Imunisasi sering menjadi perbincangan hangat di kalangan orang tua, terutama yang baru pertama kali punya anak. Sayangnya, masih banyak informasi keliru alias mitos yang beredar seputar imunisasi. Padahal, imunisasi adalah salah satu bentuk perlindungan terbaik untuk anak agar terhindar dari penyakit berbahaya. Yuk, kita bahas 7 mitos paling umum tentang imunisasi anak dan fakta di baliknya!
1. Imunisasi Bisa Menyebabkan Autisme
Isu ini bermula dari studi palsu oleh Andrew Wakefield pada 1998 yang menyebutkan vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella) menyebabkan autisme. Studi itu kemudian dibantah dan ditarik karena manipulatif, dan lisensi medis Wakefield dicabut. Sejak itu, banyak penelitian besar membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara vaksin dan autisme.
Salah satu studi terbesar dilakukan di Denmark terhadap lebih dari 650.000 anak, yang menyimpulkan tidak ada peningkatan risiko autisme pada anak-anak yang divaksinasi.
✅ Kesimpulan: Vaksin tidak menyebabkan autisme. Informasi ini sudah dinyatakan tidak valid secara ilmiah.
2. Lebih Baik Anak Kena Penyakit Secara Alami agar Imunnya Lebih Kuat
Memang benar bahwa tertular penyakit bisa memberikan kekebalan alami. Tapi, risikonya jauh lebih besar dibandingkan kekebalan dari vaksin. Misalnya, campak bisa menyebabkan komplikasi serius seperti pneumonia, radang otak (ensefalitis), bahkan kematian. Sedangkan vaksin campak memberikan perlindungan tanpa risiko sebesar itu.
Imunisasi adalah cara “melatih” sistem kekebalan anak untuk mengenali dan melawan virus atau bakteri, tapi dengan versi yang dilemahkan atau tidak aktif—jadi jauh lebih aman.
✅ Kesimpulan: Imunisasi memberi kekebalan tanpa risiko komplikasi berat dari infeksi alami.
3. Bayi Masih Terlalu Kecil untuk Diimunisasi
Bayi adalah kelompok usia yang paling rentan terhadap penyakit karena sistem imunnya belum berkembang sempurna. Justru karena alasan inilah imunisasi dilakukan sejak dini, bahkan mulai dari lahir (seperti vaksin hepatitis B).
Jadwal imunisasi sudah disusun berdasarkan keamanan dan efektivitas yang telah terbukti melalui riset bertahun-tahun. Menunda imunisasi bisa membuat anak tidak terlindungi saat mereka paling membutuhkan.
✅ Kesimpulan: Semakin cepat imunisasi diberikan, semakin cepat pula anak terlindungi dari risiko penyakit menular.
4. Mitos: Imunisasi Cukup Sekali Seumur Hidup
Setiap jenis vaksin punya durasi perlindungan yang berbeda. Ada yang memberikan kekebalan seumur hidup (seperti vaksin hepatitis B), tetapi ada juga yang membutuhkan booster atau pengulangan. Misalnya, vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus) diberikan dalam beberapa tahap saat anak balita dan perlu diulang saat usia sekolah.
Pengulangan ini penting untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh yang bisa menurun seiring waktu.
✅ Kesimpulan: Ikuti jadwal imunisasi yang lengkap dan tepat waktu agar perlindungan maksimal.
5. Anak yang Sudah Diimunisasi Tetap Bisa Sakit, Jadi Vaksin Tidak Efektif
Benar bahwa tidak ada vaksin yang 100% melindungi dari penyakit. Tapi anak yang sudah diimunisasi, kalaupun tertular, biasanya hanya mengalami gejala ringan dan jarang mengalami komplikasi parah.
Contohnya, pada kasus campak atau cacar air, anak yang sudah divaksin biasanya hanya mengalami gejala ringan dan cepat pulih. Ini bukti bahwa vaksin sangat membantu sistem imun merespons lebih baik.
✅ Kesimpulan: Vaksin mengurangi keparahan penyakit dan melindungi dari komplikasi serius.
6. Vaksin Mengandung Bahan Kimia Berbahaya
Vaksin memang mengandung zat tambahan seperti pengawet (misalnya thiomersal), adjuvan (untuk memperkuat respons imun), dan stabilizer. Namun semua bahan tersebut digunakan dalam jumlah yang sangat kecil dan telah melalui uji klinis ketat yang memastikan keamanannya.
WHO dan Badan POM Indonesia telah menyatakan bahwa semua vaksin yang beredar aman digunakan untuk bayi dan anak-anak. Bahkan, banyak vaksin yang kini tidak lagi mengandung thiomersal.
✅ Kesimpulan: Vaksin aman dan diawasi ketat oleh lembaga kesehatan nasional dan internasional.
7. Imunisasi Itu Bisnis, Bukan Kesehatan
Imunisasi adalah salah satu intervensi kesehatan masyarakat paling hemat biaya. Banyak vaksin yang diberikan secara gratis oleh pemerintah melalui program imunisasi nasional. Program ini bertujuan untuk menekan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit menular.
WHO menyebutkan bahwa setiap 1 dolar AS yang diinvestasikan dalam imunisasi dapat menghemat lebih dari 16 dolar biaya perawatan penyakit di masa depan.
✅ Kesimpulan: Imunisasi adalah langkah pencegahan, bukan bisnis. Manfaatnya sangat besar untuk masyarakat luas.
Dampak Nyata Imunisasi
Menurut data WHO, imunisasi mencegah lebih dari 4 juta kematian setiap tahun. Di Indonesia, berkat program imunisasi nasional, penyakit seperti polio sudah sangat jarang ditemukan, dan angka kematian bayi menurun drastis.
Jika cakupan imunisasi turun, risiko terjadinya wabah kembali meningkat, seperti yang pernah terjadi dengan campak di beberapa negara yang tingkat vaksinasinya rendah.
Menjadi orang tua berarti harus siap membuat keputusan penting demi kesehatan anak. Imunisasi bukan hanya tentang suntikan—tetapi tentang perlindungan, pencegahan, dan masa depan yang lebih sehat. Mari jadi orang tua yang cerdas dan berpihak pada bukti ilmiah, bukan mitos yang menyesatkan.
Referensi Resmi
- World Health Organization (WHO)
- Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
- UNICEF Indonesia