-dita-dynasty-kerjainplis-kenapa-joki-tugas-viral-g1Xc.

Nur Ichwana, Wulan, Syarbaini Saleh, and Yummy Jumiati Marsa. “Motif Mahasiswa Dalam Menggunakan Jasa Pembuat Skripsi Di Perguruan Tinggi.” Munaddhomah: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 3, no. 3 (2023): 264–71. https://doi.org/10.31538/munaddhomah.v3i3.280.

Bagikan di:

Artikel dari Penulis