Penyesalan Robert Oppenheimer: Proyek Manhattan dan Bom Atom

Penyesalan Robert Oppenheimer: Proyek Manhattan dan Bom AtomRobert Oppenheimer, seorang fisikawan teori brilian asal Amerika Serikat, adalah sosok utama di balik terciptanya bom atom, senjata nuklir pertama yang berhasil dikembangkan selama Perang Dunia II. Ia memimpin Proyek Manhattan, sebuah proyek rahasia yang melibatkan para ilmuwan top dunia. Proyek inilah yang menciptakan bom atom yang meledakkan Hiroshima dan Nagasaki pada 1945, mengakhiri Perang Dunia II sekaligus membuka babak baru dalam sejarah persenjataan global. Namun, di balik pencapaiannya ini, ia justru merasa bersalah dan mengalami konflik emosional yang mendalam.

Awal Karier dan Proyek Manhattan

Lahir pada tahun 1904, Robert Oppenheimer sejak muda menunjukkan bakat luar biasa dalam bidang fisika teori. Ia menekuni pendidikan fisika hingga ke Universitas Harvard dan Universitas Göttingen di Jerman. Lalu menjadi salah satu ilmuwan paling terkemuka di Amerika Serikat. Pada 1942, ketika Perang Dunia II sedang berlangsung, Amerika Serikat memutuskan untuk memulai penelitian serius dalam pembuatan senjata nuklir. Hal ini sebagian besar didorong oleh surat peringatan dari Albert Einstein kepada Presiden Franklin D. Roosevelt, yang mengingatkan bahwa Jerman Nazi sedang mengembangkan bom atom yang bisa menghancurkan umat manusia.

Dengan penunjukan Oppenheimer sebagai direktur Laboratorium Los Alamos, proyek ini berjalan sangat cepat. Jenderal Leslie Groves, pemimpin utama Proyek Manhattan, sangat mempercayai Oppenheimer dan bahkan memuji keahlian serta dedikasinya. Ia memimpin setiap tahap pengembangan bom atom. Termasuk penelitian mengenai neutron cepat dan menghitung jumlah bahan yang diperlukan agar bom atom bisa bekerja dengan efisien. Selama tiga tahun penuh, ia mengawasi penelitian yang akhirnya menghasilkan dua bom atom, “Little Boy” dan “Fat Man”.

Uji Coba dan Kesuksesan Bom Atom

Pada 16 Juli 1945, tim Oppenheimer berhasil melakukan uji coba bom atom pertama di Alamogordo, New Mexico. Ledakan itu menciptakan awan berbentuk jamur yang membumbung tinggi ke angkasa, dan kekuatan ledakannya tidak terbayangkan sebelumnya. Menyaksikan hasil karyanya dengan mata kepala sendiri, Oppenheimer diliputi perasaan campur aduk antara keberhasilan dan ketakutan. Di momen tersebut, ia teringat kalimat dari kitab Hindu Bhagavad Gita: “Sekarang saya menjadi Kematian, sang penghancur dunia.”

Meski uji coba tersebut berhasil, dampak dari bom atom ini baru benar-benar terasa. Bom pertama dijatuhkan di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, diikuti oleh bom kedua di Nagasaki tiga hari kemudian. Kedua kota tersebut luluh lantak, dan jumlah korban tewas diperkirakan mencapai antara 129.000 hingga 226.000 orang. Bom atom itu berhasil membuat Jepang menyerah dan menandai berakhirnya Perang Dunia II. Sekaligus membawa kehancuran besar yang meninggalkan bekas luka mendalam dalam sejarah kemanusiaan.

Konflik Emosional dan Penyesalan Oppenheimer

Meski tidak pernah menyatakan secara langsung, penyesalan Robert Oppenheimer atas pembuatan bom atom adalah perasaan yang sangat ambivalen terhadap senjata mematikan tersebut. Setelah Hiroshima dan Nagasaki dihancurkan, Oppenheimer mulai mengalami konflik emosional yang mendalam, merasakan beban moral atas ribuan nyawa yang hilang karena teknologi yang ia bantu ciptakan. Hanya dua bulan setelah bom dijatuhkan, ia mengundurkan diri dari posisinya sebagai direktur Laboratorium Los Alamos, dan dalam berbagai kesempatan mulai berbicara mengenai bahaya senjata nuklir.

Oppenheimer bahkan pernah mengunjungi Presiden AS, Harry S. Truman, pada Oktober 1945. Dalam pertemuan tersebut, ia menyatakan bahwa tangannya berlumuran darah karena perannya dalam penciptaan bom atom. Namun, Truman menampik pernyataan Oppenheimer dan berkata bahwa ia sendiri yang akan menanggung tanggung jawab tersebut. Setelah insiden tersebut, Oppenheimer semakin terdorong untuk berbicara mengenai pentingnya kontrol internasional atas senjata nuklir. Agar hal serupa tidak terulang kembali.

Karier Selanjutnya: Memerangi Proliferasi Nuklir

Pada tahun 1947 hingga 1952, Oppenheimer diangkat sebagai penasihat Komisi Energi Atom Amerika Serikat. Dalam peran ini, ia aktif memperingatkan bahaya yang ditimbulkan oleh senjata nuklir dan mendorong adanya pengawasan global atas pengembangan teknologi tersebut. Ia bahkan memperingatkan bahwa persaingan senjata nuklir antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dapat menimbulkan bencana besar. Oppenheimer berpendapat bahwa penggunaan dan pengembangan senjata nuklir harus diatur secara ketat demi kepentingan perdamaian dunia.

Namun, sikap kritisnya terhadap penggunaan senjata nuklir justru membuatnya berhadapan dengan banyak pihak, terutama dalam konteks politik Perang Dingin. Pada 1954, ia dituduh memiliki hubungan dengan partai komunis, yang menyebabkan izin keamanannya dicabut dan reputasinya dirusak. Meski begitu, dukungan terhadap gagasan pengawasan senjata nuklir dan pengurangan ketegangan internasional yang ia suarakan tetap tumbuh di kalangan ilmuwan dan masyarakat luas.

Warisan Robert Oppenheimer: Pelajaran dari Penyesalan

Kisah hidup Robert Oppenheimer adalah pengingat yang kuat tentang tanggung jawab moral dalam sains. Meskipun ia dikenal sebagai bapak bom atom, penyesalan Robert Oppenheimer terhadap apa yang telah ia ciptakan menyoroti dilema etika yang dihadapi para ilmuwan di seluruh dunia. Pengetahuan dan teknologi memang membawa kekuatan besar, tetapi juga risiko besar jika tidak diatur dengan baik.

Oppenheimer meninggal pada tahun 1967, tetapi warisannya tetap hidup. Kutipan “I am become Death, the destroyer of worlds,” menjadi simbol atas kekhawatiran seorang ilmuwan yang sadar bahwa sains. Jika tidak digunakan dengan bijaksana, bisa menjadi bencana bagi umat manusia. Karyanya dan perjuangannya untuk mengendalikan senjata nuklir mengajarkan kita pentingnya pertimbangan moral dalam setiap langkah besar sains dan teknologi.

Dalam era modern ini, ketegangan nuklir masih menjadi isu serius, dan kisah Oppenheimer menjadi pengingat akan risiko dari kekuatan destruktif yang manusia ciptakan.

Bagikan di:

Artikel dari Penulis